Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan Harus Dibenahi Menyeluruh
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sistem pengelolaan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan di Indonesia saat ini sangat buruk. Ini terbukti dari insiden tenggelamnya kapal-kapal penyeberangan di sejumlah lokasi di Indonesia, yang menewaskan ratusan orang dalam beberapa bulan terakhir ini.
Ketua Institut Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (IK2MI) Didik Heru Purnomo menegaskan hal ini ketika membuka diskusi publik bertema ”Membenahi Angkutan Sungai dan Penyeberangan”, Rabu (25/7/2018).
Salah satu contoh adalah tragedi tenggelamnya Kapal Motor Sinar Bangun di Danau Toba pada 18 Juni 2018 yang menelan korban 192 orang. Peristiwa ini terjadi karena aspek keselamatan transportasi berupa pembuatan sertifikat kelaikan diabaikan dan pengawakan kapal dibuat asal-asalan (Kompas, 5/7/2018).
Anggota Dewan Pakar Praktisi Maritim Indonesia, Triyuswoyo, menambahkan, dari pengakuan nahkoda KM Sinar Bangun, diketahui bahwa kapal berangkat tanpa prosedur apa pun. Selain itu, pelayaran kapal itu juga tanpa dilengkapi surat persetujuan berlayar.
”Ini berarti petugas itu ada tapi tiada. Mereka mengklaim tugas, tapi tidak dilaksanakan,” ucapnya.
Pembenahan menyeluruh
Triyuswoyo menyatakan perlunya penataan organisasi yang mengatur laut, sungai, danau, dan penyeberangan. Selain itu, perlu ada peningkatan sarana dan prasarana yang menunjang keselamatan dalam pelayaran.
”Orang yang ditempatkan juga harus memiliki keahlian di bidang pelayaran. Sumber daya manusia yang mengawasi pelayaran harus orang yang berintegritas,” katanya.
Komisaris Besar Sjamsul Badhar, Analisis Kebijakan Madya Korps Polisi Air dan Udara, Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatakan, tata kelola transportasi sungai, danau, dan penyeberangan perlu dibenahi secara menyeluruh.
”Pengawasan tidak hanya ketika kapal akan berlayar, tetapi juga dimulai sejak pembuatan dan pemeliharaan kapal. Semua harus dipastikan sesuai dengan aturan keselamatan dalam pelayaran,” ucapnya.
Pengawasan tidak hanya ketika kapal akan berlayar, tetapi juga dimulai sejak pembuatan dan pemeliharaan kapal. Semua harus dipastikan sesuai dengan aturan keselamatan dalam pelayaran.
Pasal 124 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menyebutkan persyaratan keselamatan kapal yang dimaksudkan meliputi material, konstruksi, bangunan, permesinan dan kelistrikan, stabilitas, perlengkapan alat penolong kapal dan radio, serta elektronik kapal.
Kepala Dinas Hukum Koarmada I TNI AL Farid Ma’ruf mengatakan, berbagai kecelakaan kapal akibat kesalahan sistematik terkait kultur dan struktur. Oleh karena itu, selain tanggung jawab petugas, penumpang juga perlu memiliki kesadaran tentang pentingnya keselamatan saat berlayar.
Selain itu, lanjut Ma’ruf, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 104 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan mengabaikan aturan-aturan tentang kenavigasian.
Berbagai kecelakaan kapal akibat kesalahan sistematik terkait kultur dan struktur.
”Mengapa peraturan ini tidak sebut PP Kenavigasian (Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010), padahal pola gerak kapal, kan, di laut. Jadi, kelaikan untuk berlayar itu seharusnya ada,” katanya.
Penegakan hukum
Salah satu praktisi kemaritiman Indonesia, Peni Pudji Turyanti, mengatakan, pembenahan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan dari segi penegakan hukum harus mengacu pada undang-undang yang bersifat khusus, yaitu undang-undang pelayaran.
”Dalam undang-undang pelayaran, kan, jelas, penegakan hukum harus menggunakan undang-undang yang mana. KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) baru bisa digunakan kalau undang-undang yang khusus mengatur tentang pelayaran itu tidak ada,” kata Peni.
Pasal 207 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 menyebutkan, syahbandar melaksanakan fungsi keamanan dan keselamatan pelayaran yang mencakup pengawasan dan penegakan hukum. Fungsi itu dalam hal angkutan di perairan, kepelabuhan, dan perlindungan lingkungan maritim di pelabuhan.
Selain itu, dalam Pasal 208 Ayat 2 disebutkan bahwa syahbandar melaksanakan tugas sebagai pejabat penyidik pegawai negeri sipil. Tugas itu salah satunya berkaitan dengan kelaiklautan kapal, keselamatan, kemananan, dan ketertiban pelabuhan. (STEFANUS ATO)