Sepatu Pinjaman Demi Kemenangan
Fitra Rafiadin alias Bejo, tersenyum puas saat dia dan rekan setimnya di LKG-SKF Indonesia dikalungi medali dan mengangkat trofi pemenang ketiga Piala Gothia 2018, di Stadion Gamla Ullevi, Gothenburg, Swedia.
"Saya ke Swedia dengan sepatu pinjaman. Sepatu saya sobek dan Bapak belum sanggup membeli yang baru. Jadi, saya pinjam dari teman lain. Saya puas, dengan keterbatasan yang ada, kami bisa berprestasi,” kata Bejo, Sabtu (22/7/2018), saat penyerahan trofi.
Bagi Bejo, perjuangannya selama sembilan bulan berlaga di Liga Kompas Gramedia Panasonic musim 2017-2018, dan 3,5 bulan berlatih bersama tim hasil seleksi LKG, terbayar sudah. Mereka tidak menjadi juara. Tetapi, menembus empat besar di Piala Gothia, yang tak lain piala dunia untuk remaja, menjadi pencapaian yang pantas dihargai.
Bejo yang tinggal di Depok harus menempuh perjalanan selama satu jam untuk berlatih di Bogor, lokasi Sekolah Sepak Bola Kabomania, dengan kereta rel listrik. Dia turun di Stasiun Bojonggede, dan berlanjut menumpang sepeda motor rekannya, menuju tempat latihan.
Kadang, Bejo diantar ayahnya ke Bogor, jika sang ayah bertugas mengantar barang ke arah yang sama. Namun, ayahnya yang bekerja sebagai kurir, tidak selalu bisa mengantarnya.
Kesulitan hidup justru menempa Bejo menjadi bek yang lugas menjaga wilayah pertahanan. Bejo juga kerap membantu serangan dari sayap dan memudahkan para penyerang dan gelandang mencetak gol. ”Saya ingin berlatih sepak bola sepenuh hati agar dapat menjadi pemain profesional. Saya ingin mengangkat kehidupan orangtua yang sudah berjuang membiayai saya,” kata Bejo.
Di tim LKG-SKF, bukan hanya Bejo yang ditempa keterbatasan. Arya Wijaya juga mengalaminya. Arya yang tinggal di Bogor berlatih bersama SSB Buperta Cibubur. Arya harus menumpang temannya untuk berangkat latihan, karena ayahnya yang buruh bangunan, tak punya cukup biaya. ”Ayah pernah harus meminjam uang saat agar saya dapat ikut bertanding ke Subang. Saya juga harus menabung uang saku, tidak jajan sama sekali agar bisa mengganti sepatu yang kekecilan atau rusak,” kata Arya.
Namun, ia tak berkecil hati. Dia berjuang keras untuk lolos menjadi anggota tim LKG-SKF ke Piala Gothia. ”Saya ingin menjadi anggota tim ini karena banyak alumni tim Gothia yang menjadi pemain profesional. Saya juga ingin menjadi pemain profesional agar dapat menyejahterakan orangtua,” kata Arya.
Usahanya tidak sia-sia. Arya terpilih masuk ke dalam tim. Di Swedia, dia berkembang menjadi penyerang berbahaya bagi lawan. Arya mencetak 10 gol bagi tim LKG-SKF Indonesia.
Ajang belajar
Tim LKG-SKF diseleksi oleh para pemandu bakat Liga Kompas Gramedia Panasonic U14, dengan memilih 44 pemain terbaik, lalu disusutkan menjadi 24, sebelum terpilih 18 pemain yang menuju Swedia. Di bawah asuhan pelatih Iskandar, tim ini berlatih keras dan menjalani banyak laga uji coba.
Selain latihan teknik dan strategi, para pemain diajari sportivitas, kepatuhan terhadap aturan, kejujuran, semangat juang, dan kekompakan. Tak heran, para pemain tim ini tak pernah memprotes wasit, jika ada keputusan yang merugikan. Mereka juga tidak pernah diving, berlaku kasar, atau menantang lawan jika dikasari.
Saat melawan Interesporte/Boca dari Brasil di babak 32 besar, sejumlah pemain disikut, ditendang, dan dijegal secara kasar. Namun, para pemain Indonesia tidak membalas dan fokus pada permainan.
Tim membuka penampilan di grup 4 kategori Boys 15, dengan kemenangan 18-0 atas Skalborg Sk dari Denmark, lantas menang 2-0 atas Walddorfer SV (Jerman), dan unggul 6-0 atas Linkoping Kenty DF (Swedia).
Di fase gugur, tim asuhan Iskandar memulai aksi dengan menang telak 6-0 atas Solvesborgs GIF (Swedia). Mereka lalu menekuk tim Brasil, Interesporte/Boca dengan 2-0, melumat SC Weitmar 45 (Jerman) 4-0, lalu di perempat final memukul Kinna IF (Swedia), 2-1.
Pada semifinal Sabtu dini hari WIB, LKG SKF kalah tipis 2-3 dari Stjarnan 1 (Eslandia), dan terhentilah penampilan mereka di Piala Gothia 2018.
Secara total, tim LKG-SKG Indonesia mencetak 42 gol dari delapan laga dan kebobolan empat gol. Tim ini dipuji para penonton Swedia sebagai tim yang selalu bermain cantik dan penuh semangat juang. Para penonton dari Rusia, Inggris, Swedia, Malaysia, Kanada, dan warga Indonesia di Swedia selalu mendukung tim ini saat berlaga.
Bahkan, para wartawan Swedia memuji tim asal Indonesia itu sebagai tim yang bermain dengan teknik tinggi, sportif, fair play, dan layak dicontoh para pemain remaja dalam hal kepatuhan terhadap aturan dan semangat juang.
”Bagi pemain remaja, gelar juara bukan tujuan utama. Belajar menjadi pemain berteknik tinggi, patuh terhadap aturan, bermental baja, dan berkarakter positif adalah yang utama, agar terbawa terus sampai menjadi pemain profesional,” kata Iskandar, pelatih tim LKG SKF, Senin (23/7/2018) malam, setiba mereka di Jakarta.