TANGERANG, KOMPAS — Kunjungan warga ke taman di Tempat Pembuangan Akhir sampah Rawa Kucing, Tangerang, Banten, dibatasi sejak momen Ramadhan beberapa bulan lalu. Hal tersebut disebabkan membeludaknya kunjungan warga saat itu yang mencapai 4.000 orang dan merusak sejumlah tanaman di kawasan taman.
Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang Engkos Kosasih mengatakan, pembatasan tersebut ditujukan kepada warga secara umum untuk mengantisipasi keamanan dan kenyamanan warga di taman. ”Bukan berarti mengurangi hak pengunjung, hanya agar warga jadi lebih nyaman ketika ke sana,” kata Kosasih.
Berdasarkan kunjungan Kompas, Selasa (17/7/2018), kawasan taman TPA Rawa Kucing sepi oleh kedatangan warga. Salah seorang petugas kebersihan taman, Firman (29), mengatakan, sebagian wilayah seperti di bukit rumput waktu itu jadi banyak sampah saat dikunjungi warga.
Sementara itu, beragam fasilitas, seperti kebun tanaman bonsai, lapangan sepak bola mini, rumah hijau, serta jalur untuk lari-lari ringan, masih terawat dan dapat digunakan. Secara umum, tidak ada masalah selain ada sedikit bau sampah yang kadang masih tercium dan penggunaan ampas kopi untuk menghilangkan bau tidak berdampak banyak.
Kepala Subbagian Tata Usaha TPA Rawa Kucing Marsan menyayangkan adanya pembatasan kunjungan tersebut. ”Bahkan, warga dari Kalideres saja turut datang ke sini. Rasanya sayang sekali bila pengunjung tidak difasilitasi,” ujar Marsan yang juga merupakan penggagas adanya taman di TPA Rawa Kucing.
Saat membeludak kunjungan seperti beberapa waktu lalu, Marsan mengatakan, memang terjadi sedikit masalah karena lapangan sepak bola dijadikan lahan parkir darurat. Selain itu, pengelolaan parkir setempat jadi perebutan sebagian kelompok karena dianggap menghasilkan uang.
”Hal seperti itu sebaiknya dapat dikomunikasikan bila memang masalahnya mengenai lahan parkir,” kata Marsan.
Berdasarkan pemberitaan Kompas, Jumat (8/6/2015), dari lahan seluas 35 hektar, terdapat 18,53 hektar yang dimanfaatkan sebagai zona pasif di TPA Rawa Kucing. Salah satu pemanfaatan lahan pasif tersebut adalah sebagai taman dan kawasan ruang terbuka.
Marsan mengatakan, beberapa wahana yang dikunjungi warga, seperti bukit rumput, merupakan garapan dirinya bersama petugas kebersihan dari warga setempat. Ia memanfaatkan sampah yang dikumpulkan hingga menggunung, kemudian dilapisi tanah dan ditanami tumbuhan hijau.
Terkait padatnya pengunjung, Kosasih mengatakan bahwa dirinya menghendaki taman sebaiknya dikunjungi 200-500 orang per hari agar terlihat teratur. ”Secara wilayah pun pihak satpam yang bertugas sehari hanya tiga orang. Jadi sangat sulit mengontrol keamanan dengan pengunjung ribuan,” kata Kosasih.
Pembatasan juga nantinya akan dilakukan melalui pemasangan papan penjelasan mengenai jam berkunjung. ”Pada hari libur, misalnya, mungkin dibuka mulai pukul 08.00 hingga pukul 16.00 dan dipasang dengan papan agar warga yang datang langsung tahu,” ujarnya.
Kosasih kemudian mengatakan kawasan tersebut juga sebagai tempat yang terbatas secara wilayah. Selain itu, di sekitar area tersebut juga terdapat gas metan yang mungkin riskan bagi kenyamanan pengunjung.
Kendati dibatasi, ia mengatakan bahwa tempat tersebut tetap terbuka bagi tujuan-tujuan edukasi. ”Untuk kunjungan dari sekolah-sekolah tidak akan ditutup. Tempat ini, kan, awalnya dimaksudkan untuk mengubah persepsi bahwa TPA bisa jadi kawasan yang hijau,” kata Kosasih. (E19)