Sejarah Kampung Betawi: Modal Berbangsa dan Bernegara
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penelusuran sejarah Kampung Kemayoran yang kini disebut Kecamatan Kemayoran dilakukan oleh sejumlah warga Betawi. Melalui sejarah, masyarakat diharapkan dapat mengenal budaya dan identitas mereka.
Pemaparan tentang sejarah Kampung Betawi disampaikan dalam acara bincang-bincang Sejarah HUT Ke-202 Kemajoran di Gedung North Art Space, Pasar Seni Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, Minggu (8/7/2018). Acara ini merupakan salah satu rangkaian acara Pameran Wall of Frame Betawi yang diselenggarakan dari 14 Juni hingga 17 Agustus 2018.
Acara berlangsung dalam suasana santai dan cair. Peserta yang berjumlah lebih kurang 45 orang duduk lesehan bersama dengan narasumber. Sesekali, narasumber dan peserta saling melempar celetukan dengan aksen bahasa Betawi.
Materi dibawakan oleh warga asli Kemayoran yang menggagas penelusuran sejarah Kampung Betawi, Davi Kemayoran (43). Ia mengatakan, sejarah yang dihimpun merupakan hasil penelitian secara mandiri dan berdasarkan pada fakta.
”Kampung Kemayoran sudah ada sejak 1840 di peta Batavia. Jika ditelusuri lagi, ternyata daerah ini pernah ada di iklan koran Java Government Gazette edisi 24 Februari 1816. Sejarah Kemayoran semua pakai fakta, enggak pakai katanya encang-encing,” kata Davi.
Davi Kemayoran (43).
Menurut Davi, nama Kemayoran bermula dari kebiasaan masyarakat dalam memberi nama. Pada zaman itu, masyarakat terbiasa menamai suatu tempat berdasarkan pada kondisi geografis dan konteks lingkungan. Karena tanah itu dimiliki oleh seorang ”mayor” Belanda, masyarakat lalu menyebut daerah itu dengan nama Kemayoran. Jabatan mayor diberikan pemerintah kolonial Belanda kepada warga yang dianggap berjasa.
Kampung Kemayoran sudah ada sejak tahun 1840 di peta Batavia. Jika ditelusuri lagi, ternyata daerah ini pernah ada di iklan koran Java Government Gazette edisi 24 Februari 1816.
Hal itu berlaku pula pada sistem penamaan sejumlah kelurahan di Kemayoran yang kini menjadi kecamatan di Jakarta Utara. Kecamatan ini terdiri dari delapan kelurahan yang dinamakan sesuai dengan kondisi lingkungan.
”Contohnya Kelurahan Kebon Kosong. Dibilang begitu karena dulu rumah penduduknya sedikit. Daerah itu dulu dekat dengan bandara, jadi tidak banyak bangunan,” ujar Davi lagi.
Kegiatan menghimpun sejarah Kampung Betawi sudah dilakukan Davi sejak 2006. Saat itu, ia melakukannya seorang diri. Pada sekitar 2015, Davi mengajak sejumlah orang untuk terlibat. Pada akhirnya terkumpul sejumlah orang yang sering ia sebut Anak-anak Kemayoran. Perkumpulan besar dilakukan setiap tanggal 24 Februari, hari ulang tahun Kemayoran.
”Bisa siapa saja bergabung. Asal punya visi yang sama. Sama-sama peduli pada Kemayoran, mau explore, dan mau belajar soal Kemayoran. Siapa saja boleh, tidak harus orang Betawi atau orang Kemayoran. Suku dan agama apa pun boleh bergabung,” katanya.
Penting
Arkeolog Universitas Indonesia, Candrian Attahiyyat (62), mengatakan, pengenalan sejarah merupakan hal yang baik diajarkan kepada siswa sekolah. Menurut dia, dengan sejarah, anak-anak akan lebih mengenal kampung mereka. Dengan begitu akan tumbuh rasa cinta kepada negara.
Menurut Candrian, pengenalan dan pelestarian sejarah dapat dilakukan dengan melestarikan budaya nonfisik Betawi. Hal ini dilakukan karena budaya dan sejarah fisik Betawi sudah mulai hilang. Maka, pelestarian dapat dilakukan dengan memelihara perilaku, kuliner, dan pandangan masyarakat Betawi.
Pengenalan sejarah merupakan hal yang baik diajarkan kepada siswa sekolah. Dengan sejarah, anak-anak akan lebih mengenal kampung mereka. Dengan begitu, akan tumbuh rasa cinta kepada negara.
Pelestarian sejarah dan budaya dilakukan untuk mengajarkan pemahaman tentang nilai Betawi. Candrian mengatakan, eksklusivitas budaya suatu suku harus dibongkar sehingga dapat menjadi milik bangsa. Dengan demikian, kebudayaan dapat dipelihara bersama-sama.
”Memahami nilai itu penting. Pertama, karena kita merawat memori kolektif masyarakat. Itu adalah aset bangsa ini. Kedua, karena nilai ekonominya. Melalui budaya, kita bisa membuat wisata dan usaha, misalnya kuliner,” kata Candrian.
Rencana pengembangan
Asep Setiawan dari bagian Humas Pameran Wall of Frame Betawi mengatakan, Pasar Seni Ancol sedang menggarap rencana pembangunan Kampung Betawi. Hal ini merupakan hasil kerja sama dengan sejumlah komunitas Betawi, seperti Lembaga Kebudayaan Betawi dan Komunitas Baca Betawi.
”Sedang digarap rencana Kampung Betawi di Blok A (Pasar Seni Ancol). Kami masih terus berkoordinasi,” kata Asep. (SEKAR GANDHAWANGI)