Mereka 20 Tahun Berkubang Debu
Tujuh desa dengan ribuan warga terpapar debu dari lalu lalang truk pembawa hasil tambang di Jalan Parungpanjang, Kabupaten Bogor sejak 1997. Infeksi saluran pernafasan rutin mendera warga. Akses warga juga turut terhalang antrean truk.
Jalan Parungpanjang menuju kawasan pertambangan di Lebak Wangi, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, setiap hari selalu dipadati truk. Kondisi jalan yang belum siap benar, menyebabkan kemacetan sering terjadi. Polusi udara pun bertambah. Tak cuma debu, tetapi juga asap pembuangan truk-truk serta semua kendaraan yang terjebak tak bisa bergerak.
Keadaan yang kurang lebih sama, menurut pengakuan warga setempat, telah berlangsung dari tahun 1997.
Sekretaris Camat Parungpanjang Icang Aliudin mengatakan, Parung Panjang yang masuk dalam kategori jalur provinsi semestinya tidak dilewati kendaraan berat dalam jumlah yang begitu banyak. "Idealnya, terdapat jalan khusus untuk itu. Karena bisnis tambang material batu dan pasir tersebut proyeksinya akan terus berlangsung hingga 100 tahun ke depan," kata Icang.
Terkait solusi alternatif, Icang mengatakan pihak kecamatan sudah pernah mengkaji skema jalur khusus untuk truk dengan angkutan material batu dan pasir. Hal tersebut dilakukan bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di tingkat kabupaten sejak 2015.
Ia mengatakan bahwa usulan tersebut sudah diajukan ke pemerintah pusat, namun hingga saat ini belum ada tindak lanjut.
Saat ini, sudah diberlakukan pembatasan jam lintas truk. Akan tetapi, hal ini tak mengurangi tingkat kemacetan. Hingga Selasa pukul 08.30 (31/7/2018), kondisi Parungpanjang dipenuhi ratusan antrean truk yang memanjang dari wilayah Kelurahan Lumpang hingga Jagabaya.
Penyakit meningkat
Sementara proses regulasi jalur masih mandek, Puskesmas Parungpanjang mencatat angka penderita infeksi saluran pernapasan (ISPA) terus meningkat. Data itu menunjukkan, selama 2016 terdapat 2.538 penderita ISPA, termasuk gejala batuk ringan serta Nasofaringitis akut atau radang saluran pernapasan dengan batuk disertai demam. Pada 2017, jumlah tersebut meningkat hingga 3.373.
"Kasus ISPA dan Nasofaringitis akut menjadi dua penyakit paling banyak diderita warga dalam rentang 2016-2018, diikuti dengan Hipertensi dan Influenza," kata Ketua Sistem Pelaporan dan Pencatatan Puskesmas Parungpanjang, Sukmawan.
Kenaikan angka itu disumbang dari pasien yang juga warga desa-desa yang dilintasi truk secara langsung. Total ada tujuh dari 11 desa di Cigudeg yang dilewati jalur truk tambang. Empat dari tujuh desa itu meliputi Desa Parungpanjang, Desa Cibunar, Desa Lumpang, serta Desa Jagabaya. Sukmawan mengatakan jumlah tersebut juga dipengaruhi kenaikan laporan ISPA di poli anak, yaitu dari 494 jiwa pada 2016 menjadi 1007 jiwa pada 2017.
"Jumlah keseluruhan angka tersebut belum dihitung dengan sebagian warga yang melapor ke Puskesmas di Lebakwangi. Seperti di Desa Jagabaya, angka penderitanya hanya berjumlah 124 jiwa karena untuk melapor ke Puskesmas Parungpanjang jaraknya cukup jauh," ujar Sukmawan menambahkan.
Absen karena sakit
Siswa dan pengajar di sekolah-sekolah di sepanjang Parungpanjang sangat terdampak oleh kondisi ini. Kepala SD Negeri 02 Lumpang Lilis mengatakan, siswa dan sebagian orang tua murid sampai menganggap lumrah kondisi di Parungpanjang.
SD Negeri 02 Lumpang yang dekat dengan jalan, seakan menjadi penampung asap dan debu tebal setiap truk melintas. Anak-anak akhirnya terbiasa bermain di halaman sekolah dengan kondisi tersebut.
SD Negeri 01 Lumpang juga mengalami hal serupa. "Klakson, suara ban meletus, serta as roda yang patah tidak hanya membuat bising, tapi juga membuat jalan yang sedang diperbaiki jadi macet," kata Helmi Ginanjar, pengajar di SDN 01 Lumpang.
