Fasilitas Khusus Wisata Halal KEK Mandalika Batal Dibangun
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — PT Indonesia Tourism Development Corporation, selaku pengelola Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Kute, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, membatalkan rencana pembangunan fasilitas khusus wisata halal di kawasan pantai itu. Alasannya para Duta Besar Negara Timur Tengah di Indonesia, area khusus itu akan terkesan wisatawan Timur Tengah dikucilkan.
Dalam jumpa pers, Jumat (27/7/2018), di Hotel D’Praya, Praya, ibu kota Lombok Tengah, Direktur Pengembangan PT ITDC Edwin Darmawasetiawan mengatakan, memang ada rencana membuat tempat khusus di kawasan pantai Kute untuk wisatawan Muslim. Namun niat itu batal setelah mendengar pendapat 10 Duta Besar Timur Tengah, yaitu Dubes Arab Saudi, Oman, Irak, Libya, Mesir, Maroko, Qatar, Bahrain, Yaman, dan Tunisia, dalam dialog dengan jajaran ITDC.
”Mereka menyebut satu kata yang artinya terkucil. Mungkin, maksudnya, bila areal itu ada, wisatawan Timur Tengah itu akan terkucil. Yang penting bagi mereka adalah ada kemudahan untuk ibadah dan produk makanan dari bahan hingga prosesnya memenuhi syarat halal,” tutur Edwin.
Oleh sebab itu, untuk pembangunan hotel baru, ITDC mensyaratkan adanya fasilitas bagi keperluan wisatawan Muslim sekaligus implementasi Lombok sebagai destinasi halal.
”Misalnya, di tiap kamar hotel ada ruang khusus untuk wudu yang terpisah dari kamar mandi,” ujarnya. Juga dalam kawasan ITDC seluas 1.175 hektar dilengkapi Masjid Nurul Bilad agar wisatawan Muslim bisa melaksanakan ibadah shalat saat berwisata ke Mandalika.
Bertolak belakang dengan Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah NTB Fauzan Zakaria. Pihaknya menyiapkan fasilitas dan berbagai sarana sesuai karakteristik dan berencana membangun pantai khusus (wisata halal) untuk wisatawan Timur Tengah. Pantai Mawun, di barat KEM Mandalika, menjadi pilihan karena relatif masih sepi dan letaknya jauh dari keramaian.
Tidak disebutkan desain pantai wisata halal itu nantinya. Sementara pantauan Kompas saat ini, sebagian besar tanah di kawasan itu menjadi milik per orangan dan menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi wisatawan lokal, domestik, dan mancanegara tiap hari.
Ketua Majelis Ulama Indonesia NTB Prof Saiful Muslim mengutarakan, dalam menerjemahkan wisata halal itu tidak perlu ribet-ribet. ”Sederhana saja, jangan terlalu terfokus pada merek. Umpamanya ada hotel syariah, itu tidak perlu pasang plang bertuliskan hotel syariah. Malah hotel itu kehilangan pangsa pasar sehingga wisatawan ketakutan ke NTB ini,” katanya, Jumat, di Mataram.
Dalam ketentuannya, dalam wisata halal ada hilal 1, hilal 2, dan hilal 3. Sebelum mencapai hilal 2 dan 3, dimulai dulu dengan hilal 1, yaitu tiap kamar hotel dilengkapi tempat wudu, sarung, mukena, sajadah, Al Quran, dan penujuk arah kiblat. Di restoran, ruang makan dan dapur dilengkapi stiker atau logo halal.
Menurut Saiful, fasilitas ibadah yang dilengkapi hotel itu dikatekorikan hilal 1, yaitu tiap kamar hotel dilengkapi tempat wudu, arah kiblat, sarung, mukena, Al Quran, serta adanya stiker halal yang ditempel di dapur hotel dan restoran.
Adanya stiker dan logo itu mengisyaratkan adanya kepastian bagi tamu hotel, restoran, dan warung bila produk makanan dari bahan hingga proses pembuatannya memenuhi standar halal, sehat, dan higienis.
”Apalagi saat ini di Amerika Serikat, Jepang, Thailand, wisatawan cenderung mencari makanan yang halal. Artinya bahan dan prosesnya memenuhi standar kesehatan dan higienis. Kalau sudah halal, berarti makanan itu sehat dan higienis,” ujar Saiful.