Anjing dikenal sebagai sahabat terbaik manusia sehingga sering digunakan untuk membantu kegiatan manusia. Ilmuwan di Amerika Serikat meneliti apakah anjing memang benar punya sifat demikian. Hasil penelitian membuktikan, anjing memang punya empati dan sifat suka menolong baik terhadap manusia maupun kepada anjing lainnya.
Penelitian berjudul ”Timmy di Dalam Sumur: Empati dan Bantuan Prososial pada Anjing” itu dimuat dalam jurnal Learning & Behaviour edisi 23 Juli 2018 yang dipublikasikan sciencedaily.com 24 Juli 2018. Penelitian dilakukan Emily M Sanford dari Universitas Johns Hopkins, serta Emma R Burt dan Julia E Meyers-Manor dari Kolese Macalester, Amerika Serikat.
Banyak anjing menunjukkan empati jika pemiliknya dalam kesulitan dan juga akan coba membantu menyelamatkan mereka. Emily M Sanford dan kawan-kawan menguji apakah asumsi itu mengandung kebenaran dalam pengertian bahwa anjing memiliki sifat prososial dan empati. Prososial adalah istilah psikologi sosial yang berarti sifat ingin menolong orang lain tanpa memedulikan motif penolong.
Dalam salah satu eksperimen mereka, Sanford dan rekan-rekannya menginstruksikan kepada pemilik 34 anjing untuk memberikan tangisan tertekan atau bersenandung sambil duduk di belakang pintu tertutup yang tembus pandang. Enam belas anjing ini terdaftar sebagai anjing terapi. Para peneliti mengamati apa yang dilakukan oleh anjing, dan juga mengukur variabilitas detak jantung mereka untuk melihat bagaimana mereka bereaksi secara fisik terhadap situasi tersebut.
Di bagian lain dari percobaan, para peneliti memeriksa bagaimana anjing-anjing yang sama ini menatap pemiliknya untuk mengukur kekuatan hubungan mereka.
Dari percobaan itu terlihat bahwa anjing membuka pintu lebih cepat jika pemiliknya menangis. Berdasarkan respons fisiologis dan perilaku mereka, anjing yang membuka pintu itu, pada kenyataannya, kurang stres daripada selama pengukuran awal, menunjukkan bahwa mereka bisa menekan kesusahan mereka sendiri.
Oleh karena itu, penelitian ini memberikan bukti bahwa anjing tidak hanya merasa empati terhadap orang, tetapi dalam beberapa kasus juga bertindak atas empati ini. Ini terjadi terutama ketika mereka mampu menekan perasaan tertekan mereka sendiri dan dapat fokus pada orang-orang yang terlibat.
Menurut Sanford, ini mirip dengan apa yang dilihat ketika anak-anak perlu membantu orang lain. Mereka hanya mampu melakukannya ketika mereka dapat menekan perasaan mereka sendiri dari tekanan pribadi.
”Tampaknya mengadopsi keadaan emosi orang lain melalui penularan emosi saja tidak cukup untuk memotivasi respons bantuan empatik. Jika tidak, anjing yang paling stres juga bisa membuka pintu,” ujar Julia Meyers-Manor.
Bertentangan dengan harapan, 16 anjing terapi dalam penelitian ini berperilaku sama saja dengan anjing-anjing lain. Artinya, tidak menunjukkan empati dan sifat suka menolong lebih baik daripada anjing bukan anjing terapi.
Menurut Meyers-Manor, ini mungkin karena anjing terapi terdaftar tidak memiliki sifat yang membuat mereka lebih perhatian atau responsif terhadap keadaan emosional manusia. Dia mengatakan bahwa tes sertifikasi anjing terapi melibatkan keterampilan lebih didasarkan pada ketaatan daripada pada ikatan manusia-hewan.
”Penelitian ini mungkin bermanfaat bagi organisasi anjing terapi untuk mempertimbangkan lebih banyak sifat penting anjing, seperti empati, dalam protokol pengujian pada anjing terapi,” kata Meyers-Manor.