PHNOM PENH, KOMPAS -- Pemantau internasional menemukan fakta partai oposisi Kamboja nyaris sama sekali tidak memiliki saksi di tempat pemungutan suara. Hal ini bisa berdampak buruk terhadap kualitas pemilu dan demokrasi. Meski demikian, pemungutan suara pada Minggu (29/7/2018) dinilai berlangsung lancar dan baik.
Ketua Delegasi Pemantau asal Indonesia, Agung Laksono, mengatakan, pemilu tidak diikuti kekerasan dan berjalan tertib.
Komisi Pemilu Kamboja mencatat, 75 persen dari 8,3 juta pemilih memberikan suara. Mereka mencoblos di 22.267 TPS di seluruh Kamboja. Hasil pemilu akan diumumkan secara resmi antara 15 Agustus hingga 10 September 2018. Tak ada hitung cepat dalam pemilu Kamboja.
Anggota tim pemantau asal Indonesia, Jimly Asshiddiqie, menyebutkan, ada sejumlah catatan dalam proses pemilu dan demokrasi di Kamboja. Hal paling mencolok hanya saksi Partai Rakyat Kamboja (CPP) yang dipimpin Perdana Menteri Hun Sen terlihat di seluruh TPS. Adapun saksi 19 partai lain hampir tidak terlihat.
Pemantau asal Nepal, Swarnim Wagle, menyoroti hal serupa. ”Ketidakhadiran saksi dari partai lain amat mencolok,” ujarnya.
Fakta itu berkebalikan dengan pengumuman Komisi Pemilu Kamboja yang menyebut 79.781 saksi dari 14 partai sudah terdaftar untuk ditempatkan di TPS. Dari 20 partai peserta pemilu, Partai Cahaya Baru (NLP), Partai Kebangkitan Khmer (KRP), Partai Anti Kemiskinan Khmer (KAPP), Partai Kehendak Khmer (KWP), Partai Republik Khmer (KRP), dan Partai Dharmacracy tidak mendaftarkan saksi.
Pengerah saksi terbesar adalah CPP dengan 45.948 orang, Funcinpec dengan 16.684 orang, Liga Demokrasi 11.631 orang, dan Partai Persatuan Nasional Khmer 4.282 orang. Partai lain mengerahkan kurang dari 500 saksi untuk semua TPS.
Kualitas demokrasi
Jimly mengatakan, ketiadaan saksi dari partai lain menyulitkan jika ada yang keberatan dengan hasil penghitungan suara. Lemahnya kemampuan partai mengerahkan saksi juga menunjukkan ketiadaan oposisi yang kuat. ”Berbeda dengan pemilu 2013, saat ada CNRP (Partai Penyelamat Nasional Kamboja) yang memperoleh hampir 50 persen kursi,” ujarnya.
CNRP dibubarkan atas perintah pengadilan pada 2017. Menurut Jimly, indeks kebebasan peradilan Kamboja berada di peringkat terbawah dari 172 negara.
Ia mengingatkan, demokrasi tak hanya pemungutan suara sesuai prosedur. Demokrasi juga harus ditunjukkan dengan kepatuhan pada hukum dan pembatasan masa jabatan kepala pemerintahan atau kepala negara.
Juru bicara CPP, Suos Yara, yakin partainya akan memenangi pemilu 2018. Kemenangan ini akan membuat Hun Sen kembali menjadi PM.
Hun Sen pertama kali berkuasa pada 1979 kala menjadi wakil PM. Jabatannya naik menjadi PM pada 1985. Kekalahan pada pemilu 1993 membuat dia kembali menjadi Wakil PM. Pada 1997, ia mengudeta PM Kamboja Norodom Ranaridh dan naik menjadi PM. Sejak itu, ia menjadi PM sampai sekarang. Kini, Hun Sen merupakan PM dengan masa jabatan terlama di bumi.