Dukung Wisata Bahari, Pemerintah Berencana Bebaskan Pajak ”Yacht” Asing
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wisata bahari menjadi salah satu produk unggulan industri pariwisata Indonesia. Untuk mendukung pengembangan wisata bahari, pemerintah bahkan berencana membebaskan pajak kapal layar atau yacht asing. Selain itu, pengembangan produk kini juga dilakukan secara kolaboratif antara swasta, pemerintah daerah, dan dukungan kebijakan dari pusat.
Sebagai contoh, Togean International Oceanic Festival (TIOF) yang berlangsung pada 7-11 Agustus 2018 di Togean, Sulawesi Tengah. Festival ini mencakup kegiatan penghijauan bawah laut, diskusi ekowisata, dan kuliner tradisional.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Tojo Una-Una Mario, Selasa (24/7/2018) di Jakarta, menjelaskan, TIOF dikerjakan menggunakan dana pemerintah daerah sejak tahun 2017. Realisasi konsep kegiatan dijalankan promotor swasta bernama Lokaswara. Dari pusat, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi turut terlibat, terutama dalam memperkenalkan desa-desa wisata di Togean.
Secara geografis, Togean terdiri atas sekitar 462 pulau kecil. Penghuninya adalah suku Bajo, Togean, Babongko, dan Saluan. Suku tersebut dikenal sebagai sea gypsy nomad yang memiliki kultur maritim yang kuat.
Mario menyebutkan, pada akhir tahun 2017, total kunjungan wisatawan mancanegara dan Nusantara mencapai di atas 12.000 orang. Kepopuleran Togean melejit setelah adanya Festival Togean yang berkembang sejak dua tahun lalu.
Menurut dia, Festival Togean kini sudah menjadi bagian utama kalender pariwisata nasional. Untuk tahun ini, Festival Togean akan hadir pada 6-12 Agustus 2018. Harapannya, kedua acara mampu mendongkrak kunjungan wisatawan.
”Apalagi, pemerintah pusat juga aktif menggeliatkan desa wisata. Setiap penyelenggaraan kegiatan selalu diisi materi ekowisata. Tujuan akhirnya, masyarakat setempat bisa memperoleh keuntungan ekonomi dan habitat laut tetap terjaga,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Pariwisata Arief Yahya, dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Usulan Penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang Mewah untuk Kapal Yacht Asing, awal pekan ini, memandang, pajak nol persen bagi yacht akan mendorong kenaikan penerimaan negara. Dia sendiri telah melakukan perhitungan untuk menguatkan pandangannya.
Dengan PPn Barang Mewah Yacht sebesar 75 persen, negara akan memperoleh keuntungan 80,54 juta dollar AS. Apabila PPN dihapuskan, keuntungan yang bisa diperoleh negara berpotensi naik lima kali lipat, yakni 442,45 juta dollar AS. Kenaikan ini diasumsikan semakin banyak yacht masuk ke Indonesia. Arief menambahkan, potensi keuntungan besar lainnya adalah biaya sandar dan perawatan operasional yacht di Indonesia sebesar 350,7 juta dollar AS.
Rapat koordinasi turut dihadiri Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong, serta Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi. Rapat memutuskan deregulasi pajak untuk yacht perlu dilakukan agar mendorong kunjungan wisatawan mancanegara sehingga penerimaan devisa melonjak.
Thomas Lembong, dalam keterangan pers, menyebut sudah ada terobosan kebijakan terkait yacht. Salah satunya adalah penghapusan bea impor yacht sejak sekitar tahun lalu.
Dia menceritakan, sewa yacht telah berkembang di kalangan wisatawan di Langkawi (Malaysia) dan Pukhet (Thailand). Uniknya, sewa tidak terbatas dilakukan turis kelas atas, tetapi juga segmen menengah.
Apalagi di Langkawi (Malaysia) dan Phuket (Thailand), carter yacht sudah menjadi pilihan berlibur tidak hanya kalangan atas, tetapi juga kalangan menengah.
”Kami mendukung pembebasan PPN barang mewah, khususnya pada sewa yacht. Pemanfaatan yacht tidak hanya sebagai barang pribadi yang diparkir, tetapi juga bisa dijadikan moda pariwisata melalui metode sewa. Dengan demikian, semua segmen wisatawan dapat menikmati,” katanya.