Desain dan Aksesori Sepatu Indonesia Minim Variasi
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Industri sepatu Indonesia menempati urutan keempat produsen alas kaki dunia dengan total produksi 1.110 miliar pasang per tahun pada tahun 2016. Namun, desain alas kaki dan aksesori masih menjadi tantangan berat, khususnya bagi pelaku industri kecil dan menengah.
Dari sisi bisnis, kondisi itu bisa menjadi peluang membuka segmen pasar baru. Kuncinya, kemampuan berkreasi dan membaca selera pasar.
”Beberapa desain menonjolkan estetika, tetapi aspek fungsionalnya kurang. Desain lain berfungsi baik, tetapi estetikanya sulit diaplikasikan karena ketiadaan aksesori pendukung,” ujar Kepala Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) Kementerian Perindustrian Heru Budi Santoso di Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (31/7/2018).
Data itu diperoleh dari bank data desain sepatu nasional. Jumlah desain sepatu yang tersimpan di bank data baru sekitar 500. Itu pun tidak semua bisa diaplikasikan di dunia industri.
Rata-rata kebutuhan sepatu orang Indonesia saat ini lebih dari tiga pasang per tahun.
Untuk memperkaya desain sepatu nasional, BPIPI membuka ruang kreasi bagi semua kalangan, mulai pelajar, mahasiswa, desainer muda, hingga profesional. Itu dihadirkan melalui lomba desain alas kaki atau IFDC (International Footwear Desain Competition).
Antusiasme peserta tinggi, lebih dari 600 karya didaftarkan setiap tahunnya. Desain-desain sangat beragam. Bahan yang dipilih pun sangat beragam, seperti kulit sapi, kulit ular, kulit ikan, vinil, dan sintetis. Banyak yang mendesain bahan kombinasi.
Ketergantungan impor
Demi menghasilkan desain kreatif diperlukan aksesori pendukung. Masalahnya, ketergantungan terhadap akseori impor sangat tinggi, lebih dari 90 persen. Untuk itu, BPIPI rutin menggelar pelatihan produksi bahan baku aksesori, seperti pelatihan penyamakan kulit ikan.
Eka Lusiana, instruktur pelatihan penyamakan kulit ikan nila, mengatakan, banyak bahan potensial diolah, seperti kulit ikan nila, ular, dan buaya. BPIPI memberi pelatihan gratis kepada perajin sepatu.
”Pelatihan pengolahan kulit ikan menjadi aksesoris sepatu sangat bermanfaat. Di tempat asal saya, banyak kulit ikan dibuang setelah dagingnya diambil untuk dijual (fillet),” ujar Andi Muhattir, peserta pelatihan asal Makassar, Sulawesi Selatan.
Desain alas kaki yang kaya varian dan aksesori diharapkan menjadi modal pelaku usaha memperluas segmen pasar mereka. Sebagai gambaran, Indonesia akan mendapat bonus demografi di mana penduduk pada 2025 didominasi umur 20-39 tahun, yakni 30 persen dari total populasi. Mereka pasar potensial industri sepatu.
Selain itu, selama lima tahun (2012-2016) terjadi peningkatan signifikan terhadap konsumsi per kapita penduduk Indonesia dan hal itu berdampak terhadap konsumsi alas kaki. Rerata konsumsi alas kaki naik dari 1,8 pasang per penduduk per tahun pada 2012 menjadi 3,4 pasang per penduduk per tahun. Artinya, rata-rata kebutuhan sepatu orang Indonesia saat ini lebih dari tiga pasang per tahun. Konsumsi alas kaki akan semakin meningkat seiring bertambahnya penduduk dan peningkatan daya beli.
Heru Budi Santoso menambahkan, industri sepatu tidak hanya berpotensi mengisi pasar lokal, tetapi juga peluang mengisi pasar ekspor. Indonesia menempati urutan keempat produsen alas kaki dunia dengan total produksi sekitar 1,110 miliar pasang per tahun pada 2016. Indonesia masih kalah dari China, India, dan Vietnam.
”Kinerja ekspor industri alas kaki menunjukkan geliat positif, di mana pertumbuhannya mencapai 4,9 miliar dollar AS pada 2017,” ujar Heru.