ASEAN Diingatkan agar Waspadai Tekanan Negara-negara Besar
Oleh
MH SAMSUL HADI (DARI SINGAPURA)
·3 menit baca
SINGAPURA, KOMPAS — Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) secara resmi dimulai di Singapura, Kamis (2/8/2018), dengan upacara pembukaan yang dihadiri Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong. PM Lee mengingatkan negara-negara ASEAN mengenai adanya tarikan dan tekanan dari negara-negara besar yang berebut pengaruh dan kepentingan di kawasan Asia Tenggara.
Selain dihadiri para menteri luar negeri dari 10 negara anggota ASEAN, forum AMM juga diikuti para menlu dari beberapa negara mitra wicara, seperti Amerika Serikat, China, India, Australia, dan Jepang. Selain bertemu dalam forum-forum ASEAN Plus, para menlu negara mitra wicara itu juga akan bersidang dalam sesi Pertemuan Puncak Asia Timur (EAS), Sabtu lusa.
Dalam pidato sambutan pada upacara pembukaan, PM Lee tidak menyebut negara-negara kekuatan besar yang dimaksud bisa menarik dan menekan negara-negara ASEAN. Namun, saat ini berlangsung persaingan keras antardua kekuatan ekonomi besar dunia, AS dan China, dalam memperebutkan pengaruh di kawasan ataupun di tingkat global.
AS dan China juga terlibat dalam ketegangan dan persaingan ekonomi yang dikhawatirkan berujung pada perang dagang. India, Jepang, dan Australia meramaikan pertarungan kepentingan dan pengaruh di kawasan Asia Pasifik, Laut China Selatan, dan Samudra India.
”Kita semua bisa melihat ketidakpastian geopolitik yang terus meningkat. Pada saat yang sama, semua negara anggota ASEAN tak luput dari tarikan dan tekanan yang berbeda-beda dari kekuatan-kekuatan besar,” kata Lee.
”Dalam situasi ini, kita semua harus semakin terus bersatu dan berjuang mempertahankan kohesi dan efektivitas kita,” ujarnya.
Lee juga mengingatkan adanya ancaman terhadap sistem perdagangan multilateral yang menjadi salah satu kunci ASEAN guna mencapai pertumbuhan dan kemakmuran. ”Ketegangan perdagangan antara AS dan para mitra wicara kita yang lain, termasuk China, Uni Eropa, dan Kanada, bereskalasi. Sistem perdagangan multilateral berbasis aturan, yang mendukung pertumbuhan dan kemakmuran ASEAN, tertekan,” ujar Lee.
”Adalah penting bahwa ASEAN terus mendukung sistem multilateral dan bekerja dengan para mitra yang memiliki pandangan serupa untuk memperdalam jaringan kerja sama.”
Sistem multilateral dalam tata pergaulan internasional terancam sejak Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS 2016. Dengan slogan America First (mengutamakan Amerika), Trump mengedepankan pendekatan unilateral dan—di bidang ekonomi perdagangan—proteksionisme dengan dalih untuk melindungi kepentingan dalam negeri AS. AS, antara lain, keluar dari Kesepakatan Iklim 2015 dan Kesepakatan Nuklir Iran 2015.
Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan mengatakan, sebagai Ketua ASEAN tahun ini, Singapura bertekad menjadikan ASEAN siap menghadapi tantangan masa depan. ”Dinamika geopolitik global semakin kompleks, sistem perdagangan multilateral kita terancam, dan teknologi yang disruptif terus mentransformasi kehidupan kita,” kata Vivian.
Dalam menghadapi tantangan persaingan kekuatan negara-negara besar di kawasan yang mengitari Asia Tenggara, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi mengungkapkan, Indonesia akan mengangkat pandangan Indo-Pasifik agar dibahas dalam forum AMM ini. Selain disampaikan kepada negara-negara anggota ASEAN lainnya, gagasan itu juga diperjuangkan untuk masuk dalam pembahasan sidang Pertemuan Puncak Asia Timur (EAS).