Uang Bukan Segalanya
Mungkin hanya di Jepang perusahaan-perusahaan besar harus bersusah payah mencari pekerja. Di negeri ini perbandingan lowongan kerja dan pencari kerja adalah 1,6 : 1.
Ketika populasi di Jepang semakin menyusut dan usia penduduknya semakin menua, perusahaan Jepang berlomba mengubah strategi untuk menarik pekerja. Mereka berlomba memperebutkan pekerja dari ”kolam” yang makin kering.
Mengapa hal ini sampai terjadi pada saat negara-negara di dunia kesulitan menekan angka pengangguran akibat menyusutnya lowongan kerja dan tergantikannya tenaga manusia oleh mesin?
Angkatan kerja di Jepang kini memiliki harapan tentang dunia kerja yang berbeda. Mereka menginginkan hidup yang berkualitas. Mereka tak ingin mengalami nasib seperti orangtua atau kakek neneknya yang harus membanting tulang dari pagi sampai malam agar bisa hidup layak.
Misaki Harada (24), misalnya, dalam waktu dekat akan berhenti dari pekerjaannya sebagai resepsionis di sebuah restoran di Tokyo dan akan mencoba keberuntungan di bidang pakaian. Bagi Harada, yang ia inginkan bukan sekadar penghasilan yang lebih besar, melainkan kualitas hidupnya meningkat.
”Jika Anda bertanya apakah saya lebih memilih uang yang lebih besar atau jam kerja yang lebih fleksibel, saya akan memilih jam kerja yang fleksibel. Saya ingin menikah, ingin punya keluarga, dan saya ingin bisa membagi waktu antara mengasuh anak dan bekerja,” kata Harada.
Hal senada juga dilontarkan Daisuke Okamoto (42), akuntan yang berhenti dari pekerjaannya di perusahaan periklanan April lalu demi pekerjaan baru dengan gaji yang lebih baik.
”Perusahaan yang baru memberi gaji tinggi, tetapi jam kerjanya sangat buruk. Awalnya, saya sangat menyesal pindah kerja. Kini perusahaan memberi saya jam kerja yang lebih fleksibel dan beberapa kali memberi kebebasan bagi saya untuk bekerja dari rumah. Jadi saya sekarang merasa lebih bahagia,” kata Okamoto.
Kualitas hidup
Jam kerja yang fleksibel, fasilitas yang diberikan perusahaan, seperti tempat penitipan anak dan asisten rumah tangga, kini menjadi prioritas para pencari kerja, di samping gaji yang cukup.
Walaupun tuntutan seperti itu bukan hal baru di Amerika Serikat ataupun di Eropa, tetapi di Jepang perubahan ini dianggap ”signifikan” karena Jepang selama ini dikenal sebagai negara dengan budaya ”pengabdian penuh” kepada perusahaan atau majikan.
Perusahaan besar, seperti Toyota, sejak April lalu membuka tempat penitipan anak di kantor selama 24 jam demi memenuhi tuntutan karyawannya.
”Perusahaan-perusahaan Jepang kini semakin fleksibel dalam hal kapan dan di mana Anda bekerja,” kata Toshiaki Matsumoto dari biro konsultan HR Strategy.
Karena kesulitan memperoleh tenaga kerja di kota besar, Jket, pemasok kunci bagi Toyota Motor Corp, memindahkan perusahaannya dari Tokyo ke Prefektur Akita yang memiliki kehidupan tenteram, dengan suasana persawahan dan peternakan. Dalam setahun ini, mereka berhasil merekrut 20 tenaga insinyur dan berharap dapat meningkatkan jumlah karyawan pada tahun depan.
”Di kota-kota besar sulit untuk menyebarkan pesan bahwa kita membutuhkan tenaga kerja karena kita berkompetisi dengan banyak perusahaan
yang mengincar tenaga kerja dengan talenta yang sama,” kata Fukami Imai, Direktur Jket di Akita.
Akibatnya, perusahaan semacam Silicon Technology, pembuat material semikonduktor, hanya mengaktifkan sebagian kapasitasnya karena tidak mampu merekrut tenaga kerja yang cukup
Bukan uang
Para manajer ataupun praktisi SDM menyimpulkan bahwa di Jepang uang kini bukan segalanya bagi para pencari kerja. Oleh karena itu, jika perusahaan-perusahaan di Jepang ingin mencegah karyawannya keluar, strategi dengan pendekatan uang (misalkan menaikkan gaji) tidak bisa digunakan lagi.
Daikisangyo, perusahaan yang merakit rangka dan sayap pesawat untuk Boeing, saat ini mengalami kesulitan untuk mempertahankan karyawannya. Perusahaan ini kemudian mengenalkan program mentoring, dan untuk sementara berhasil mempertahankan pegawainya.
”Sekarang bukan lagi soal uang. Para pekerja menuntut lingkungan kerja positif,” kata Tsuyoshi Saso, manajer di Interworks. Bukan hanya itu, untuk mempertahankan para karyawannya, ada juga perusahaan yang menyediakan makan siang gratis dan menyubsidi
kontrakan rumah.
(REUTERS)