Sulit dan Butuh Waktu 8 Tahun Bebaskan Nurkoyah
JAKARTA, KOMPAS — Mishal Al Shareef, pengacara yang membantu Nurkoyah Marsan Dasan, warga Indonesia bebas dari jeratan hukuman mati di Arab Saudi, mengatakan, proses hukum yang dilalui panjang dan sulit. Butuh 8 tahun dengan lebjh dari 30 kali sidang untuk membuat Nurkoyah bebas.
Pengacara kondang Arab Saudi itu menyampaikan hal itu dalam jumpa pers di Kementerian Luar RI di Jakarta, Jumat (6/7/2018). Mishal didampingi antara lain Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Bantuan Hukum Indonesia (BHI) Kemlu RI, Lalu M Iqbal.
Mishal mulai menangani kasus Nurkoyah setelah masa sidang kelima atau saat sidang banding. Sejak saat itu, Mishal konsisten mendampingi Nurkoyah hingga sidang putusan dari hakim.
Menurut Mishal, upaya pembelaan sulit dilakukan karena Nurkoyah sempat membuat pengakuan secara langsung bahwa dirinya membunuh anak majikannya tersebut.
Pengakuan Nurkoyah ini memberatkan upaya pembelaan karena sistem hukum di Arab Saudi menganut prinsip Al I’tiraf Saiyyidul Adillah, yang berarti pengakuan adalah panglima dari segala alat bukti.
Namun, setelah ditelusuri dan membaca sejumlah berkas, pengakuan Nurkoyah terjadi karena dia dalam kondisi ketakutan dan berada di bawah tekanan para penyidik.
”Kami mendapat kesulitan karena dari awal kasus Nurkoyah tidak didampingi langsung pengacara. Nurkoyah juga dalam kondisi ketakutan dan mendapat tekanan dari penyidik untuk mengakui bahwa dia yang memasukkan racun sehingga membuat anak majikannya meninggal,” ujar Mishal.
Dalam proses pembelaan tersebut, baik tergugat maupun penggugat diberi kesempatan untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
Pihak Nurkoyah pun akhirnya mendapatkan cukup bukti bahwa anak majikannya meninggal karena menderita penyakit. Adapun pihak penggugat tidak memiliki cukup bukti.
”Dalam hukum Arab Saudi, kemungkinan tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengambil keputusan. Pengadilan Arab Saudi juga menjunjung tinggi keadilan yang berpegang pada syariat Islam. Hakim mengetahui dari proses pengadilan bahwa Nurkoyah tidak melakukan kejahatan yang dituduhkan kepadanya," ungkap Mishal.
Untuk sampai pada pembebasan Nukoyah, setidaknya melalui jalan panjang dan sulit. Lebih dari 30 kali (aksar min tsalasin) masa sidang selama Mishal tangani.
Kendala
Iqbal menyampaikan, Pemerintah Indonesia menghadapi dua kendala utama terhadap perlindungan WNI yang bekerja di luar negeri, termasuk dalam kasus yang dihadapi Nurkoyah.
Kendala pertama adalah tidak adanya data yang akurat dan kredibel terkait jumlah WNI yang bekerja di luar negeri tersebut. Hal ini karena perusahaan penyalur tenaga kerja tidak memberikan data terkait jumlah dan waktu keberangkatan TKI kepada pemerintah.
Padahal, kata Iqbal, hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Adapun kendala kedua yang dihadapi pemerintah, menurut Lalu, yakni terkait tata kelola penempatan TKI yang sangat lemah. TKI tersebut tidak dibekali ilmu yang cukup mengenai bahasa, budaya, ataupun peraturan yang berlaku di negara tempat dia bekerja.
”Sekarang ini, Kemlu RI fokus melakukan perbaikan data jumlah TKI agar lebih rapi. Fokus perlindungan pemerintah terhadap TKI ini dapat lebih baik jika kami juga memiliki data yang baik,” kata Lalu.
Kemlu RI mencatat, saat ini masih terdapat 18 WNI di Arab Saudi yang masih terjerat dalam proses hukum. Sembilan WNI tersebut berada di wilayah kerja KBRI Riyadh dan sembilan lainnya berada di wilayah kerja Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah.
”Pemerintah Indonesia tetap berupaya membantu WNI yang terjerat proses hukum di luar negeri dengan pendampingan dari pengacara terbaik di negara tersebut. Pemerintah Arab Saudi juga telah berkomitmen untuk memberikan notifikasi terkait WNI yang mengalami masalah hukum sehingga Pemerintah Indonesia bisa mendampingi proses hukum WNI sejak dini,” kata Lalu.
Nurkoyah adalah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Arab Saudi sejak 2016. Pada 2010, Nurkoyah harus berurusan dengan penegak hukum di Arab Saudi atas tuduhan membunuh anak majikannya yang baru berusia 3 bulan dengan cara mencampurkan racun ke dalam susu.
Sejak saat itu, selama 8 tahun sejak 2010, dia harus mendekam di penjara kota Damman, Arab Saudi, hingga akhirnya dapat dibebaskan tahun ini.
Proses hukum, pembelaan, dan pembebasan Nurkoyah dalam 8 tahun itu didampingi 3 duta besar, 3 generasi diplomat di KBRI Riyadh, dan 2 pengacara dari Arab Saudi.
Pemerintah Indonesia menilai Nurkoyah tidak bersalah dalam kasus tersebut. Nurkoyah hanya dituduh melakukan ghilah atau pembunuhan dengan pemberatan, yaitu pembunuhan berencana terhadap anak majikannya yang bernama Masyari bin Ahmad Al Busyail.
Setelah melalui proses yang panjang, pada 31 Mei 2018, Nurkoyah akhirnya memperoleh kepastian bahwa hakim menolak tuntutan qisas atau nyawa dibayar nyawa dan diyat atau denda. Vonis itu telah berkekuatan hukum tetap dan dinyatakan selesai dengan ditandatangani hakim Muhammad Abdullah Al Ajjajiy.
Pada 2 Juni 2018, KBRI Riyadh secara resmi menerima salinan putusan Pengadilan Umum Dammam atas kasus Nurkoyah. KBRI Riyadh kemudian menindaklanjuti putusan ini dengan menyiapkan keperluan dalam proses pemulangan Nurkoyah ke Indonesia.
Saat ini, Nurkoyah telah pulang ke kampung halamannya di Desa Kertajaya, Rengasdengklok, Karawang pada Rabu (4/7/2018). (PASCAL S BIN SAJU)