Erwin, staf guru yang menjadi wali kelas 2 di SD Negeri 01 Lumpang, mengeluhkan daftar hadir siswa yang tidak perna genap. Rata-rata 2-7 siswa sakit tenggorokan, batuk dan pilek setiap hari.
Desa Jagabaya menjadi kawasan yang dianggap rawan. Letaknya lebih dekat dengan pertambangan di Lebak Wangi, banyak truk tronton melintas dengan kecepatan tinggi.
"Orang tua di sini sudah inisiatif membekali masker setiap hari, tapi anak tidak mau pakai. Alasannya ribet, susah buat bernapas," kata Nur Agustina (45), salah satu orang tua siswa SD Negeri 01 Jagabaya.
Ditabrak truk
Selain debu, ancaman terlibat kecelakaan juga besar. SDN 01 Lumpang, misalnya dinding gerbangnya telah dua kali ditabrak truk pada Desember 2017 dan Januari 2018.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Negeri Parungpanjang, Desa Jagabaya, Abdul Halim, mengeluhkan terus khawatir sejak ia mengajar pada tahun 1997. "Sejak jalan dibeton, alih-alih makin pelan, truk justru makin kencang karena jalannya bagus," kata Abdul.
Pihak sekolah pun meminta kerjasama pihak Kecamatan dan Polsek Parungpanjang pada 17 Juli . Polisi lantas menyarankan membatasi akses pintu keluar sekolah dengan sejenis drum.
Perwira Unit Lalu Lintas Brigadir Kepala S Limbong mengatakan kini sudah ada pembatasan waktu lintas truk di Parungpanjang yaitu pukul 06.00-09.00 dan pukul 16.00-19.00. "Namun, petugas sejauh ini hanya bisa menegur dan mengatur mereka untuk minggir di luar jam yang disepakati, tetapi tidak dapat menindaklanjuti hukuman karena tidak ada peraturan daerah-nya," katanya.
Belum berbalas
Sejak tahun 2014, warga setempat memperjuangkan perbaikan lingkungannya. "Warga turun ke jalan, membuat kerusuhan pada Desember 2017. Jalan diblokade warga, hingga akhirnya ada perbaikan jalan diusulkan awal tahun ini," kata Akmal.
Namun, belum enam bulan, jalan yang sudah diperbaiki kembali rusak.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor Edi Wardhani mengatakan, problem utama jalan di Parungpanjang adalah kondisi jalan yang tidak imbang dengan tonase kendaraan yang melintasinya.
“Saat ini kami sedang membuat Perda Kelas Jalan. Mana wewenang kabupaten, mana provinsi, atau pusat. Ini berkaitan dengan tonase kendaraan apa yang boleh melintas di jalan-jalan desa dan kabupaten,” ungkapnya, Selasa (31/7).
Edi yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas PUPR, mengatakan perlu juga memperbanyak jalan yang dibeton. Jalan beton kuat dilindasi kendaraan dengan tonase 10-15 ton, Jalan juga perlu dilebarkan.
Sedangkan mengenai pengawasan muatan angkutan barang atau niaga, Edi Wardhana mengatakan, hal ini terkait kewenangan operasional jembatan timbang di bawah dinas di provinsi, bukan kabupaten/kota.
Terkait pembatasan jam lintas truk, Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Bogor Ajun Komisaris Hasby Ritama mengatakan, yang jadi masalah banyak truk parkir di pinggir jalan menunggu waktu boleh melintas.
"Kami kerjasama dengan Satlantas Tanggerang, untuk cari lokai-lokasi yang bisa jadi kantung parkir bagi truk-truk itu di Tangerang. Tapi, cari lahan yang bisa buat kantung parkir, juga tidak mudah,” katanya.
Jalan raya yang menjadi jalur truk tambang di wilayah Bogor di kawasan itu hanya sekitar 3 kilometer, selebihnya truk melintas di jalan-jalan Tangerang, Banten. Di ruas Tangerang, juga sedang dalam proses betonisasi, sehingga arus lalu lintas masih jauh dari lancar.
Anehnya semua rencana solusi itu baru sebatas rencana atau baru mulai dilakukan. Tenggat tuntas pun masih abu-abu. Entahlah, mungkin warga yang 20 tahun berkubang debu bukan masalah besar bagi para pemangku kebijakan.
(ADITYA DIVERANTA)