Pengusaha Agar Tarik Devisa
JAKARTA, KOMPAS--Pemerintah terus berkoordinasi dengan pelaku usaha agar mereka menarik devisa hasil ekspor dari luar negeri. Tujuannya, menambah cadangan devisa yang tergerus.
Cadangan devisa per akhir Juni 119,839 miliar dollar AS. Sepanjang semester I-2018, cadangan devisa berkurang 10,357 miliar dollar AS.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, sejumlah negara menerapkan kebijakan yang cukup ketat untuk pengaturan devisa hasil ekspor dan arus modal keluar. Saat ini pemerintah masih dalam tahap dengar pendapat dengan pelaku usaha agar devisa bisa masuk dan bertahan lama di dalam negeri. Usulan pemberian insentif masih dipertimbangkan.
“Kepercayaan pengusaha akan ditumbuhkan dengan kebijakan yang tidak membuat kepanikan,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Menurut catatan Bank Indonesia, lebih dari 90 persen eksportir sudah membawa devisa hasil ekspor ke dalam negeri. Namun, dari total devisa, yang dikonversikan ke rupiah baru 15-20 persen.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, pemerintah dan BI mesti merumuskan manajemen devisa yang tidak hanya memuat insentif, hukuman, atau bunga. Regulasi seharusnya memuat batas waktu devisa tinggal di dalam negeri per sektor usaha.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution seusai rapat terbatas di Istana Bogor, Selasa, memastikan, rencana penghapusan ketentuan penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) akan dievaluasi lagi. Berbagai implikasi, terutama beban yang harus ditanggung PLN menjadi pertimbangan pemerintah.
Sebelumnya, pemerintah berencana menghapuskan DMO batubara dan menggantikannya dengan pungutan sebesar 2 dollar AS-3 dollar AS per ton batubara yang diekspor. Dana tersebut bisa digunakan untuk menyubsidi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Dengan pungutan itu, dari sekitar 400 juta ton batubara yang diekspor, bisa diperoleh 1,6 miliar dollar AS.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir yang juga menghadiri ratas mengatakan, penyerapan batubara oleh PLN pada 2018 sekitar 92 juta ton. Jika DMO dicabut, PLN akan defisit hingga Rp 30 triliun. Oleh karena itu, Sofyan berharap kebijakan penghapusan DMO tidak diterapkan.
Dalam ratas kemarin, dibahas mengenai strategi kebijakan untuk memperkuat cadangan devisa. Dalam pengantar ratas, Presiden Joko Widodo meminta pengendalian impor dan peningkatan ekspor. “Saya minta impor dievaluasi lagi secara detail, barang yang tidak bersifat strategis perlu kita stop dulu atau dikurangi,” tegas Presiden.
Stabilitas terjaga
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyoroti risiko tekanan terhadap nilai tukar rupiah dan Surat Berharga Negara (SBN). Tekanan masih didominasi sentimen kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, dan perkembangan perang dagang AS-China.
“Hingga 20 Juli 2018, KSSK menyimpulkan stabilitas sistem keuangan triwulan II-2018 tetap terjaga di tengah meningkatnya tekanan global,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, kemarin.
Stabilitas perekonomian dan sistem keuangan tercermin dari sejumlah indikator, antara lain inflasi terjaga sesuai target, defisit APBN yang terkendali, surplus keseimbangan primer, perbaikan kinerja perbankan -terutama pertumbuhan kredit-, dan cadangan devisa yang memadai. Tekanan terjadi terhadap nilai tukar rupiah dan SBN.
Nilai tukar rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate Selasa, Rp 14.413 per dollar AS.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, sejak awal tahun ini hingga Selasa (31/7), rupiah melemah 6 persen terhadap dollar AS. “Langkah stabilisasi nilai tukar rupiah terus dilakukan dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar,” kata Perry. (KRN/INA)