250.000 Pasien Meninggal di UGD Setiap Tahun di AS
Oleh
Subur Tjahjono
·2 menit baca
Kesalahan medis di unit gawat darurat di rumah sakit diperkirakan menyebabkan 250.000 kematian per tahun di Amerika Serikat. Hasil penelitian di AS menunjukkan, penyebab terbanyaknya adalah karena pemrosesan informasi masalah pasien di UGD yang salah. Pengalaman di AS perlu menjadi perhatian UGD di Indonesia.
Penelitian berjudul ”Kesalahan Kognitif di Departemen Darurat Akademik” itu dimuat dalam De Gruyter’s Journal Diagnosis yang dipublikasikan sciencedaily.com 28 Juli 2018. Penelitian dilakukan antara lain oleh Benjamin H Schnapp dari Universitas Wisconsin, Jean E Sun dari Rumah Sakit Gunung Sinai New York, dan Jeremy L Kim dari Pusat Kesehatan Austin.
UGD adalah lingkungan klinis yang sangat berbeda dari bangsal rawat inap. Interupsi sering terjadi di UGD. Di UGD, sering informasi pasien tidak lengkap atau tidak dapat diandalkan. Oleh karena itu, para peneliti ingin mengetahui apakah aspek kogintif mempengaruhi kesalahan di UGD tersebut.
Peneliti mengamati pasien yang kembali ke UGD kedua kalinya dalam 72 jam dan dirawat di rumah sakit pada kunjungan kedua mereka. Tim dokter yang terlatih melihat setiap kasus untuk menentukan apakah tim selama kunjungan pertama pasien mungkin telah membuat kesalahan, dan jika ditemukan, tentukan jenis kesalahan yang dibuat.
Hasil penelitian itu menunjukkan, pemrosesan informasi yang salah adalah kategori kesalahan yang paling sering diidentifikasi (45 persen), diikuti oleh verifikasi yang salah (31 persen). Pengetahuan yang salah (6 persen) dan pengumpulan informasi yang salah (18 persen) terjadi relatif jarang. ”Salah menilai arti dari temuan penyakit” dan ”penghentian penanganan masalah terlalu cepat” adalah kesalahan individu yang paling sering terjadi (13 persen).
”Kesalahan kognitif pemrosesan informasi tampaknya terjadi pada tingkat yang lebih tinggi daripada kesalahan lainnya, dan dalam pola yang mirip dengan layanan kedokteran internal meskipun lingkungan klinis yang berbeda,” tulis Benjamin Schnapp dan kawan-kawan dalam kesimpulannya.
”Sangat penting bahwa kita memahami bagaimana dan mengapa kesalahan ini terjadi sehingga kita dapat mulai bekerja untuk mencegahnya, dan ini adalah satu langkah kecil menuju itu,” kata Schnapp.
Penelitian sebelumnya dikerjakan oleh Mark L Graber dari Universitas Negeri New York dan dan Eta S Berner dari Universitas Alabama, AS. Penelitian berjudul ”Terlalu Percaya Diri sebagai Penyebab Kesalahan Diagnostik dalam Kedokteran” itu dimuat dalam The American Journal of Medicine edisi Mei 2008.
”Kesalahan diagnostik ada pada tingkat yang cukup besar, mulai dari kurang dari 5 persen dalam spesialisasi perseptif hingga 15 persen di sebagian besar bidang kedokteran lainnya. Kepercayaan berlebih berkontribusi terhadap kesalahan diagnostik,” tulis Graber dan Berner dalam kesimpulannya.