Korut dan Eritrea, Negara dengan Tingkat Praktik Perbudakan Tertinggi di Dunia
Oleh
Elok Dyah Messwati
·3 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Hasil survei Indeks Perbudakan Global 2018 menunjukkan bahwa Korea Utara dan Eritrea tercatat sebagai negara dengan tingkat praktik perbudakan tertinggi di dunia. Survei global yang dirilis, Kamis (19/7/2018), berfokus pada peran konflik dan represi pemerintah dalam perbudakan modern.
Menurut Indeks Perbudakan Global 2018 yang dipublikasikan oleh kelompok hak asasi manusia Walk Free Foundation tersebut menyatakan bahwa negara di Afrika Tengah, Burundi, juga memiliki prevalensi perbudakan yang tinggi.
”Masing-masing di ketiga negara ini masih terdapat kerja paksa yang dilakukan oleh negara, di mana pemerintah mereka memaksa rakyatnya sendiri untuk bekerja demi keuntungannya (pemerintah) sendiri,” kata Kepala Penelitian Yayasan Minderoo Fiona David yang memimpin pengumpulan data survei.
Menurut perkiraan Walk Free Foundation dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), lebih dari 40 juta orang diperbudak di seluruh dunia pada tahun 2016. Menurut survei Walk Free Foundation pada tahun itu, praktik perbudakan di India adalah yang terbesar saat itu, yakni sekitar 18,4 juta orang diperbudak di antara 1,3 miliar penduduknya.
Bersama India di peringkat atas, China, Pakistan, Bangladesh, dan Uzbekistan merupakan lima negara teratas yang melakukan perbudakan terhadap warganya. Terhitung sekitar 58 persen orang yang hidup dalam perbudakan secara global.
Dipaksa negara
Namun, Korut memiliki persentase tertinggi terkait penduduk yang diperbudak dan itu tetap terjadi hingga hari ini. ”Di Korut, satu dari 10 orang berada dalam perbudakan modern dengan mayoritas yang jelas dipaksa bekerja oleh negara,” demikian hasil survei Indeks Perbudakan Global 2018.
Para peneliti mewawancarai 50 pembelot Korut yang kini tinggal di Korea Selatan. Mereka menggambarkan jam kerja yang panjang dan tidak manusiawi. Selama bekerja, mereka pun tidak dibayar. Mereka adalah orang-orang dewasa ataupun anak-anak yang bekerja di bidang pertanian, konstruksi, dan pembangunan jalan.
Menurut laporan tersebut, Pemerintah Eritrea di Afrika adalah ”rezim represif yang menyalahgunakan sistem wajib militer untuk menahan warganya agar melakukan kerja paksa selama beberapa dekade”. Pemerintah Burundi juga memaksakan kerja paksa, sementara kelompok-kelompok penggiat hak asasi manusia, termasuk Human Rights Watch, telah merasakan implikasi pasukan keamanan dalam kasus pembunuhan dan penghilangan orang.
Negara-negara lain dengan tingkat perbudakan modern tertinggi adalah Republik Afrika Tengah, Afghanistan, Sudan Selatan, dan Pakistan. ”Sebagian besar negara-negara ini sedang mengalami konflik, kekacauan sistem atau aturan hukum, pengungsian, dan kurangnya keamanan fisik,” demikian laporan tersebut.
Menurut laporan itu, dengan lebih dari 9 juta orang hidup dalam perbudakan–hampir 8 dari setiap 1.000 orang–maka Afrika memiliki tingkat perbudakan tertinggi di wilayah mana pun. Para peneliti juga memperingatkan bahwa konsumen di negara makmur bisa saja ternyata membeli produk yang diproduksi menggunakan tenaga kerja budak, termasuk komputer, ponsel, dan pakaian.
–Perbudakan global terdapat dalam ekonomi global kita,– Grace Forrest, salah satu pendiri Walk Free Foundation yang berbasis di Australia.
Praktik perbudakan tersebut kemungkinan bahkan terjadi lebih luas daripada yang ditemukan dalam penelitian. Laporan itu mencatat kesenjangan data dari negara-negara Arab, serta kurangnya informasi tentang perdagangan organ tubuh dan perekrutan anak-anak oleh kelompok-kelompok bersenjata. (THOMSON REUTERS FOUNDATION)