Pembantaian 292 ekor buaya di Sorong, Papua Barat, dinilai bukan aksi spontan. Massa membawa spanduk, selain alat-alat tajam. Pembantaian dipicu kematian warga akibat diterkam buaya.
SORONG, KOMPAS Sebanyak 292 ekor buaya di lokasi penangkaran milik CV Mitra Lestari Abadi di Kelurahan Klamalu, Distrik Mariat, Kabupaten Sorong, Papua Barat, mati dibantai ratusan orang, Sabtu (14/7/2018). Aksi dilakukan dengan membawa senjata tajam, sekop, potongan kayu, dan spanduk serta dihadiri seorang pejabat daerah.
”Banyak saksi yang lihat (ada pejabat daerah hadir dalam pembantaian). Saya bilang itu bukan tindakan spontan karena mereka bawa pacul, alat tajam, dan menyiapkan spanduk,” kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua Barat R Basar Manullang saat dihubungi, Minggu (15/7).
Akibatnya, 292 buaya mati. Rinciannya, sepasang indukan dan 290 buaya anakan. Massa menjarah sejumlah buaya berukuran di bawah 4 inci. ”Ini sangat disayangkan karena mereka melukai dan membunuh satwa yang dilindungi,” ujarnya.
Basar menuturkan, pembantaian terjadi setelah Sugito (48), warga setempat, meninggal akibat diterkam buaya di lokasi penangkaran. Korban diduga mencari rumput di sekitar penangkaran buaya. Korban masuk ke lokasi yang jauh dari permukiman penduduk itu tanpa sepengetahuan petugas pengelola.
Petugas baru tahu setelah mendengar suara orang berteriak minta tolong. Petugas mendatangi sumber suara dan melihat korban diterkam buaya. Petugas penangkaran dan petugas BKSDA mengangkat korban dari kolam induk buaya. Nyawa korban tak bisa diselamatkan lantaran luka parah di sekujur tubuh.
Pihak BKSDA Papua Barat bersama pemilik penangkaran dan polisi, kata Basar, telah mendatangi keluarga korban untuk menjelaskan kronologi kejadian serta menyampaikan rasa dukacita. Saat pemakaman, keluarga besar korban telah menyerahkan kasus kepada polisi. Namun, terjadi konsentrasi massa yang berujung pembantaian buaya.
Sebaliknya, Kepala Polres Sorong Ajun Komisaris Besar Dewa Made Sutrahna menyatakan, ”Pembantaian 292 ekor buaya itu aksi spontanitas warga. Anggota kami di lapangan tak bisa menghalau, massa sangat banyak.”
Milik negara
Polisi melihat ada unsur pidana berupa perusakan fasilitas penangkaran buaya. Namun, hingga Minggu malam, belum ada penetapan tersangka. Para saksi diperiksa di Markas Polres Sorong. ”Saat ini kami memeriksa lima saksi. Apabila ada bukti kuat, oknum tersebut dapat ditindak tegas,” katanya.
Lokasi penangkaran itu resmi. CV Mitra Lestari Abadi memiliki izin yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Konservasi Alam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Selain itu, ada surat izin tempat usaha dari pemerintah daerah.
Basar meminta manajemen CV Mitra Lestari Abadi melakukan penjagaan ketat di kolam penangkaran agar kasus serupa tak terulang. Jika mengalami kesulitan, mereka dapat menghubungi BKSDA Papua Barat. Untuk perbaikan ke depan, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan penangkaran.
Di Jakarta, Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem Wiratno menyatakan, secara hukum 292 buaya yang dibantai warga di Sorong adalah milik negara. ”Meski dikelola masyarakat, status legal semua satwa yang dilindungi tetap milik negara,” kata Wiratno, Minggu.
Wiratno menyesalkan peristiwa itu. ”Seharusnya tidak boleh begitu, buaya air tawar (Crocodylus novaeguineae) dan buaya muara (Crocodylus porosus) adalah satwa yang dilindungi undang-undang,” katanya.
Menurut Wiratno, BKSDA akan melakukan evaluasi teknis terhadap penangkaran buaya yang dikelola swasta itu. ”Kami akan segera mengirimkan tim ke lokasi,” katanya. ”Pelaku yang membunuh buaya akan ditindak.” (FRN/FLO/E06)