Surabaya Kian Ramah Anak
SURABAYA, KOMPAS — Kota Surabaya kembali dinobatkan sebagai Kota Layak Anak 2018 dengan nilai tertinggi, yakni kategori utama. Penghargaan bergengsi tingkat nasional ini kembali diraih Kota Surabaya untuk kedua kali, pertama diraih pada 2017.
Penghargaan itu diserahkan langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise di Dyandra Convention Hall Surabaya, Senin, (23/7/2018) malam.
Apresiasi berupa penghargaan kategori utama dengan nilai tertinggi, Kota Surabaya masih belum bisa menyandang kota layak anak. Ini karena untuk bisa menjadi kota layak anak, Surabaya harus memenuhi 24 indikator yang ditentukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Pada tahun 2011 Surabaya masuk dalam kategori madya, sedangkan tahun 2012, 2013, dan 2015 naik menjadi kategori nindya dan terakhir pada 2017 Surabaya meraih kategori tertinggi, tingkat utama. Pada 2014, tidak ada penyerahan penghargaan Kota Layak Anak karena penyelenggaraannya dibuat bergantian dengan Anugerah Parahita Ekapraya.
Surabaya yang benar-benar bebas dari gelandangan, pengemis, dan anak jalanan, termasuk orang dengan gangguan jiwa, terus berupaya menjadikan kota berpenduduk 3 juta jiwa ini sebagai kota yang benar-benar layak dan nyaman bagi anak. Karena itu, banyak hal yang disiapkan dan terus-menerus disempurnakan.
Buat anak bebas untuk tumbuh dan berkembang di kota ini dan anak bisa mendapatkan haknya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tak pernah berhenti berinovasi sekaligus membangun.
Langkah awal, hampir seluruh taman, balai rukun warga (RW), serta tempat publik disediakan taman bacaan. Perpustakaan keliling rutin mendatangi warga sehingga tingkat keterbacaan anak-anak meningkat. Hampir seluruh taman, sebanyak 400 taman, dilengkapi tempat bermain anak, sarana olahraga, lapangan futsal, dan sarana lain untuk anak-anak berkreasi sambil bersosialisasi.
Dengan segala upaya karena begitu banyak penolakan, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pun secara perlahan menutup lokalisasi Dolly pada Juli 2014. Mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya ini tak sedikit pun khawatir menghadapi aksi penolakan dari berbagai lapisan masyarakat, untuk mengubah kawasan Dolly menjadi permukiman.
Memiliki masa depan
Anak-anak yang tinggal di kawasan itu benar-benar ”tidak sehat” karena rumahnya berada di lokalisasi yang sudah berkembang sejak 1964. Mereka umumnya menolak untuk sekolah karena sudah ikut menikmati hasil dari bisnis yang berkembang di kawasan itu.
”Jadi apa anak-anak itu kelak kalau dengan kondisi seperti ini saja mereka benar-benar sudah puas. Jadi banyak anak-anak putus sekolah,” kata Risma ketika hendak menutup lokalisasi itu. Intinya, penutupan lokalisasi demi masa depan anak-anak lebih baik ke depan.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Surabaya Chandra Oratmangun mengatakan, Pemerintah Kota Surabaya terus berupaya mewujudkan kota layak anak. Jadi tak sekadar ramah pada anak.
Beberapa kebijakan yang dibuat antara lain Kampung Pendidikan, Kampung Arek Suroboyo, Program Puspaga yang di dalamnya terdapat kegiatan parenting untuk anak normal dan anak berkebutuhan khusus, sekolah pranikah, dan konseling bagi anak ataupun keluarga yang mengalami masalah.
Selain itu, program In House Training bagi anggota linmas dan satpol PP untuk meningkatkan kapasitas perspektif perlindungan, program keluarga setara yang memberikan pembinaan kepada keluarga rentan perceraian, serta bakti sosial oleh forum arek Suroboyo dengan tema peduli gizi terhadap anak-anak di bantaran sungai.
