JAKARTA, KOMPAS — Masih banyak angkutan barang di Indonesia yang melanggar aturan kelaikan kendaraan untuk beroperasi. Kendaraan yang melanggar ketentuan mengancam keselamatan berkendara, memperlambat daya saing, dan merusak fasilitas negara.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyebutkan, sebanyak 19.611 kendaraan (49,45 persen) dari 39.661 unit yang diperiksa melanggar ketentuan kelaikan. Data tersebut merupakan hasil pemeriksaan yang dilakukan di 11 unit pelaksanaan penimbangan kendaraan bermotor (UPPKB) pada 19 April-30 Mei 2018.
Dari 19.611 kendaraan itu, sebanyak 54,45 persen melanggar ketentuan daya angkut (overloading), 39,63 persen bermasalah dalam kelengkapan dokumen, 5,86 persen melanggar persyaratan teknis, dan 0,06 persen tidak sesuai dengan ketentuan dimensi kendaraan (overdimension).
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi, dalam diskusi ”Kerja Sama Pemerintah dan Swasta Pengelolaan UPPKB: Implementasi Otomatisasi Jembatan Timbang” di Jakarta, Selasa (17/7/2018), mengatakan, jumlah pelanggaran tersebut sedikit turun jika dibandingkan dengan temuan tahun 2017 ketika pelanggaran mencapai 79,83 persen.
”Jumlah itu turun, tetapi ternyata karena sebagian kendaraan sekarang melewati jalan tol. Kami akan mencegat mereka di sana,” ujar Budi.
Terkait dengan pelanggaran daya angkut, ditemukan kendaraan yang bahkan mengangkut muatan lebih dari 100 persen dari kemampuan kendaraan, yakni 11 persen. Kendaraan yang mengangkut barang di atas kemampuan hingga 50-100 persen sebesar 32,45 persen, di atas kemampuan 20-50 persen sebesar 37,97 persen, dan di atas kemampuan 5-20 persen sebesar 18,89 persen.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, yang turut hadir dalam diskusi tersebut, menambahkan, truk yang melanggar ketentuan rentan mengancam keselamatan berkendara di jalan raya. Kelaikan kendaraan untuk beroperasi menjadi terganggu karena ada beban tambahan.
Berdasarkan catatan Kompas, pada 21 Mei 2018, misalnya, terjadi kecelakaan beruntun akibat satu truk lepas kendali karena kelebihan muatan di Jalan Raya Tegal-Purwokerto, Brebes. Kecelakaan itu menewaskan 12 orang.
Kendaraan dengan kelebihan beban juga memperlambat produktivitas daya saing karena harga komoditas ikut terpengaruh. Sebuah truk dengan kecepatan mencapai rata-rata 70 kilometer per jam dapat turun menjadi 30 kilometer per jam. Kendaraan itu membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan dan bahan bakar yang lebih banyak.
Truk yang melanggar ketentuan rentan mengancam keselamatan berkendara di jalan raya.
”Selain itu, truk yang melanggar daya muat dan kapasitas merusak jalan hingga Rp 43 triliun per tahun,” ujar Menteri Budi.
Hal itu terjadi di sejumlah jalan, seperti jalan tol Jakarta hingga Karawang. Roda kendaraan menekan jalan seperti pisau karena banyak truk dengan kapasitas muatan 20 ton mengangkut barang hingga 40 ton.
Jika tidak ada truk yang melanggar ketentuan, lanjutnya, dana pemerintah tidak perlu terbuang percuma sehingga bisa dialokasikan ke pembangunan infrastruktur lain.
Untuk menertibkan pelanggaran yang dilakukan oleh pemilik kendaraan, pelaku usaha, atau pengemudi, pemerintah akan menilang angkutan barang yang melanggar ketentuan per 1 Agustus 2018.
Kendaraan yang melanggar kapasitas hingga 100 persen akan menjadi prioritas utama penilangan. Prioritas berikutnya adalah kendaraan yang melanggar kapasitas di kisaran 50-75 persen.
Peraturan tentang batas beban dan dimensi kendaraan diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pemerintah dapat membuat regulasi yang mengatur pemberian subsidi terhadap komoditas pengusaha yang mengimplementasikan aturan mengenai daya tampung dan dimensi kendaraan.
Salah seorang pelaku industri di industri makanan dan minuman, Transport Manager PT Tigaraksa Satria Rigen Mandegani, mengatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan pemberian kompensasi terhadap pelaku usaha yang memiliki kelebihan beban di bawah 30 persen.
”Kami bersedia mengurangi kelebihan beban menjadi 25 persen,” ujarnya. Ia mengakui, pihaknya belum mampu menaati peraturan terkait beban maksimal kendaraan karena terkendala biaya dan jumlah kendaraan. Pengetatan aturan beban maksimal dinilai justru dapat meningkatkan harga komoditas barang ketika dijual.
Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menilai, pemerintah dapat membuat regulasi yang mengatur pemberian subsidi terhadap komoditas pengusaha yang mengimplementasikan aturan mengenai daya tampung dan dimensi kendaraan.
Jembatan timbang
Direktur Pembinaan Keselamatan Perhubungan Darat Kemenhub Ahmad Yani mengatakan, pemerintah pusat saat ini memiliki 131 UPPKB atau jembatan timbang. Kebanyakan jembatan timbang tersebut diserahkan oleh pemerintah daerah dan berada dalam keadaan rusak.
Saat ini, pemerintah akan mengoperasikan 43 jembatan timbang pada 2018 dan 92 jembatan timbang pada 2019. Jembatan timbang tersebut akan mengawasi kelaikan kendaraan yang lewat di tempat-tempat strategis.
Terdapat berbagai jenis penindakan ketika kendaraan ditemukan tidak sesuai dengan ketentuan. Misalnya, kendaraan ditilang, barang diturunkan, atau kelebihan beban diangkut truk tambahan dengan biaya dibebankan kepada pemilik barang.
Pemerintah berencana akan melelang pengelolaan jembatan timbang kepada swasta untuk mencegah terjadinya pungutan liar.