Perajin Tahu Kurangi Produksi akibat Kesulitan Air
Oleh
Regina Rukmorini
·2 menit baca
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Karena kekurangan air, sejumlah perajin tahu di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, terpaksa mengurangi produksi mereka. Di tengah musim kemarau seperti sekarang, mereka pun harus mengeluarkan tambahan biaya untuk membuat sumur dan membayar biaya listrik dari penyedotan air.
MAGELANG, KOMPAS — Karena kesulitan mendapatkan air di musim kemarau, sejumlah perajin tahu di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, terpaksa mengurangi produksi tahu.
Agar tetap bisa menjalankan aktivitas produksi di tengah musim kemarau, mereka pun harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membuat sumur agar mendapatkan tambahan pasokan air.
Assidiq, salah seorang perajin tahu di Dusun Mendalan, Desa Tanjungsari, mengatakan, untuk menyesuaikan pasokan air yang terus menyusut di musim kemarau, dia pun mengurangi produksi dan penggunaan bahan baku yang sebelumnya 4 kuintal per hari menjadi hanya berkisar 2,5-3 kuintal per hari.
”Dalam kegiatan memproduksi tahu, kini pun kami harus sering harus memperlambat kegiatan atau berhenti sejenak sekitar setengah jam untuk menunggu aliran air dari sumur,” ujarnya, Rabu (1/8/2018).
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Karena kekurangan air, sejumlah perajin tahu di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, terpaksa mengurangi produksi mereka. Di tengah musim kemarau seperti sekarang, mereka pun harus mengeluarkan tambahan biaya untuk membuat sumur dan membayar biaya listrik dari penyedotan air.
Kesulitan air tersebut, menurut dia, mulai dirasakan sejak dua bulan lalu. Saat mulai mengalami krisis air itulah, dia kemudian berinisiatif menggali, membuat sumur di tepi sungai, dan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membayar listrik dari pompa yang digunakan untuk menyedot air.
”Untuk kebutuhan listrik 2.000-3.000 watt tersebut, saya harus mengeluarkan tambahan biaya hingga Rp 500.000 per bulan,” ujarnya.
Hal serupa dilakukan oleh perajin tahu lain, Sarjono. Biaya listrik yang dia keluarkan demi mendapatkan air mencapai Rp 300.000 per bulan. Kendati demikian, dia tidak berani membebankan tambahan biaya tersebut dengan menaikkan harga tahu atau tempe.
”Kenaikan harga tahu atau tempe sebesar Rp 100 per buah saja sudah cukup berdampak signifikan dan akan dikeluhkan konsumen. Saya tidak berani menaikkan harga karena takut kehilangan pelanggan,” ujarnya.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Sejumlah perajin tahu di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengurangi produksi mereka karena kekurangan air.
Harga tahu per adonan mencapai Rp 125.000. Satu adonan tersebut biasa dipotong dengan berbagai macam ukuran yang kemudian dijual dengan harga Rp 250 hingga Rp 500 per buah.
Desa Tanjungsari adalah sentra tahu di Kecamatan Borobudur. Kamdani, ketua kelompok perajin tahu Sumber Rejeki di Desa Tanjungsari, mengatakan, kondisi krisis air ini terutama mengganggu aktivitas produksi yang dilakukan oleh para perajin besar, yang memakai bahan baku lebih dari 1,5 kuintal kedelai per hari.
”Karena air yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan berproduksi, produksi dan bahan baku yang digunakan dikurangi,” ujarnya. Persentase pengurangan bahan bahan baku di musim kemarau seperti sekarang mencapai 10 persen dari biasanya.
Jumlah perajin tahu di Desa Tanjungsari 70 orang, dengan rata-rata bahan baku yang digunakan per hari berkisar 0,5 kuintal hingga 7 kuintal per hari.