GORONTALO, KOMPAS – Daerah di luar Jawa tengah bersiap melaksanakan imunisasi campak-rubella pada Agustus dan September 2018. Sejumlah persiapan juga sosialisasi dilakukan agar cakupan imunisasi tinggi. Harapannya Indonesia bisa mencapai eliminasi campak rubella pada tahun 2020.
Di Gorontalo, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo Triyanto Bialangi, Selasa (17/7/2018), mengatakan, kabupaten/kota di Gorontalo siap melaksanakan imunisasi campak-rubella atau measles-rubella (MR). Sosialisasi dan pelatihan kepada tenaga kesehatan di tingkat puskesmas sudah dilakukan. Bahkan, sosialisasi kepada tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pemangku kepentingan listas sektor pun telah dilakukan.
Di Provinsi Gorontalo terdapat 300.000 lebih anak yang jadi sasaran imunisasi MR mulai Agustus nanti. “Logistik untuk vaksinasi sudah siap. Vaksinnya dikirim dari Kementerian Kesehatan,” ujar Triyanto.
Triyanto tidak terlalu khawatir dengan kemungkinan adanya resistensi masyarakat untuk mengimunisasi anaknya. Selama ini, keluhan yang kerap muncul hanya berupa orangtua yang khawatir anaknya sakit karena anaknya yang panas setelah diimunisasi. Untuk itu, penyuluhan dan sosialisasi terus digencarkan terutama kepada ibu-ibu sehingga mereka paham tentang pelaksanaan imunisasi.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo, Roni Sampir, menyampaikan, Pemkab Gorntalo telah berkomitmen untuk memberikan vaksinasi MR kepada 11.000 anak yang jadi sasaran. “Jadwal sosialisasi sudah ada. Tinggal mengumpukan para pemangku kepentingan lintas sektor dan melaksanakannya. Kader kesehatan, tenaga pendidik, penggerak PKK akan dikerahkan,” katanya.
Roni optimistis cakupan imunisasi MR di Kabupaten Gorontalo tinggi. Sebab, saat ini cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) di Kabupaten Gorontalo sudah sebesar 93 persen dengan cakupan IDL di desa mencapai 97 persen. Cakupan yang tinggi itu diperoleh setelah Pemkab Gorontalo menerapkan kebijakan imunisasi dasar lengkap sebagai syarat anak masuk ke Taman Kanak-Kanak atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Pemkab Gorontalo menerapkan kebijakan imunisasi dasar lengkap sebagai syarat anak masuk ke Taman Kanak-Kanak atau Pendidikan Anak Usia Dini.
“Anak yang lengkap imunisasinya kami wisuda. Orangtua jadi terpacu untuk anaknya diimunisasi. Kalau tidak, tidak bisa masuk TK atau PAUD,” kata Roni.
Vaksin didistribusikan
Saat kunjungan di Gorontalo, Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyampaikan bahwa vaksin kombinasi campak-rubella sudah mulai didistribusikan ke daerah-daerah. Nila optimistis cakupan imunisasi MR di luar Jawa tahun 2018 tinggi.
Pemberian vaksin MR ini merupakan pemberian tahap kedua setelah pada 2017 dilakukan di Pulau Jawa dengan sasaran 35 juta anak. Di tahun 2018 ini, imunisasi MR dilakukan di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Pada Agustus nanti, imunisasi MR dilakukan kepada siswa PAUD hingga SMA. Pada September, imunisasi dilanjutkan di posyandu, puskesmas, dan puskesmas pembantu untuk bayi dan anak yang belum dan tidak sekolah.
Campak dan rubella merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan menular melalui saluran napas. Campak dapat menyebabkan komplikasi yang serius, seperti diare berat, radang paru, radang otak, kebutaan, bahkan kematian.
Adapun rubella atau campak jerman umumnya berupa penyakit ringan pada anak dengan gejala demam dan ruam ringan. Sebagian rubella justru tidak bergejala. Namun, infeksi rubella pada ibu hamil di trimester pertama dapat menyebabkan keguguran atau sindrom rubella kongenital pada bayi yang dilahirkan, misalnya retardasi mental.
Infeksi rubella pada ibu hamil di trimester pertama dapat menyebabkan keguguran atau sindrom rubella kongenital pada bayi yang dilahirkan, misalnya retardasi mental.
Kementerian Kesehatan memperkirakan, di Indonesia insiden sindrom rubella bawaan (CRS) 0,2 per 1.000 kelahiran per tahun. Pada 2015 ada 979 kasus baru CRS dari 4,89 juta kelahiran. Kerugian ekonomi akibat CRS diperkirakan Rp 1,09 triliun.
Hasil surveilans yang dilakukan di sejumlah rumah sakit di Indonesia menunjukkan tingginya kejadian CRS. Data Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional tahun 2015 menunjukkan, dari hasil surveilans di sejumlah rumah sakit pemerintah tahun 2015 terdapat 256 terduga CRS berdasarkan klasifikasi klinis dan pemeriksaan IgM antirubella.
Tahun 1993-2013 di Surabaya, terdapat 93 pasien terduga CRS dan pada periode 2008-2013 di Yogyakarta ada 1.419 kasus terduga CRS. Berdasarkan data dari Komite Penasihat Ahli Imunisassi Nasional tahun 2015, gambaran klinis CRS terbanyak ialah penyakit jantung bawaan (79,5 persen) dan ketulian (31,1 persen) (Kompas, 21/7/2017).
Di dunia pun, rubella masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Jika tak diatasi, banyak bayi terkena CRS dan butuh biaya terapi yang besar. Karena itu, negara-negara di dunia melalui Rencana Aksi Vaksinasi Global menargetkan eliminasi rubella tahun 2020.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan dua strategi untuk eliminasi rubella. Pertama, imunisasi rubella pada kelompok umur dominan yang terkena sesuai dengan data epidemiologi sehingga bisa memberikan kekebalan kelompok pada perempuan usia subur. Kedua, introduksi vaksin rubella ke dalam vaksin campak monovalen yang ada secara simultan.
Hingga kini, cara paling efektif membangun kekebalan tubuh terhadap virus rubella ialah dengan vaksinasi rubella. Vaksin rubella bisa diberikan berbentuk tunggal (monovalen) atau kombinasi campak dan rubella (measles rubella/ MR) atau gondong, campak, dan rubella (mumps-measles-rubella/ MMR).