Mengukur Keefektifan Helikopter Memadamkan Kebakaran di Lahan Gambut
Dalam beberapa pekan terakhir ini, penampakan helikopter terbang rendah di atas Kota Pekanbaru, Riau, semakin sering terlihat. Namun, ada yang unik. Pesawat berbaling-baling rotor itu membawa beban berbentuk tabung kuncup, seperti payung dengan tali menjuntai di bagian bawahnya. Ketika heli melaju di angkasa, benda bertali itu terlihat seperti ekor panjang.
Buat orang luar (Riau), pemandangan itu mungkin aneh. Helikopter kok ada ekornya? Namun buat warga Riau, penampakan itu sudah biasa. Paling-paling warga akan mengatakan, ”Itu helikopter yang bertugas memadamkan api di lokasi kebakaran lahan dan hutan.”
Jawaban itu memang benar. Helikopter itu membawa sebuah benda bertali yang disebut ember (bucket). Fungsi ember itu adalah untuk mengambil air di sumber air, seperti sungai, laut, atau bahkan kanal, yang kemudian disiramkan ke lahan terbakar.
Heli tinggal mencari sumber air terdekat dari lahan kebakaran. Kemudian pilot akan menurunkan ketinggian heli agar ember bertali tadi tercelup ke dalam air. Ketika heli naik, ember yang tadinya kuncup sudah mengembang dengan membawa air yang siap menggempur api di lapangan.
Helikopter adalah peralatan andalan pemadaman kebakaran lahan dan hutan gambut di Tanah Air. Memadamkan api di lahan gambut dengan tenaga manusia di darat sungguh sangat sulit dan tidak sama seperti di atas tanah mineral.
Api di lahan gambut jarang terlihat di atas permukaan. Biasanya yang terlihat hanya asap, kecuali saat api melahap tumbuhan di atas tanah. Namun, di bawah permukaan, api gambut membara ibarat sekam padi.
Api akan menjalar ke segala arah, terutama pada gambut kering. Bunga api gambut gampang terbawa angin untuk menciptakan titik api di lokasi baru.
Pada musim kemarau seperti sekarang ini, Riau menyiagakan lima helikopter yang bertugas membantu penyiraman dari udara yang biasa disebut water bombing atau pengeboman air.
Sumatera Selatan yang akan menjadi tuan rumah Asian Games 2018 pada Agustus nanti bahkan bakal menyiapkan 10 helikopter buat menggempur api kebakaran lahan dan hutan. Tujuannya hanya satu. Jangan sampai ketika ajang olahraga terbesar di Asia itu berlangsung, bencana asap merusak suasananya. Kalau itu terjadi, Indonesia akan malu besar di mata internasional.
Hampir seluruh helikopter tadi merupakan bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Hanya beberapa unit milik (bantuan) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta perusahaan swasta yang bergerak di bidang industri kehutanan.
Di Riau, lima helikopter yang berjibaku memadamkan kebakaran dalam beberapa bulan terakhir adalah jenis Sikorsky, Mi-172, Mi-171, dan Kamov serta Super Puma. Pesawat yang terakhir adalah milik perusahaan grup Sinar Mas.
Sebenarnya masih dua unit helikopter jenis Bell 214 milik BNPB dan KLHK, yang lebih banyak dipakai untuk patroli udara. Kalaupun dipaksakan membantu pemadaman, heli jenis itu hanya mampu membawa beban kecil.
Volume air yang dapat diangkut berbeda-beda sesuai kapasitas helikopter dan besar bucket. Untuk heli jenis Sikorsky, Mi-172, Mi-171, Super Puma, dan Kamov dapat membawa beban 4.000 liter sampai 5.000 liter untuk sekali angkut. Adapun heli yang lebih kecil, seperti Bell 412, hanya dapat membawa beban 1.000 liter.
Banyak kalangan berpendapat, kehadiran heli sangat dibutuhkan saat terjadi kebakaran lahan. Bahkan, kerap disebutkan tanpa helikopter pemadaman di lahan gambut hampir mustahil dilakukan secara efektif.
