Implementasi Peraturan Baru BPJS Kesehatan Dikaji Ulang
Oleh
Evy Rachmawati
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Implementasi beberapa peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang baru dan diberlakukan mulai 25 Juli 2018 akhirnya ditunda setelah menuai protes dari sejumlah pihak terkait. Pelaksanaan sejumlah peraturan terkait layanan katarak, persalinan dengan bayi lahir sehat, dan rehabilitasi medis dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Ilham Oetama Marsis menyampaikan hal itu dalam keterangan pers terkait hasil sarasehan bersama dengan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek bertema ”Profesionalisme Menuju Cakupan Kesehatan Semesta”, Jumat (27/7/2018), di Jakarta.
”Kami mengapresiasi keputusan Menteri Kesehatan dalam penutupan sarasehan hari ini bahwa peraturan BPJS Kesehatan ditunda pelaksanaannya dan akan dikaji kembali dengan melibatkan organisasi profesi (IDI) dan para pemangku kepentingan,” katanya.
Kami mengapresiasi keputusan Menteri Kesehatan dalam penutupan sarasehan hari ini bahwa peraturan BPJS Kesehatan ditunda pelaksanaannya dan akan dikaji kembali dengan melibatkan organisasi profesi (IDI) dan para pemangku kepentingan.
Menurut Marsis, PB IDI tetap akan mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia dengan memberikan pelayanan yang sesuai standar. ”Dengan situasi saat ini, pemerintah mestinya tidak mengorbankan kepentingan masyarakat, mutu layanan, dan keselamatan pasien demi terwujudnya masyarakat sehat sesuai visi-misi Nawacita,” ujarnya.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat dalam siaran pers, Jumat (27/7/2018), menyatakan, per 25 Juli 2018, BPJS Kesehatan menerapkan implementasi tiga peraturan.
Beberapa peraturan itu ialah Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
Pelayanan tetap dijamin
Nopi Hidayat memaparkan, berlakunya peraturan Direktur Jaminan Pelayanan ini jangan disalahartikan bahwa penjaminan akan pelayanan kesehatan katarak, fisioterapi, dan bayi baru lahir sehat diberhentikan atau dicabut. Jadi, tidak benar ada penghentian penjaminan pelayanan terhadap tiga hal itu.
”Semua pelayanan itu tetap dijamin skema JKN-KIS. Perdir itu terbit dimaksudkan untuk mengoptimalkan mutu pelayanan dan efektivitas penjaminan kesehatan. Jadi, tidak benar bahwa perdir tersebut untuk menghapuskan penjaminan pelayanan, misalnya menghapuskan penjaminan pelayanan katarak atau menghapuskan penjaminan pelayanan rehabilitasi medik. Ini yang perlu publik pahami,” ungkapnya.
Semua pelayanan itu tetap dijamin skema JKN-KIS. Perdir itu terbit dimaksudkan untuk mengoptimalkan mutu pelayanan dan efektivitas penjaminan kesehatan.
Dalam peraturan tentang pelayanan katarak, BPJS Kesehatan akan menjamin pelayanan operasi katarak. Peserta penderita katarak dengan visus (lapang pandang penglihatan) pada kriteria tertentu dengan indikasi medis dan perlu mendapatkan operasi katarak akan tetap dijamin BPJS Kesehatan. Penjaminan juga memperhatikan kapasitas fasilitas kesehatan, seperti jumlah tenaga dokter mata dan kompetensi dokter mata yang memiliki sertifikasi kompetensi.
Nopi menambahkan, terkait peraturan bayi baru lahir sehat, BPJS Kesehatan akan menjamin semua jenis persalinan, baik persalinan biasa/normal (baik dengan penyulit maupun tanpa penyulit) maupun tindakan bedah caesar, termasuk pelayanan untuk bayi baru lahir yang dapat ditagihkan oleh fasilitas kesehatan dalam satu paket persalinan untuk ibunya. Namun, jika bayi butuh pelayanan atau sumber daya khusus diatur dalam Perdirjampelkes Nomor 3, faskes dapat menagihkan klaim di luar paket persalinan.
Sementara terkait peraturan yang mengatur tentang rehabilitasi medik atau fisioterapi, pelayanan tersebut tetap dijamin dengan kriteria frekuensi maksimal yang ditetapkan dalam Perdirjampelkes Nomor 5.
”Perlu kami tekankan bahwa dengan diimplementasikan tiga peraturan ini, bukan dalam artian ada pembatasan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JKN-KIS. Namun, penjaminan pembiayaan BPJS Kesehatan disesuaikan dengan kemampuan keuangan BPJS Kesehatan saat ini. BPJS Kesehatan akan tetap memastikan bahwa peserta JKN-KIS mendapat jaminan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan,” ujarnya.
Pihaknya mengapresiasi dan menampung semua aspirasi, baik Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, asosiasi, perhimpunan profesi, maupun pihak terkait lain. Implementasi Perdirjampelkes Nomor 2, 3 dan 5 untuk ditingkatkan jadi peraturan badan melalui mekanisme dan ketentuan yang ada,” kata Nopi.