Debu Pun Menjadi Teman Bermain Siswa di Parungpangjang
Oleh
Neli Triana
·4 menit baca
Kondisi sekolah di sepanjang Jalan Parungpanjang, Kabupaten Bogor, turut terdampak dengan adanya aktivitas truk yang menuju pertambangan di Lebak Wangi. Setiap hari, siswa dan orangtua murid menerima dampak, dari debu, bising, hingga keamanan lalu lintas kendaraan yang tidak terjamin. Ibaratnya, para siswa ini sejak sekolah dasar hingga SMA dipaksa berdamai dan menjadikan debu sebagai teman sehari-hari.
Dampak debu dikeluhkan oleh sejumlah pihak sekolah, termasuk SD Negeri 02 Lumpang. Kepala sekolah Lilis mengatakan, hal tersebut merupakan masalah sehari-hari yang bahkan sudah menjadi lumrah bagi siswa dan orangtua murid.
Berdasarkan kunjungan Kompas ke SD Negeri 02 Lumpang, Selasa (31/7/2018), jarak sekolah dengan truk yang mengangkut material batu dan tanah sangat dekat. Setiap ada truk lewat, knalpot truk yang mengarah ke jalan seakan meniupkan debu ke arah siswa yang sedang bermain di halaman sekolah.
Kondisi tersebut tidak hanya dialami SD Negeri 02. SD Negeri 01 Lumpang juga mengalami hal serupa. Staf guru kelas VI SD Negeri 01 merasakan dampak bising ketika ban truk pecah. As roda truk patah juga membuat kemacetan panjang sehingga sepeda motor sulit lewat.
”Klakson, suara ban meletus, serta as roda yang patah tidak hanya membuat bising, tapi juga membuat jalan yang sedang diperbaiki jadi macet,” kata Helmi.
Erwin, staf guru yang menjadi wali untuk anak kelas II SD Negeri 01 Lumpang, juga mengeluhkan daftar hadir siswa yang tidak pernah mencapai ”nihil”. Selalu ada siswa yang sakit tenggorokan, batuk, dan pilek. Setidaknya 2-7 siswa setiap hari.
Sementara itu, Desa Jagabaya menjadi kawasan yang dianggap rawan. Hal ini karena jarak Jagabaya lebih dekat dengan pertambangan di Lebak Wangi, tempat truk tronton melintas dengan kecepatan tinggi.
Dengan kondisi seperti itu, sebagian besar siswa di SD Negeri 01 Jagabaya justru enggan menggunakan masker ketika beraktivitas. Berdasarkan pantauan Kompas pada Selasa, siswa yang bermain di lapangan depan sekolah terpapar debu dari truk yang lewat dengan kecepatan tinggi.
Terkait dengan hal itu, sebagian besar orangtua mengatakan, pemakaian masker tidak praktis. Nur Agustina (45), salah satu orangtua, mengatakan, anaknya mengeluh, pakai masker malah sulit bernapas.
”Orangtua di sini sudah berinisiatif untuk membekali masker setiap hari, tapi anak tidak mau pakai. Alasannya ribet, juga jadi sulit bernapas,” kata Nur.
Prihatin keamanan siswa
Selain permasalahan debu dan bising, sejumlah sekolah mengeluhkan aktivitas truk dari sisi keamanan ketika siswa menyeberang jalan. Kepala Sekolah SDN 02 Lumpang Lilis mengatakan, kondisi cukup memprihatinkan ketika siswa menyeberang jalan saat pulang sekolah.
Tembok gerbang SDN 01 Lumpang ditabrak truk dua kali. Staf guru, Helmi Ginanjar, mengatakan, kejadian tersebut terjadi pada Desember 2017 dan Januari 2018.
”Walau terjadi saat libur sekolah, tetap saja berbahaya dan membuat sebagian tembok sekarang miring,” kata Helmi.
Kondisi terparah terjadi di SMAN Parungpanjang yang masih termasuk wilayah Desa Jagabaya. Letak sekolah yang berada di pinggir jalan dan menurun mendatangkan risiko ketika siswa keluar dari lingkungan sekolah.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN 1 Parungpanjang Abdul Halim mengeluhkan hal tersebut sejak ia mengajar pada 1997. Aktivitas truk melintas di depan sekolah semakin parah sejak jalan kembali dibeton.
”Alih-alih truk berjalan semakin pelan, justru mereka makin kencang karena jalannya bagus,” kata Abdul.
Terkait keamanan tersebut, pihak sekolah mencoba beraudiensi dengan Kecamatan dan Polsek Parungpanjang agar mendapat solusi. Hal tersebut dilakukan pada 17 Juli lalu, kemudian mendapat masukan dari Polsek Penjaringan untuk membatasi pintu keluar sekolah dengan sejenis drum.
”Harapan kami setidaknya ada langkah yang lebih konkret. Setidaknya pihak pemerintah memberikan marka jalan yang jelas di sepanjang jalan tersebut,” kata Abdul.
Menanggapi hal tersebut, Perwira Unit Lalu Lintas Brigadir Kepala S Limbong mengatakan, pihak polsek juga mengalami kendala terkait pembatasan truk di Jalan Parungpanjang. Limbong mengatakan, pembatasan truk pada pukul 06.00-09.00 dan pukul 16.00-19.00 hanya berdasarkan kesepakatan di antara warga, pemerintah setempat, dan pihak penambang.
”Petugas di lapangan sejauh ini hanya bisa menegur dan mengatur mereka untuk minggir, tetapi tidak dapat menindaklanjuti hukuman karena tidak ada perdanya,” kata Limbong. (ADITYA DIVERANTA)