JAKARTA, KOMPAS — Jakarta masih mengalami kesulitan mengolah sampah elektronik. Dalam periode Januari-Juni 2018, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menampung 15.920 sampah elektronik.
Sampah elektronik sudah menjadi sisi buruk dari revolusi indutri 4.0 karena sampai kini pengolahannya belum ada. Data The Globe E-Waste Monitor 2017 mengungkapkan, jumlah sampah elektronik dunia pada 2016 sebanyak 44,7 juta ton atau setara dengan 4.500 menara Eiffel.
Indonesia hanya dapat menangani sekitar 75 persen sampah elektronik pada tahap pengumpulan.
Kepala Seksi Pengelolaan Limbah B3 Rosa Ambarsari, Jumat (13/7/2018), menuturkan, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta berusaha menangani sampah elektronik yang selama ini menjadi permasalahan.
Sejak Maret 2017, Dinas Lingkungan Hidup membuat program e-waste sebagai sarana penampungan sampah elektronik dalam lingkup rumah tangga.
Data terbaru menunjukkan, dalam periode Januari-Juni 2018, sampah elektronik terbanyak yang masuk, yaitu charger, sebanyak 2.422 buah. Sementara sampah lainnya seperti lampu 1.258 buah, baterai 1.015 buah, kabel-kabel sebanyak 971, dan telepon seluler sejumlah 752 buah.
”Sementara ini, kami masih dalam tahap menyimpan sampah elektronik tersebut dan memberikan awareness kepada masyarakat,” ujarnya.
Memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk tidak membuang limbah elektronik sembarangan, menurut Rosa, tidaklah mudah. Ada kandungan emas di telepon seluler dan beberapa orang biasanya mengambil kandungan emas tersebut menggunakan bahan kimia yang tidak aman jika dibuang ke lingkungan.
Kandungan logam-logam berat yang ada pada limbah elektronik, seperti merkuri, kadmium, timah, amerisium, krom, besi, timbal, perak, sulfur, dan tembaga, termasuk dalam kelompok B3 (bahan berbahaya dan beracun).
Dalam pemberitaan Kompas, 23 Juni 2018, Guru Besar Institut Teknologi Bandung dan Rektor Institut Teknologi Del Togar M Simatupang membahas tentang sisi gelap revolusi industri 4.0 sebagai tawaran strategi pemanfaatan teknologi digital. Hal tersebut yang kemudian mendorong konsumsi barang-barang elektronik dan elektrik yang selanjutnya menimbulkan peningkatan sampah elektronik.
Diolah pihak ketiga
Sampah-sampah elektronik yang sudah dikumpulkan akan diolah pihak ketiga. ”Perusahaan yang bisa mengolah sampah tidak bisa sembarangan. Anggaran yang dibutuhkan tidak sedikit,” katanya.
Sampai saat ini, penentuan siapa yang berhak mengolah sampah elektronik yang ada di Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta masih dalam proses lelang.
”Kami bekerja sama dengan PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri) menanggulangi sampah elektronik ini,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji.
Sejauh ini, pihak dinas melakukan sosialisasi tentang sampah elektronik tersebut melalui media sosial dan beberapa penyuluhan ke sekolah-sekolah dan rumah susun. Menurut dia, program e-waste ini merupakan upaya mencegah masyarakat membuang sampah elektronik langsung ke lingkungan.
Upaya lain yang sudah dilakukan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta adalah memasang dropbox sebagai wadah untuk pihak yang ingin membuang sampah elektronik di empat lokasi, yaitu di daerah Cawang-Universitas Kristen Indonesia, Kampung Melayu, Halte Harmoni, Ragunan, dan pada saat hari bebas kendaraan bermotor. (FRANSISCA NATALIA ANGGRAENI)