Alumni Al-Azhar Kairo Gelar Konferensi Internasional Moderasi Islam di NTB
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Kairo Cabang Indonesia tahun 2018 kembali akan mengadakan Konferensi Internasional Moderasi Islam dengan tema, ”Moderasi Islam dalam Perspektif Ahlussunnah wal Jama`ah”. Konferensi digelar pada 26-29 Juli 2018, di Mataram, Nusa Tenggara Barat, bekerja sama dengan Forum Komunikasi Alumni Timur Tengah NTB dan Pemerintah Provinsi NTB.
Sedikitnya 400 alumnus Universitas Al-Azhar Kairo direncanakan hadir dalam konferensi ini. Mereka datang dari 21 negara.
”Moderasi Islam saat ini menjadi sangat krusial dan harus dikedepankan di tengah situasi fenomena takfir (pengafiran) yang sebenarnya dimulai oleh kelompok khawarij di masa lalu, dan saat ini masih banyak dianut oleh kelompok Islam garis keras yang bisa dikategorikan sebagai khawârijul `ashr (khawarij modern),” ungkap Gubernur NTB TGB M Zainul Majdi, Ketua Umum Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) dalam jumpa pers mengenai persiapan konferensi di Jakarta, Jumat (20/7/2018).
TGB menjelaskan, fenomena takfir alias fenomena yang sering mengafirkan individu Muslim dan juga institusi negara Muslim saat ini terbukti memecah belah persatuan umat Islam. Fenomena ini juga dinilai menciptakan instabilitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
”Wasatiyah Al-Islam (Islam jalan tengah atau moderat) juga menjadi pesan inti dari Bogor Message yang dihasilkan oleh ulama dan cendekiawan Muslim dunia. Hal ini juga sejalan dengan pesan Presiden Joko Widodo dalam pembukaan KTT Cendekiawan Muslim Dunia yang digelar di Istana Bogor tersebut,” ujar TGB.
Untuk itulah, lanjutnya, wasatiyah atau moderasi Islam perlu terus disuarakan. Ini karena wasatiyah merupakan sebuah metode berpikir, berinteraksi, dan berperilaku yang didasari atas sikap tawazun (seimbang) dalam menyikapi keadaan perilaku yang dimungkinkan untuk dianalisis dan dibandingkan sehingga dapat ditemukan sikap yang sesuai dengan kondisi dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agama dan tradisi masyarakat.
TGB menyebutkan, wasatiyah Islam mencerminkan ajaran Islam yang ramah dan damai, antara lain toleran dalam menyikapi keragaman, memberikan kemudahan dalam beragama, memahami realitas kondisinya di masyarakat, terbuka dalam interaksi dengan agama dan peradaban lain, serta tidak gampang mengafirkan orang lain.
”Apalagi selama masih mengucapkan dua kalimat syahadat dan shalat menghadap kiblat yang sama,” lanjutnya.
Wakil Ketua OIAA Muchlis M Hanafi mengungkapkan, penyelenggaraan konferensi dilatarbelakangi oleh keinginan kuat untuk menghadirkan wajah Islam yang moderat, toleran, ramah, dan damai dalam kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara, di tengah meningkatnya fenomena ekstremisme dan radikalisme.
Istilah moderasi Islam, kata Muchlis, belakangan ini kembali menggema tidak hanya di tingkat lokal, tetapi juga di tingkat global. Fenomena terorisme dan ekstremisme beragama membangkitkan kembali kesadaran untuk menghadirkan kehidupan keagamaan yang moderat.
”Sisi-sisi kemoderatan Islam dikaji dan disuarakan kembali. Islam yang ramah, toleran, terbuka, dan cinta damai,” ucap Muchlis. (*)