”Surabaya kembali mendapat apresiasi berupa penghargaan sebagai kota layak anak. Tujuan dari semua upaya Pemkot Surabaya bukan pada penghargaan, tetapi demi anak-anak Surabaya bisa mendapatkan hak sepenuhnya sehingga mereka bisa berhasil dan sukses,” tutur Risma seusai menerima penghargaan Kota Layak Anak 2018.
Tujuan dari semua upaya Pemkot Surabaya bukan pada penghargaan, tetapi demi anak-anak Surabaya bisa mendapatkan hak sepenuhnya sehingga mereka bisa berhasil dan sukses.
Meski demikian, Pemkot Surabaya tidak pernah berhenti mewujudkan bagaimana anak-anak Surabaya bisa memperoleh haknya. Seperti bagaimana anak Surabaya bisa memperoleh pendidikan, kesehatan dengan layak, dan hak untuk bermain.
”Saya ingin semua anak Surabaya bisa bersekolah tanpa dihantui ketakutan bisa membayar atau tidak biaya pendidikan, tanpa ketakutan nanti bisa melanjutkan apa tidak. Saya terus mencoba merancang supaya tidak ada lagi anak Surabaya putus sekolah,” ucapnya.
Ini disebabkan hingga kini masih banyak anak sekolah, terutama pelajar SMA/SMK, baik negeri maupun swasta, putus sekolah karena tidak mampu membiayai pendidikannya. Siswa SMA/SMK bukan hanya tak mampu membayar uang sekolah serta beli seragam dan buku, tetapi juga biaya transportasi.
Disampaikan Wali Kota Risma, berbagai indikator menjadi pertimbangan penting dalam penilaian kota layak anak. Tidak hanya fasilitas, tetapi juga berbagai hal yang diputuskan, seperti bagaimana penanganan permasalahan terhadap anak.
Di Surabaya, jika ada anak mengalami berbagai persoalan, Pemkot Surabaya melakukan pendampingan, termasuk mengembalikan ke bangku sekolah. Program mengajak anak putus sekolah kembali ke bangku sekolah dilakukan melalui program Campus Social Responsibility (CSR) yang dikelola Dinas Sosial Surabaya.
Lewat program CSR yang sudah berlangsung tahun kelima, kata Kepala Dinas Sosial Surabaya Supomo, sudah ratusan anak yang terancam putus sekolah kembali melanjutkan pendidikannya. Program ini melibatkan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Surabaya serta dukungan dari perusahaan-perusahaan. Sebab, untuk membiayai kebutuhan anak-anak yang putus sekolah, paling tidak butuh dana Rp 2 miliar per bulan, dan Pemkot Surabaya tak memiliki kemampuan memenuhinya.
Saya terus memberikan ruang untuk anak-anak, seperti untuk penelitian, penemuan, itu harus kita kembangkan terus dan diwadahi.
Risma menuturkan, saat ini jumlah anak-anak berprestasi di Surabaya semakin meningkat. Kendati demikian, Pemkot Surabaya akan terus mendukung dengan memberikan berbagai fasilitas dan ruang agar anak Surabaya bisa menyalurkan bakat positifnya.
”Saya terus memberikan ruang untuk anak-anak, seperti untuk penelitian, penemuan, itu harus dikembangkan terus dan diwadahi,” lanjutnya.
Penghargaan Kota Layak Anak tahun ini menambah daftar panjang prestasi yang telah diraih Pemkot Surabaya. Meski demikian, Wali Kota Risma tidak cepat berpuas diri. Ia akan terus berkomitmen untuk mewujudkan bagaimana anak-anak Surabaya bisa memperoleh haknya dengan layak.
Sementara itu, Menteri PPPA Yohana Yembise mengatakan, salah satu sasaran yang ingin dicapai Kementerian PPPA menuju generasi emas 2045 adalah mewujudkan Indonesia Layak Anak (Idola). Perwujudan Idola ini menjadi sasaran pada 2030.
”Tahun 2045, ada sekitar 70 persen penduduk Indonesia yang berusia produktif. ”Saya berharap, pada tahun itu, Indonesia memiliki sumber daya manusia yang cemerlang,” ujar Risma.