PKS Dinilai Bakal Setia Berkoalisi dengan Gerindra
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Keadilan Sejahtera dinilai akan tetap berkoalisi dengan Partai Gerakan Indonesia Raya meski pada akhirnya Prabowo Subianto tidak mengambil calon wakil presiden dari kader PKS. Hal itu karena posisi tawar PKS yang lemah dan secara elektoral PKS hanya diuntungkan jika berkoalisi dengan Gerindra.
Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, di Jakarta, Minggu (15/7/2018), mengemukakan, kesepakatan koalisi dibutuhkan Gerindra, PKS, dan Partai Amanat Nasional. Bagi PKS sendiri, koalisi dapat dijadikan momentum untuk meningkatkan elektabilitas di tengah stagnasi suara partai.
”Dalam banyak kontestasi pemilu seperti di Jakarta dan Jawa Barat, PKS banyak mengalah dengan Gerindra,” ujar Arya.
Beberapa waktu lalu, anggota Majelis Syura sekaligus mantan Presiden PKS Tifatul Sembiring mengancam partainya akan keluar dari koalisi antara Gerindra, PKS, dan PAN yang sudah terjalin sejak Pemilu Presiden 2014. PKS mengancam akan keluar koalisi jika Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo tidak mengambil cawapres dari nama yang diusulkan PKS.
Adapun nama-nama yang diusulkan PKS untuk menjadi cawapres antara lain Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman, Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Al’Jufrie, Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid, serta Ketua DPP PKS Al Muzammil Yusuf dan Mardani Ali Sera.
Selain itu, nama lain datang dari kader-kader mantan petinggi PKS dan kepala daerah. Mereka antara lain mantan Presiden PKS Tifatul Sembiring dan Anis Matta, mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, serta Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno.
Tifatul beralasan, ancaman keluar koalisi dilakukan demi kemajuan dan keuntungan partainya. Pasalnya, dipilihnya cawapres dari PKS ke depannya akan berpengaruh terhadap suara PKS dalam pemilihan legislatif yang juga dilaksanakan serentak dengan Pilpres 2019.
Terkait dengan keinginan PKS itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, hal itu wajar dilakukan partai yang sudah lama menjalin hubungan dan kerja sama dengan Gerindra. Dasco menilai, selama ini, PKS sudah menunggu masa penjajakan dengan sabar mulai dari Pilpres 2014 hingga Pilkada 2018.
”Saya bisa mengerti dan memahami pernyataan yang mensyaratkan cawapres harus dari PKS karena PKS dengan Gerindra itu sudah demikian lamanya bekerja sama,” ujar Dasco.
Namun, menurut Dasco, sampai saat ini belum ada kepastian cawapres yang akan mendampingi Prabowo berasal dari kader PKS. Hal ini karena penentuan cawapres Prabowo masih harus dibicarakan dengan partai koalisi lainnya.
”Dari nama-nama yang disodorkan PKS untuk cawapres belum ada perubahan. Selain itu, ada juga opsi-opsi lain di luar yang selama ini sudah disepakati. Kami akan membicarakan nama cawapres ini dalam waktu dekat,” ucap Dasco.
Posisi tawar
Namun, menurut Arya, ancaman keluarnya PKS dari koalisi hanya dinilai sebagai gertakan semata. Hal ini karena PKS dinilai Arya memiliki posisi tawar yang lemah.
”Pindah ke kandidat lain tidak menguntungkan bagi PKS. Sangat kecil kemungkinan PKS pindah ke Jokowi. Jika ke Demokrat, calon Demokrat juga yang akan ambil keuntungan,” tutur Arya.
Selain itu, Arya juga menilai, secara elektoral, PKS hanya diuntungkan jika berkoalisi dengan Prabowo karena akan mendapatkan efek ekor jas (coattail effect). Efek ekor jas diartikan sebagai keuntungan yang diperoleh partai pengusung berkat popularitas calon presiden atau presiden dengan tingkat elektabilitas yang tinggi.
Sebelumnya, pada Sabtu (14/7/2018), petinggi Partai Gerindra, PKS, dan PAN melakukan pertemuan di kediaman Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Selain Prabowo, sejumlah petinggi partai yang hadir dalam pertemuan itu antara lain Presiden PKS Sohibul Iman, Amien Rais dari Dewan Kehormatan PAN, dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
Namun, menurut Sohibul, pertemuan itu belum membahas soal penentuan cawapres. PKS juga masih terbuka pada kemungkinan partai lain, seperti Partai Demokrat bergabung. Ia pun mendorong Prabowo segera bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. (Kompas, Minggu 15/7/2018)
”Kami mendorong Pak Prabowo segera bertemu Pak SBY, mungkin pekan depan. Masalah cawapres harus dibicarakan lagi,” kata Sohibul.