MALANG, KOMPAS – Mahasiswa di Malang terus dididik toleran atas perbedaan di sekitarnya. Hal itu tampak dalam program live in (hidup di masyarakat) lintas iman yang digelar Universitas Ma Chung terhadap mahasiswanya.
Universitas Ma Chung Malang bersama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Kepolisian Resor Kota Batu kembali mengadakan acara live in lintas iman. Kegiatan serupa sebelumnya dilakukan tahun lalu. Kegiatan bertajuk OBOR 2 live in lintas iman diadakan pada hari Senin (23/7/2018) hingga Rabu (25/7/2018) di enam komunitas keagamaan yaitu Pondok Pesantren Al-Hidayah, Klenteng Kwan Im Tong, Gereja Katolik Gembala Baik, Biara Santa Maria, Wihara Dhammadipa Arama dan Pura Luhur Giri Arjuno.
Menurut Felik Sad Windu Wisnu Broto selaku ketua panitia, acara OBOR 2 Live In Lintas Iman tersebut diadakan sudah kedua kalinya. Kegiatan itu diikuti oleh 70 orang peserta, terdiri dari 66 mahasiswa dari Universitas Ma Chung, Mahasiswa Unesa, Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim, Unisma dan tiga dosen serta seorang staf dari Universitas Ma Chung.
Kegiatan ini digagas oleh universitas Ma Chung dengan tujuan melatih mahasiswa mempraktikkan nilai toleransi, yaitu sikap menghormati dan menghargai agama lain yang berbeda dengan agamanya. “Mahasiswa tinggal di komunitas-komunitas keagamaan yang berbeda dengan agamanya. Harapannya mahasiswa tahu dan paham baik ajaran maupun kebiasaannya sehingga mahasiswa bisa menempatkan diri dengan baik. Bisa menghormati dan menghargai perbedaan yang ada. Dan di sinilah toleransi itu dipraktikkan,” Kata Felik, Selasa (24/7).
Lebih lanjut, Felik menjelaskan bahwa kegiatan OBOR 2 live in lintas iman selaras dengan program Nawacita Presiden Joko Widodo yang terakhir. Yaitu memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.
Pada hari kedua, Selasa (24/7), mahasiswa peserta live in yang tinggal di komunitas Hindu sekitar Pura Luhur Giri Arjuno bersama-sama hadir di kompleks Pura Luhur Giri Arjuno untuk melakukan kegiatan bersih-bersih lingkungan. Hadir dalam kegiatan itu Pariyanto, Ketua Majelis Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Batu. Menurut Pariyanto, kegiatan ini sangat baik dan perlu dicontoh oleh universitas lain. Ini sudah tahun kedua, dan umat Hindu tidak keberatan ada mahasiswa yang live in.
“Kami sangat senang ada mahasiswa Ma Chung live in di tempat kami. Apalagi mereka banyak bertanya tentang agama Hindu dan ajaranya. Dan bahkan sekarang mereka lagi bersih-bersih pura. Harapannya apa yang sudah dimulai oleh universitas Ma Chung ini bisa diikuti universitas lainnya. Nanti malam mahasiswa kami undang dalam acara sarasehan di rumah salah satu umat. Acara ini rutin kami adakan agar umat Hindu di sini semakin guyup. Dan mahasiswa senang dengan tawaran ini,” katanya.
Selesai bersih-bersih pura, selama dua jam mahasiswa mengadakan dialog tanya jawab dengan Pariyanto seputar pura dan ajaran agama Hindu. Dalam acara dialog yang dilakukan di pendapa kompleks pura, Pariyanto menunjukkan bahwa realitas kerukunan di Jatim sudah mengakar dalam budaya Jawa secara umum.
“Di Zaman kerajaan Majapahit, agama Hindu dan Budha bisa hidup rukun dalam satu kerajaan. Bahkan tempat ibadahnya ada yang menjadi satu. Demikian pula di kota Batu. Kehadiran Pura Luhur Giri Arjuno adalah satu satu bukti toleransi dan kerukunan. Karena Pura Luhur Giri Arjuno dibangun dengan gotong royong bersama dengan semua pemeluk agama di Dusun Junggo dan Dusun Wonorejo. Baik itu umat Islam, Kristen, Katolik maupun Budha. Bahkan sampai sekarang,” Kata Pariyanto.