JAKARTA, KOMPAS - Pelaku usaha di Indonesia menyambut baik penawaran bisnis teknologi di bidang lingkungan dari Taiwan. Teknologi yang dibagikan sesuai dengan yang dibutuhkan saat ini, yakni terkait pengolahan ulang limbah dan sampah yang kian menjadi momok di Indonesia.
Direktur PT Arus Tirta Niagatama, perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan air, Muhammad Sirod Rasoma, di Jakarta, Senin (23/7/2018), mengatakan, kualitas teknologi Taiwan masih di atas teknologi dari China. Bahkan, riset perusahaan Taiwan juga tidak kalah dengan negara-negara Eropa, seperti Jerman.
“Mereka juga menawarkannya dengan harga yang lebih murah,” kata Sirod, seusai pertemuan antara pebisnis Indonesia dan Taiwan bertajuk 2018 Trade Mission for Environmental Equipment and Green Products to Indonesia.
Terdapat beberapa teknologi yang menarik minat pebisnis Indonesia, yaitu teknologi pengolahan air daur ulang, limbah produk agrikultur, dan limbah plastik. Limbah produk agrikultur misalnya, dapat diubah menjadi pengganti plastik, sedangkan limbah plastik dapat dikonversi menjadi diesel.
Manager Taiwan External Trade Development Council (Taitra), organisasi promosi perdagangan nirlaba asal Taiwan, Macy Chen mengatakan, Taiwan memiliki teknologi yang dapat membantu permasalahan limbah di Indonesia dan negara Asia lainnya.
Permasalahan limbah rata-rata menimpa negara berkembang. Hal itu terjadi akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang cepat, dan kegiatan industri. Masalah pencemaran lingkungan pun semakin meningkat.
Selama beberapa dekade terakhir, Taiwan mengembangkan teknologi sehingga disebut sebagai The World’s Geniuses of Garbage Disposal oleh Wallstreet Journal. “Taiwan dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman akan teknologi canggih yang dimiliki,” ujarnya.
Menurut Global Trade Atlas, Indonesia adalah mitra dagang peralatan lingkungan terbesar keenam Taiwan dengan nilai 218 juta dollar AS pada 2017. Tingkat pertumbuhan perdagangan tahunan mencapai 2,55 persen.
Untuk mempermudah kerja sama, Taitra megajak empat perusahaan untuk memperkenalkan produk ke pebisnis lokal. Pertemuan dilaksanakan selama 23-24 Juli 2018.
Adapun keempat perusahaan itu adalah Cloudpard Suiso Company yang kebanyakan bergerak di bidang pemurnian air, eTouch Innovation bidang daur ulang sampah plastik dan elektronik, Hydron Innovation bidang pendauran ulang air, serta Shiftrewater Environmental Technology Business bidang pengontrol polusi udara dan air.
Chairman dan CEO eTouch Innovation Gordon Yu mengatakan, sebuah teknologi milik perusahaannya dapat mengubah bahan sisa produk agrikultur menjadi produk pengganti plastik. Contoh produk yang dapat dibuat adalah pelindung ponsel, penutup gelas kopi sekali pakai, piring sekali pakai, dan tempat telur.
Bahkan, salah satu teknologi perusahaannya juga dapat mengubah plastik menjadi diesel. “Teknologi ini dapat menjadi solusi bagi lautan Indonesia yang sedang terkena isu sampah plastik,” ujarnya.
Butuh insentif
Sirod menyampaikan, banyak perusahaan yang tertarik untuk mengadopsi teknologi dari Taiwan untuk membantu mengatasi masalah lingkungan. Hanya saja, pemerintah saat ini dinilai masih setengah-setengah dalam menunjukkan komitmen pelestarian lingkungan.
Ia mencontohkan, teknologi milik perusahaan Taiwan untuk mengolah sampah plastik menjadi bahan daur ulang yang digunakan sehari-hari sebenarnya menarik. Tetapi, pelaku usaha membutuhkan semacam insentif dari pemerintah, misalnya pemotongan pajak usaha sebesar lima persen karena membantu menjaga lingkungan.
“Selain itu, kami juga memerlukan nota kesepahaman yang mengatur sampah dari tempat pembuangan akhir sampah langsung dikirim ke perusahaan yang telah bekerja sama dengan pemerintah,” tuturnya.