Infrastruktur Pelayaran di Perairan Ibu Kota Mendesak Dibenahi
Oleh
Neli Triana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sistem pelayaran di Kepulauan Seribu dituntut mengalami penyempurnaan sarana dan sistem pelayanan angkutan penyeberangan. Pembenahan menyeluruh pada beragam aspek perlu segera dilakukan terlebih demi menjamin tersedianya layanan transportasi laut yang cepat, murah, dan aman bagi publik.
Becermin dari kejadian tenggelamnya Kapal Motor (KM) Sinar Bangun di perairan Danau Toba, Sumatera Utara, 18 Juni lalu, Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) tengah menyusun usulan bagi pembenahan pelayaran di Kepulauan Seribu.
Anggota Komisi Hukum dan Humas DTKJ, Tory Damantoro, mengatakan, diperlukan fakta pendukung untuk memperdalam pokok draf usulannya.
”Kami memerlukan fakta lapangan untuk memperkuat rekomendasi kebijakan. Cara paling mudah dengan kunjungan yang tujuannya melihat kondisi praktiknya,” kata Tory.
Maka, pada Sabtu (7/7/2018), DTKJ sebagai dewan independen himpunan para pelaku sistem transportasi se-Provinsi DKI Jakarta mengunjungi Pelabuhan Kaliadem, Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara. Menggunakan satu bus sekolah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, rombongan pengurus dan anggota komisi DTKJ berangkat pukul 08.00. Kompas turut bersama rombongan ini.
Setiba di kompleks Pelabuhan Kaliadem, rombongan DTKJ disambut oleh jajaran petugas dari Unit Pengelolaan Angkutan Pelayaran dan Kepelabuhan (UPAPK) Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Saat rombongan meninjau jalur dermaga kapal di Pelabuhan Kaliadem terdapat satu KM Harapan Express bermuatan 220 penumpang tengah bersiap menyeberang ke Pulau Harapan. Penumpang duduk berdesakan mengisi ruangan dalam kapal, dek kapal bagian luar, hingga ruang atas kapal.
Mutaimin, petugas pengecekan KM Harapan Express, menyebutkan, sedikitnya ada sejumlah standar keselamatan yang dilakukan pengelola kapal demi menjamin keselamatan penumpang sebelum berangkat, antara lain mencocokkan daftar nama pemilik tiket kapal dengan data manifes penumpang. Kemudian, memastikan penumpang sudah memakai jaket pelampung (life jacket) saat di dalam kapal.
”Jika ada yang belum pakai, kami ingatkan untuk memakai jaket pelampung sesuai stok yang disediakan,” kata Mutaimin. Penumpang, kata Mutaimin, juga diimbau untuk menjaga kebersihan selama pelayaran.
Dari kondisi yang terpantau di dermaga, anggota Komisi Kelaikan dan Keselamatan DTKJ, Najid, menyangsikan kuantitas dan kelaikan jaket pelampung.
Di sisi lain, padatnya penumpang kapal juga dikhawatirkan oleh Tory. Dalam diskusi dengan para pejabat UPAPK dan Pelabuhan Kaliadem terungkap pula rendahnya kesadaran keselamatan nakhoda.
Kepala Bidang Pelayaran Dinas Perhubungan DKI Jakarta Reni Dwi Astuti menjelaskan, pihaknya mengusahakan diklat bagi nakhoda kapal tradisional.
”Kami adakan diklat gratis seminggu basic safety training bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran. Namun, belum ada peserta yang mau ikut, katanya malah mengganggu pemasukan mereka,” kata Reni.
Menanggapi persoalan itu, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas V Muara Karang/Angke Mardiantika mengatakan, belum ada penerapan standar keselamatan secara tegas pada kapal-kapal tradisional.
”Ini karena kesadaran masyarakat (pelayaran tradisional) yang rendah juga,” ungkapnya. Sudaryatmo, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menegaskan, bila terjadi kecelakaan pelayaran, dinas perhubungan dapat terkena sanksi secara hukum. Seharusnya juga perlu ada tambahan biaya jaminan asuransi bagi penumpang kapal.
Ketua DTKJ Iskandar Abubakar mengatakan, DTKJ akan menindaklanjuti temuan dari kunjungan lapangan ini. Selanjutnya, rumusan final rekomendasi akan diajukan pada akhir Juli nanti kepada Gubernur DKI. Ia menekankan, rekomendasi itu juga berorientasi bagi pembangunan kawasan Kepulauan Seribu sebagai salah satu kota wisata dunia. (E09)