JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah mengenakan tarif cukai sebesar 57 persen dari harga jual eceran bagi liquid vape atau cairan vape yang merupakan hasil pengolahan tembakau lainnya. Pengenaan tarif tersebut antara lain dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi dan mengawasi peredaran vape atau rokok elektrik.
"Vape ini mengandung nikotin yang dihasilkan dari tembakau sehingga dengan demikian harus tunduk pada Undang-Undang Cukai dan turunannya," kata Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi di Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Heru mengatakan hal tersebut seusai acara pemberian izin perdana Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) kepada beberapa pengusaha pabrik liquid vape.
Karena tunduk pada UU Cukai dan turunannya, maka liquid vape yang merupakan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) harus dilekati pita cukai. Pemerintah memberikan relaksasi penerapan cukai untuk vape tersebut hingga 1 Oktober 2018. "Setelah batas waktu transisinya selesai maka vape yang tidak ada pita cukainya akan kami sita," kata Heru.
Meski tujuan utama bukan penerimaan, namun pengaturan cukai untuk vape akan berdampak pada penerimaan. Ditjen Bea Cukai memperkirakan potensi penerimaan cukai vape ke kas negara sampai akhir tahun berkisar Rp 50 miliar hingga Rp 70 miliar.
Heru menuturkan bahwa faktanya saat ini vape banyak diproduksi dan dikonsumsi di Indonesia dengan perkembangan yang berarti. "Sebagai referensi, pada tahun 2013 jumlah pengguna baru berkisar ribuan. Tahun 2017 pengguna aktif sudah mencapai sekitar 650.000 pengguna. Jadi ini adalah sesuatu yang lebih baik diatur," ujar Heru.
Pada tahun 2013 jumlah pengguna vape baru berkisar ribuan. Tahun 2017 pengguna aktif sudah mencapai sekitar 650.000 pengguna.
Selama ini rokok elektrik yang beredar diklaim lebih aman dari rokok konvensional. Padahal, rokok elektronik mengandung nikotin, zat toksik, dan zat bersifat karsinogen (pemicu kanker). Bahan yang juga ada di cairan rokok elektrik antara lain logam berat, formaldehida, aldehida, silikat, nanopartikel, dan particulate matter (PM). (Kompas, 31 Mei 2018)
Dalam tiap isapan rokok elektrik mengandung 0-35 mikrogram nikotin. Menghirup rokok elektrik 30 kali mencapai nikotin 1 miligram atau setara yang terkandung pada rokok konvensional. Selain berdampak buruk bagi perokoknya, uap rokok elektronik berbahaya bagi orang lain di sekitar perokok.
Rokok elektrik dan konvensional berbahaya karena kandungannya sama. ”Kalau disebut kandungan rokok elektronik lebih aman dari rokok konvensional karena volumenya lebih sedikit, itu soal waktu. Tak ada batas aman bagi zat-zat berbahaya pada rokok konvensional dan elektrik,” kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto dalam jumpa pers peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun 2018 akhir Mei lalu.
Kepastian hukum
Tarif cukai hasil tembakau diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 146 Tahun 2017. Pemerintah juga menetapkan beberapa aturan pendukung untuk industri HPTL agar kian memberi kepastian hukum, meningkatkan pelayanan bidang cukai, dan meningkatkan administrasi keuangan negara.
Aturan dimaksud antara lain PMK 66 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan NPPBKC. Ada pula PMK 67 Tahun 2018 tentang Perdagangan Barang Kena Cukai yang Pelunasan Cukainya dengan Cara Pelekatan Pita Cukai atau Pembubuhan Tanda Pelunasan Cukai Lainnya. Selain itu juga PMK 69 Tahun 2018 tentang Pelunasan Cukai.
Heru menuturkan, pemerintah akan mendorong semua hal berkaitan dengan ekspor. "Ada sekitar 200 produsen vape di Indonesia yang diharapkan sebagian di antaranya bisa mengekspor," ujarnya.
Ada sekitar 200 produsen vape di Indonesia yang diharapkan sebagian di antaranya bisa mengekspor.
Menurut Heru dorongan ekspor akan dilakukan melalui fasilitas yang sudah ada. "Sebagian bahan baku yang diimpor dari luar negeri - kalau selanjutnya diolah atau diproduksi di dalam negeri dan kemudian diekspor - maka bisa diberikan fasilitas tidak dikenai bea masuk dan pajak impor," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia Aryo Andrianto mengatakan, potensi mengekspor vape sangat besar. "Sehingga kami butuh dukungan dari pemerintah untuk mempermudah ekspor dan impor bagi industri ini," ujarnya.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Produsen e-Liquid Mikro Denny Syarifah menuturkan saat ini banyak permintaan vape dari beberapa negara di Timur Tengah, Eropa, Amerika Tengah, dan Asia.
"Kalau ditotal dari semua negara mungkin bisa sampai 1 juta hingga 2 juta botol dalam satu bulan. Kami melihat ini dari data ekspor Malaysia, kompetitor terdekat kita," katanya.