Madura Menghadapi Revolusi Industri Gelombang Keempat
Oleh
Dionisius Reynaldo Triwibowo
·3 menit baca
BANGKALAN, KOMPAS – Sebagai pencetak calon tenaga kerja dan pemimpin masa depan lembaga pendidikan Universitas Trunojoyo Madura (UTM) siap mengahadapi segala risiko yang berhubungan dengan Revolusi Industri gelombang keempat atau 4.0. UTM sebagai perguruan tinggi berbasis klaster atau pengelompokan bidang studi sesuai kondisi wilayah, dituntut menghadapi gejala disrupsi teknologi dengan segala konsekuensinya.
Tuntutan agar perguruan tinggi berbasis klaster bisa menjawab tantangan revolusi industri gelombang keempat antara lain karena salah satu konsokuensi perkembangan digital sebagai penanda revolusi tersebut, adalah hilangnya sejumlah pekerjaan-pekerjaan tradisional manusia. Perguruan tinggi sebagai pencetak utama sumber daya manusia berketerampilan tinggi, dituntut punya jawaban atas perkembangan teknologi tersebut.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor Asep Saefudin menyampaikan tantangan perguruan tinggi menghadapi revolusi gelombang keempat dalam pidatonya di depan sivitas akademika Universitas Trunojoyo Madura (UTM) pada Peringatan Dies Natalis ke-17 kampus tersebut di Bangkalan, Kamis (12/7/2018). Hadir dalam orasi ilmiah tersebut juga Rektor UTM Muhammad Syarief disertai para anggota Senat Guru Besar.
Asep yang juga menjabat Rektor Universitas Al Azhar Indonesia diundang menyampaikan orasi ilmiah dengan judul “Pengembangan Perguruan Tinggi Berbasis Klaster”.
Selain Asep, Rektor UTM, Syarief juga menyampaikan pidato berjudul “Universitas Trunojoyo Madura sebagai Perguruan Tinggi Berbasis Klaster, Siap Menjawab Revolusi Industri 4.0”
Asep mengatakan, Revolusi Industri 4.0ditandai kekuatan dan kecepatan digitalisasi atas semua model bisnis konvensional yang semula berkarakter mekanistik, linier, birokratis. Revolusi industri gelombang keempat sudah mengakibatkan perusahaan besar terdisrupsi, digerogoti laba dan pendapatannya, atau mengalami penuruan kinerja, menjadi perusahaan kecil. Namun sebagai akibatnya mereka malah menjadi fleksibel dan lincah.
Revolusi industri gelombang keempat mendorong kondisi bisnis menjadi volatile, ambiguity/ uncertainty, complex dan agile (VUCA), sangat mudah berubah, tidak menentu dan tidak jelas, rumit namun juga lincah. Asep memberi contoh pada fenomena VUCA kasus munculnya layanan transportasi daring.
UTM sebagai perguruan tinggi negeri klaster kewilayahan juga menghadapi kebutuhan menyediakan tenaga kerja yang kini dituntut mampu beradaptasi dengan gejala yang sama pada era revolusi industri 4.0. VUCA di Indonesia menuntut perguruan tinggi agar lebih relevan.
“Ada beberapa pekerjaan yang terdisrupsi, hilang, tergerogoti dari era revolusi industri gelombang ketiga hingga revolusi industri gelombang keempat seperti petani, peternak, petugas pos, penjahit, operator telepon, juru ketik, juru masak fast food, pegawai pabrik tekstil dan sebagainya. Memang masing-masing bersifat kasus per kasus berbeda di setiap negara. Tetapi ada informasi yang cukup bahwa ada pengurangan di bidang-bidang tersebut,” kata Asep.
Asep menilai, kondisi VUCA harus dijawab perguruan tinggi dengan membuat model pendidikan masa kini. Kampus harus memanfaatkan teknologi informasi untuk pendidikan dalam bentuk hybrid atau blended learning. Topik-topik riset harus memanfaatkan kecanggihan digital, teknologi informasi, big data dan kekuatan sumber daya alam lokal.
Perlu juga bahkan sampai ke reorientasi kurikulum, dengan memanfaatkan teknologi informasi, literasi baru dalam bidang coding, big data, soft skill, humanistas dan enterpreneurship. Berdasarkan pembentukan klaster industri pada 2008 oleh pemerintah, UTM memposisikan dirinya sebagai perguruan tinggi untuk klaster, berbasis agronomi jagung, gas alam dan garam.
Asep menilai, UTM harus mendesain pendidikannya mampu mencetak SDM dari pekerjaan hulu hingga hilir. Meliputi SDM yang memiliki kapasitas dalam mengolah bahan baku, hingga pemarasan dan pasca panen produk.
Rektor UTM Syarief menyampaikan melalui paradigma pendidikan berbasis klaster, UTM telah mengembangkan berbagai inovasi, diantaranya usaha membangun Puspitek (Pusat Unggulan Iptek) garam. Puspitek garam UTM sudah dirancang hendak mengembangkan teknologi produksi garam untuk utara Jawa, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur.