Kisah Faris, Anak Yatim Lumpuh yang Tetap Semangat Belajar
Oleh
ADI SUCIPTO KISSWARA
·4 menit baca
Ketika ditanya apa cita-citanya, Muhammad Faris Aprilanto (12) menjawab ingin menjadi polisi. Saat diminta menyebutkan pelajaran apa yang disukai, ia menjawab Bahasa Inggris. Siswa kelas VI SD Negeri Warungering, Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, itu lumpuh sejak kecil.
Senin (30/7/2018), Faris akhirnya mendapatkan bantuan kursi roda, satu dari relawan untuk membantu mobilitas di rumah, satu lagi dari dinas pendidikan untuk mobilitas di sekolah.
Keterbatasan fisik tidak menyurutkan semangat belajar. Setiap pagi, Faris selalu minta diantarkan ke sekolah. ”Kalau tidak diantar ke sekolah, ia menangis,” ujar sang ibu, Kastin (58).
Biasanya, Faris berangkat ke sekolah diantarkan oleh kakak dan pulang dijemput oleh sang ibu. Ayahnya meninggal saat Faris berumur tiga tahun. Di rumah, si bungsu itu juga minta diajari ibunya. ”Kalau ingin sinau (belajar) di rumah, ya, saya ajari. Kalau tidak, ya, menangis,” ujar Kastin.
Faris tidak merasa minder dengan kondisinya. Ia tetap rajin berangkat sekolah. Pihak sekolah pun memberikan perhatian lebih. Jika sekolahnya pulang lebih awal, ada guru yang mengantarkannya pulang.
Kepala SD Negeri Warungering Djiman mengatakan, Faris bisa membaca dan menulis seperti teman sekelas. Namun, memang tangannya tidak seluwes teman-temannya.
Menurut Djiman, dirinya kaget saat tahu di sekolahnya ada siswa difabel. Faris saat ingin pipis berjalan ngesot. Itu termasuk kalau ingin jajan. Kadang Faris titip teman.
Kini sudah ada bantuan kursi roda, Djiman ikut gembira. Alat itu diharapkan bisa membantu keterbatasan Faris. Djiman sempat mengusahakan kruk bentuk U dan lingkaran untuk alat bantu jalan Faris. ”Namun, sepertinya kaki dan tangannya lemah tidak kuat menahan beban tubuh sehingga harus dibantu dengan kursi roda,” ujarnya.
Diabetes
Djiman juga salut kepada Kastin yang penuh kasih sayang mendukung Faris. Padahal, Kastin sedang berjuang melawan diabetes yang ia derita. Ia tetap sabar merawat, mengasuh, dan mengantar jemput putra bungsu ke sekolah.
”Biasanya mbaknya yang antar, saya yang jemput, naik sepeda. Kalau kakaknya sudah berangkat kerja duluan, ya, saya semua yang antar-jemput,” ujar Kastin.
Menurut Kastin, saat diperiksakan ke dokter saraf, Faris divonis mengalami kelainan pada saraf tulang ekor. Akibatnya, dia tidak mampu berjalan seperti teman-temannya. Ia lumpuh sejak kecil. Itu diketahui saat usia Faris sekitar setahun. ”Pas waktunya berjalan kok belum bisa. Setelah diperiksa, ternyata lumpuh,” katanya.
Sejak usia tiga tahun, Faris tidak bisa bermain jauh dari rumahnya, hanya bermain di halaman rumah, apalagi ayah telah meninggal. Kalau main, biasanya teman-teman yang datang. ”Ia suka mobil-mobilan,” kata Kastin.
Kastin pun senang. Kini, anaknya mendapatkan kursi roda. Ia berharap anaknya bisa lebih mudah bergerak dengan kursi roda. Bahkan, seusai diantar pada Senin (30/7/2018) Faris mulai mencoba naik. Tetap belum kuat. Kakaknya, Imam Khotib, mengangkatnya ke kursi.
Faris terlihat ceria. Ia mencoba menggerakkan roda. Maju pelan-pelan, mundur pun perlahan. Ia memang belum terbiasa, tetapi mulai menikmati ”mainan baru” itu.
Selama ini, saat berada di sekolah, Faris beraktivitas dengan cara ngesot apabila ingin buang air kecil. Khusus kalau mau buang air besar, ia meminta bantuan teman untuk memberi tahu Kastin. ”Ia pun meminta tolong kepada teman-teman untuk dibelikan jajan di kantin sekolah,” ucap Kastin.
Berkat relawan
Kondisi Faris terungkap saat tim relawan Berbagi dengan Ikhlas (Berkas) bertandang ke sekolah membagikan amplop senyum (santunan untuk yatim piatu). Saat itu, Faris tidak bisa hadir pada penyerahan amplop senyum karena lumpuh.
Relawan Berkas pun tergerak menggalang dana dan membelikan kursi roda. Pada saat bersamaan, tim dinas pendidikan yang mendengar ada penyerahan kursi roda pun membelikan dan menyerahkannya pada hari yang sama.
”Ini malah bagus, satu bisa di ditaruh di sekolah untuk aktivitas belajar-mengajar di kelas sehingga tak perlu bawa dari rumah. Satu ada di rumah untuk meringankan aktivitas di rumah,” ujar anggota relawan, Purnomo.
Semua orang berhak mendapatkan pendidikan. Melihat semangat belajar Faris, relawan pun tergerak memberikan bantuan alat bantu jalan. ”Kami juga serahkan tas dan buku. Sepatu dan mobil-mobilan yang diinginkan menyusul,” ujarnya.
Purnomo berharap, bantuan itu bisa meringankan beban Faris dan memompa semangat belajar lebih gigih. Purnomo meyakini, di balik keterbatasan seseorang, Tuhan pasti menyematkan kelebihan.
Solidaritas dan peran semua pihak di Desa Warungering memberikan pelajaran, semua punya sumbangsih agar setiap orang punya hak sama memperoleh pendidikan.