Kapal Tua Itu Kandas Mengantar Duka Mendalam
Kapal motor penyeberangan bagi warga Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, adalah jantung kehidupan. Dengan kapal mereka bersua keluarga hingga memenuhi kebutuhan hidup. Namun, Selasa (3/7/2018), salah satu kapal, KMP Lestari Maju, kandas dan mengakibatkan puluhan korban meninggal. Kapal tua itu mengantar duka.
Pagi-pagi buta, Reynaldi (38) bersama adiknya, Ikram (17), dan pamannya, Jumra (50), mengendarai truk ekspedisi dari Makassar menuju Selayar. Mereka harus menumpang KMP Lestari Maju sekitar pukul 10.00.
Semua tampak biasa. Sebanyak 48 sepeda motor, mobil, dan truk diparkir di dek bawah dan atas. Aneka barang, seperti makanan pokok dan pakaian, ditumpuk dan diikat tali plastik. Penumpang berdiri di sekitar kendaraan. Maklum, tempat duduk terbatas.
Di tengah perjalanan, tepatnya di Pulau Pasi, angin kencang dan ombak menghantam. Hujan deras mendera. Tiba-tiba, suara salah satu mesin kapal tak terdengar. Kapal melaju, pelan.
Saat berada di perairan Pa’badilang, lambung kapal bagian kiri bocor. Air masuk. Nakhoda kapal, Agus Susanto, berinisiatif mengandaskan kapal, 300 meter dari bibir pantai.
”Kapal lalu oleng ke kiri. Semua penumpang panik, berebut pelampung dan naik ke sekoci. Banyak juga yang langsung lompat ke laut, tidak pakai pelampung,” ujar Ikram yang mendapat pelampung.
Jumra pun ikut melompat ke laut meski tak menggunakan pelampung. Reynaldi juga begitu, jatuh ke air bersama beberapa kendaraan. Naas, Jumra tak bisa berenang. ”Banyak sekali orang berteriak. Saya hanya lihat Ikram dan menyelamatkannya,” ujar Reynaldi.
Ia lalu membawa adiknya merapat ke badan kapal sekitar sejam. Adapun nyawa Jumra tak terselamatkan. Bapak dua anak itu tenggelam bersama puluhan korban lain. ”Sehari setelah kejadian, Reynaldi tidak bicara apa-apa. Hanya diam,” kata Rahim (43), ayahnya.
Hingga Kamis (5/7/2018) malam, berdasarkan data kamar jenazah Rumah Sakit Hayyun, Selayar, ada 35 korban meninggal. Namun, data Kepolisian Resor Selayar mencatat 36 korban jiwa dengan 166 penumpang selamat. Artinya, kapal itu diisi 202 penumpang. Sesuai manifes, jumlah penumpang kapal ada 139 orang.
Duka mendalam
Kecelakaan itu menjadi duka mendalam bagi warga Selayar. Di sepanjang jalan utama dari Pelabuhan Pamatata ke Benteng di pusat kota, bendera putih sebagai tanda duka tampak di beberapa sudut jalan.
”Saya tidak tahu bagaimana cari uang lagi,” ujar Pattah (38), sopir truk ekspedisi. Beruntung, ia selamat. Namun, truknya masih tenggelam di dek bawah. Dek atas kapal yang dipenuhi karat masih tampak di laut.
Menurut Pattah, yang tujuh tahun terakhir mengangkut aneka barang dari Makassar ke Selayar, KMP merupakan urat nadi ekonomi masyarakat. Setiap hari, sedikitnya 10 truk menuju Selayar. Ini belum termasuk belasan mobil bahkan ratusan sepeda motor.
Sebelum 2016, hanya ada KMP Bontoharu dengan kapasitas 300 penumpang dan 22 sepeda motor serta mobil yang menyeberang dari Bira-Selayar. Harapan warga akan kapal penyeberangan mulai terjawab saat KMP Lestari Maju dan KMP Tunu Pratama hadir.
KMP Lestari Maju dapat memuat hingga 250 sepeda motor dan lebih dari 40 mobil serta truk. Ini jauh lebih banyak dibandingkan kapasitas dua kapal lainnya yang hanya sekitar 20 kendaraan. Namun, KMP Lestari Maju yang beroperasi di Selayar sejak November 2016 sudah berusia 30 tahun.
”Di tengah perjalanan, mesin kadang mati dan karat di mana-mana. Waktu perjalanan sampai tiga jam. Padahal, yang lain hanya dua jam,” ujar Pattah. Itu belum termasuk waktu pemuatan kendaraan yang menunggu dek penuh. Namun, warga tidak punya pilihan. Hanya ada kapal itu. Jadwal penyeberangan hanya pukul 09.00 dan pukul 16.00 setiap harinya.
”Kalau tunggu kapal lain, kami harus menginap. Bahkan, saat masa mudik bisa menginap tiga malam. Padahal, jatah yang diberikan hanya Rp 4 juta untuk dibagi dua kernet dan bensin serta bekal. Kalau menginap, biasanya pulang tidak bawa uang,” ujar Rahim yang juga sopir truk.
Kelaikan dan keamanan kapal pun bukan jaminan. ”Yang penting naik di kapal. Bahkan, mobil dan truk bisa sampai 75 unit di KMP Lestari Maju. Itu, kan, kapal barang. Penumpang banyak berdiri dan kalau hujan pasti basah. Tempat duduknya sedikit,” ujar Amri (43), sopir travel Makassar-Selayar.
Wakil Bupati Selayar Zainuddin mengakui, KMP Lestari Maju sudah 30 tahun. Kapal itu didatangkan dari Kalimantan. ”Saya tidak perlu bicara tentang kapalnya. Lihat saja dari usianya. Saya biasanya naik pesawat dan sopir naik kapal itu. Kami juga tidak tahu prosesnya kapal itu ada di sini,” ujarnya.
Sebenarnya ada pilihan transportasi udara, tetapi itu terbatas. Tiket bisa Rp 600.000 per penumpang, sedangkan naik travel, penumpang hanya membayar Rp 150.000 dari Makassar, termasuk biaya penyeberangan.
Syahbandar Pelabuhan Bira Kuat Maryanto mengatakan, pihaknya sudah berupaya memastikan kapal laik dan aman berlayar. Pihaknya turun langsung mencegah penumpang gelap, termasuk mengecek alat keselamatan kapal, seperti pelampung dan jaket keselamatan.
”Soal apakah itu sesuai manifes penumpang, bukan wewenang kami. Itu urusan dinas perhubungan tingkat I (Sulsel),” ujarnya. Kini, Bira-Selayar hanya dilayani satu kapal, KMP Bontoharu, karena satu kapal lain dalam perawatan.
Minimnya jumlah kapal penyeberangan membuat pengguna jasa penyeberangan sangat rentan. Mereka biasa mengantre dan menunggu lebih lama untuk menyeberang. Kondisi itu menempatkan pengawas kapal dalam posisi sulit.
”Dulu, tahun 2006, saya sampai disembunyikan oleh petugas karena dikejar pengguna jasa penyeberangan. Mereka mau segera menyeberang tetapi kapal saat itu tidak laik,” ujarnya.