Pendapat itu bisa saja benar, tetapi dapat pula salah. Dari satu sisi, helikopter menjadi sarana yang mampu membombardir lahan kebakaran di lokasi yang tidak dapat dijangkau akses kendaraan roda empat atau tim pemadam darat. Helikopter juga mampu mengatasi kendala kesulitan sumber air di lokasi terbakar.
Namun, helikopter memiliki batasan. Mesti memiliki banyak keunggulan, helikopter hanya efektif memadamkan kebakaran di lokasi baru. Atau lahan yang terbakar masih di bawah 10 hektar.
Kemampuan pilot juga merupakan faktor penting. Ada pilot yang mampu mengebom air 100 kali dalam satu hari. Namun, ada pula pilot yang hanya mampu bekerja menyiram 40 kali saja dalam sehari. Padahal, biaya operasionalnya sama.
”Kami pernah meminta pilot diganti kepada perusahaan penyedia helikopter karena kinerjanya lemah,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau Edwar Sanger.
Helikopter juga punya batasan jam terbang. Dalam satu hari, helikopter hanya boleh terbang selama 8 jam. Pukul 17.00, seluruh heli sudah harus pulang kandang. Padahal, di lapangan, api tidak mengenal waktu. Pada malam hari api terus berkobar. Karena itu, sering kali satu wilayah kebakaran yang sudah dibom air pada siang harinya, semakin meluas pada keesokan harinya.
Ketika lahan terbakar sudah lebih dari 10 hektar, sebuah helikopter nyaris tidak mampu lagi memadamkannya. Apalagi pada saat cuaca benar-benar kering.
Lihat saja fakta di lapangan saat api membakar lahan gambut di Desa Lubuk Gaung, Kecamatan Sungai Sembilan, Kota Dumai, Riau, pekan lalu, yang diperkirakan mencapai 50 hektar. Selama empat hari berturut-turut, lima helikopter dengan kapasitas bucket 5 ton ternyata tidak mampu memadamkan api di desa itu. Untungnya pada hari kelima, air Ilahi turun dari langit berupa hujan dan langsung memadamkan api itu.
Kapten pilot Sonny Sumarsono saat berbincang dengan Kompas pada kebakaran hebat di Riau tahun 2014 mengungkapkan, apabila lahan gambut sudah terbakar lebih dari 100 hektar, 10 heli pun akan sangat sulit memadamkannya.
Saat Sonny mengungkapkan pernyataan itu, kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil dan Bukit Batu Riau tengah terbakar lebih dari 1.000 hektar.
”Dengan kondisi seperti itu, sebanyak 1.000 helikopter pun diturunkan, kebakaran tidak mungkin lagi dapat dipadamkan. Hanya hujan yang mampu memadamkannya,” ujar Sonny yang sudah berpengalaman belasan tahun memadamkan kebakaran di lahan gambut.
Jadi, penggunaan helikopter bukanlah jawaban mutlak memadamkan kebakaran di lahan gambut. Helikopter hanya efektif memadamkan api dalam skala kecil. Ketika api sudah terlalu besar, alam akan menunjukkan kekuatan yang tidak tertandingi manusia lagi.
Biaya mahal
Biaya pemakaian helikopter untuk pemadaman juga sangat mahal. Seorang petinggi perusahaan swasta yang tidak ingin disebut namanya mengatakan, operasional satu helikopter untuk pemadaman dapat menelan biaya Rp 1 miliar per hari.
Bayangkan apabila ada 5 helikoper dipakai memadamkan kebakaran, berarti dana keluar mencapai Rp 5 miliar per hari. Satu bulan anggarannya menjadi Rp 150 miliar. Kalau kebakaran berlangsung tiga bulan, biaya dapat mencapai setengah triliun rupiah. Itu baru untuk pemadaman di Riau. Berapa pula biaya pemadaman di Sumatera Selatan, Jambi, dan Kalimantan?
Benar kata pepatah, api kecil adalah kawan. Api besar merupakan lawan. Jangan biarkan api membesar karena zat panas membara itu bukan tandingan helikopter. Jadi, janganlah bermain-main dengan api.