Pemerintah ingin tetap menunjukkan ciri khas dan budaya Indonesia di Timur Tengah melalui menu makanan jemaah haji. Perusahaan katering yang berbasis di Arab Saudi harus menyesuaikan.
MEKKAH, KOMPAS -- Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia memastikan ketersediaan pasokan makanan bagi jemaah haji selama berada di Arab Saudi, termasuk saat berada di Mekkah untuk menunaikan wukuf (puncak haji). Demi kenyamanan para jemaah, menu makanan yang disajikan dijamin bercita rasa Nusantara.
Pemerintah mengontrak 36 perusahaan jasa katering yang bersertifikasi Indonesia, termasuk para kokinya. Perusahaan jasa tersebut berkewajiban menyediakan menu makanan untuk 204.000 orang jemaah reguler selama berada di Arab Saudi.
"Ini bagian dari promosi budaya Indonesia. Menu makanan harus mengakomodasi cita rasa Nusantara. Mayoritas bahan utama dan bumbunya harus didatangkan dari Tanah Air," ujar Endang Jumali, Kepala Kantor Daerah Kerja Mekkah PPIH Arab Saudi, saat mengunjungi salah satu dapur katering Bin Marta, kawasan Jabal Nur, Mekkah, Senin (23/7/2018). Dapur katering lainnya yang juga dikunjungi adalah Batha Quraisy.
Menu yang dimaksud antara lain acar, semur daging, rendang, dan cah jamur. Pengelola katering menunjukkan bumbu masak asal Indonesia termasuk rempah dan kecap. "Kita ingin tetap menunjukkan ciri khas dan budaya Indonesia di Timur Tengah. Perusahaan katering yang berbasis di Arab Saudi harus menyesuaikan," kata Sri Ilham Lubis, Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama.
Keberadaan jemaah di Arab Saudi terbagi dalam 8 hari di Madinah, 25 hari di Mekkah, serta 5 hari di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina). Khsusus di Mekkah, jemaah akan mendapatkan jatah makan sebanyak 40 kali. Jumlah itu meningkat dibanding tahun lalu yang hanya 25 kali. Makanan tersebut akan dipasok ke 165 hotel yang dihuni para jemaah.
"Jemaah diimbau untuk tidak menunda waktu makan agar makanan tidak sampai basi dan menimbulkan gangguan pencernaan," kata Endang.
Selama proses Armina yakni wukuf sampai lontar jumrah, jemaah akan mendapatkan jatah 16 kali makan. Proses Armina berlangsung 8 – 12 Dzulhijjah (19-24 Agustus).
Kedatangan jemaah
Hingga Senin sore, total jemaah asal Indonesia yang tiba di Madinah sudah tercatat 41.540 jemaah. Mereka terbagi dalam 103 kelompok terbang (kloter). Setelah 8 hari menjalani arbain (shalat 40 waktu di Masjid Nabawi), mereka akan bergeser ke Mekkah untuk wukuf. Rombongan jemaah yang bergerak pertama dari Madinah dijadwalkan tiba mulai di Kota Mekkah pada Kamis (26/7). Mereka adalah bagian dari para jemaah yang berangkat dari Tanah Air dalam gelombang pertama.
Adapun gelombang kedua yang berangkat dari 12 embarkasi di Tanah Air menuju Jeddah akan mulai tiba pada Senin (30/7). Kedatangan gelombang kedua akan berakhir pada lima hari jelang wukuf yakni tanggal 15 Agustus.
Sementara itu, gelombang keberangkatan jemaah dari 12 bandara embarkasi di Tanah Air ke Tanah Suci terus berlanjut. Senin malam misalnya, kloter 10 asal Maluku dan Maluku Utara bertolak dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar menuju Madinah. Jumlahnya 450 orang jemaah berikut lima petugas. Jemaah yang berangkat dari Embarkasi Makassar bukan hanya dari Sulawesi Selatan, tetapi juga dari provinsi lain di Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Dari sini akan berangkat 15.899 jemaah. (REN)