JAKARTA, KOMPAS - Di tengah minimnya prestasi atletik Indonesia, keberhasilan sprinter muda Lalu Muhammad Zohri (18) menjadi oase dan kebanggaan bangsa. Atlet asal Karang Pansor, Pemenang Barat, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat itu, mengukir sejarah dengan menjadi sprinter pertama Indonesia yang meraih medali emas pada nomor lari 100 meter di Kejuaraan Dunia Atletik U20 IAAF 2018 di Tampere, Finlandia, Kamis (12/7/2018) dini hari WIB.
Berlari pada lintasan kedelapan pada final di Stadion Ratina, Tampere, bersaing dengan tujuh sprinter junior terbaik dunia termasuk dua sprinter Amerika Serikat, Lalu finis terdepan dengan waktu 10,18 detik. Catatan waktu ini hanya terpaut 0,01 detik dengan rekor nasional 10,17 detik yang diciptakan Suryo Agung Wibowo pada SEA Games 2009.
Sukses Lalu langsung menjadi topik hangat di media sosial. Berbagai pihak, termasuk Presiden Joko Widodo, menyampaikan ucapan selamat. Suryo Agung pun turut gembira dengan pencapaian itu. Menurut Suryo, keberhasilan Lalu dapat meningkatkan gairah atletik di Indonesia. ”Selama ini, dunia memandang sebelah mata terhadap prestasi atletik Indonesia. Ketertarikan masyarakat Indonesia pada atletik juga dapat meningkat karena kita sudah melihat prestasi tingkat dunia,” ujarnya.
Ketua Umum PB PASI Bob Hasan mengatakan, Lalu adalah satu dari 100 atlet yunior yang tergabung dengan pelatnas. Pencapaian memang Lalu melebihi harapan, bahkan dari tim pelatihnya sendiri.
”Melihat catatan waktu lawan-lawannya, kami tidak menargetkan Lalu menjadi juara. Saya hanya berharap Lalu bisa masuk final, paling baik peringkat ketiga,” ujar pelatih kepala nomor lari jarak pendek Eni Nuraeni.
Lalu lolos ke kejuaraan dunia U20 setelah meraih medali emas Kejuaraan Atletik Yunior Asia 2018 di Gifu, Jepang, dengan waktu 10,27 detik. Catatan
waktu itu melewati limit kualifikasi kejuaraan dunia yakni 10,55 detik.
Saat berlaga di Tampere, Lalu melakukan start dengan baik. Dia mampu mempertahankan kecepatan larinya, dan mendahului lawan-lawannya sekitar 20 meter terakhir. Lalu mengungguli dua pelari Amerika Serikat, Anthony Schwartz dan Eric Harrison, yang sama-sama mencatat waktu 10,22 detik. Schwartz adalah pemegang catatan waktu tercepat di dunia tahun ini pada kategori U20, yakni 10,09 detik.
Setelah dipastikan menjadi juara, Lalu bersujud syukur di lintasan. Dia sempat mencari bendera Merah Putih untuk merayakan kemenangannya saat berfoto bersama Schwartz dan Harrison.
Seusai berlomba, Lalu mengatakan, dirinya tidak menyangka dapat mengukir sejarah. ”Ini pengalaman yang luar biasa, saya sangat bangga. Ini sangat bagus untuk karir saya. Kini saya bersiap untuk menghadapi Asian Games, bulan depan,” kata Lalu.
Lalu adalah satu dari tiga atlet yunior Indonesia yang berhak tampil di kejuaraan dunia U20. Namun, atlet lompat galah Idan Fauzan gagal berangkat karena kesulitan membawa galah yang akan digunakan. Adapun Halomoan Edwin Binsar yang tampil di 110 meter gawang tersisih di babak penyisihan.
Selama di Finlandia, Lalu dan Halomoan yang didampingi dua pelatih sempat kesulitan menyantap makanan lokal. Kedutaan Besar RI di Helsinki pun membantu dengan menyediakan menu makanan Indonesia bagi mereka.
Tekun berlatih
Menurut Sekretaris Jenderal PB PASI Tigor Tanjung, sukses Lalu tak lepas dari ketekunannya berlatih. Dia terus memperbaiki teknik berlari sesuai masukan Harry Marra, pelatih top dunia yang didatangkan PB PASI. ”Seperti pesan Harry, di atletik tidak ada sulap. Semua atlet harus yakin kalau teknik lah yang akan membawa mereka jadi juara. Hal ini diterapkan Lalu,” ujar Tigor.
Hal penting yang diperbaiki dari Lalu adalah teknik start. Menurut Eni, saat bergabung di pelatnas, Lalu kesulitan karena saat berlatih di daerah tidak terbiasa menggunakan balok start. Namun, dia punya keinginan kuat untuk memperbaiki diri. ”Dia tak pernah bosan apakah tekniknya sudah sempurna,” ujar Eni.
Lahir sebagai anak bungsu dari empat bersaudara, Lalu tumbuh di keluarga sederhana. Setelah kedua orang tuanya meninggal dunia, dia tinggal dengan kakaknya Baiq Fazilah di rumah peninggalan orang tuanya, yang kerap bocor saat hujan.
Bakatnya berlari terlihat sejak Sekolah Dasar. Bakatnya mulai berkembang setelah ditemukan oleh Rosida, guru olah raga di SMPN Pemenang. Sempat memilih bermain sepak bola, Lalu akhirnya tekun berlatih atletik. Setelah memenangi kejuaraan daerah, dia bergabung dengan Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar NTB. Lalu dipanggil ke pelatnas setelah menjuarai Kejurnas Atletik antar PPLP 2017.
Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi mengaku tidak heran dengan prestasi Lalu, karena Lalu adalah atlet yang tekun berlatih. ”Kami tidak terkejut, karena ini hasil kerja keras yang dilakukannya selama ini,”
Meski prestasi Lalu ini patut diapresiasi, Suryo mengingatkan agar hasil ini tidak direspons berlebihan. ”Usia Lalu baru 18 tahun, dia masih bisa berkembang. Puncak prestasi sprinter berada pada usia 25 tahun. Biarkan Lalu berkembang sesuai usianya. Jangan sampai kita memberi tekanan berlebihan,” ujar Suryo. Menurut Suryo, yang terpenting adalah memastikan atlet mencapai puncak prestasi dan mempertahankannya dalam jangka panjang.
Senada dengan Suryo, Bob Hasan mengatakan perjalanan Lalu masih panjang. Pujian berlebihan dikhawatirkan membuat atlet muda cepat puas diri.