Selama Enam Bulan, 60 Bayi Tak Dikenal Ditemukan di Jakarta
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Enam puluh mayat bayi tanpa identitas ditemukan di wilayah DKI Jakarta dalam periode Januari-Juni 2018. Penemuan bayi tak dikenal ini berkaitan dengan banyaknya kasus hamil di luar nikah.
”Usia bayi yang kami urus pemakamannya beragam. Ada yang masih berbentuk janin, ada pula yang berusia hampir satu tahun. Itu usia perkiraan karena ketika ditemukan bayi-bayi tersebut tanpa identitas dan kondisi tubuh mereka sudah tidak utuh lagi,” tutur Kepala Seksi Pelayanan dan Perpetakan Makam pada Dinas Kehutanan DKI Jakarta Ricky Putra, Senin (9/7/2018).
Menurut catatan Seksi Pelayanan dan Perpetakan Makam, pada Juni 2018, petugas palang hitam memakamkan sedikitnya 10 mayat bayi tanpa identitas setelah diperiksa polisi dan pihak rumah sakit.
Ricky Putra mengatakan, mayat bayi tanpa identitas itu bersama mayat tak dikenal lainnya dimakamkan setelah mendapat rekomendasi dari Rumah Sakit Polri, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dan Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Mayat bayi tanpa identitas itu dimakamkan di dua taman pemakaman umum (TPU), yakni TPU Tegal Alur dan TPU Pondok Rangon.
Kompleks
Pakar kriminologi Universitas Indonesia, Mohammad Mustofa, yang dihubungi Kompas, mengatakan, fenomena penemuan mayat bayi tanpa identitas ini tidak bisa dilihat sebagai peristiwa yang berdiri sendiri. Menurut dia, banyak pihak perlu bekerja sama agar kasus-kasus penelantaran, pembunuhan, dan pembuangan bayi tidak terjadi lagi.
Mustofa mengatakan, kasus-kasus pembuangan bayi terjadi sering kali berkaitan dengan kondisi hamil di luar nikah. ”Karena takut menjadi aib bagi diri sendiri dan keluarga, diambillah jalan pintas untuk menggugurkan dan membuangnya,” ujarnya.
Menurut Mustofa, pendidikan di rumah dan di institusi pendidikan perlu memasukkan materi terkait nilai-nilai dan tanggung jawab dalam hubungan seksual. Ia menilai, hal ini diperlukan agar kehamilan di luar nikah tidak berbuntut penelantaran bayi.
Jika ada anggota keluarga yang hamil di luar nikah, keluarga perlu menyelesaikannya dengan baik. Mustofa mengatakan, upaya mendiskreditkan perempuan yang hamil di luar nikah akan memperburuk keadaan karena itu bisa memicu kejahatan untuk menelantarkan, bahkan membunuh dan membuang bayi.
Upaya mendiskreditkan perempuan yang hamil di luar nikah akan memperburuk keadaan.
”Keluarga harus terbuka. Selesaikan dengan musyawarah dengan keluarga perempuan dan laki-laki. Kedua belah pihak perlu mencari solusi terbaik. Jangan sampai hanya pihak perempuan yang menanggung beban,” katanya.
Pemerintah
Fenomena ini, menurut Mustofa, perlu diselesaikan juga oleh pemerintah. Ia mencontohkan, anak usia sekolah yang hamil sulit bersekolah karena peraturan sekolah melarang hal itu.
Padahal, ujar Mustofa, pendidikan adalah hak setiap warga negara. ”Siswi yang hamil tidak bisa bersekolah, itu pandangan keliru. Semua orang harus terakomodasi dalam mengenyam pendidikan,” ucap guru besar UI itu.
Ia melanjutkan, jika anak usia sekolah tidak bisa mengenyam pendidikan karena hamil, hal ini bisa menimbulkan masalah baru di kemudian hari. Ia menilai, potensi anak-anak itu bisa tidak tersalurkan jika mereka tidak sekolah.
”Tugas pemerintah saat ini, perlu memperketat konten pornografi agar tidak bisa diakses oleh anak-anak di bawah umur. Itu tugas Kemkominfo. Kementerian lain, seperti Kementerian Sosial serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, perlu bersinergi untuk menyelesaikan masalah ini,” ujar Mustofa. (SUCIPTO)