30 Ikan Arapaima Masih di Kolam Warga, Dikaji untuk Penelitian
Oleh
Runik Sri Astuti
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Jenis perlakuan terhadap 30 ikan predator, Arapaima gigas, yang disita dari warga di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, hingga kini belum diputuskan. Setidaknya dua hal dikaji, yakni memanfaatkan predator asal Amerika Selatan itu untuk penelitian ilmiah atau pengembangan pendidikan.
”Harapannya tidak semua ikan itu dibunuh, tetapi ada beberapa ikan yang tetap dipelihara, misalnya di kebun binatang,” ujar Kepala Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Surabaya 1 Muhlin, Kamis (5/7/2018).
Saat ini, 30 ikan arapaima ada di kolam air tawar milik Pursetyo alias Haji Ghofur. Ikan dipelihara di bawah pengawasan BKIPM Surabaya 1. Satusnya barang bukti penyelidikan kasus dugaan pemeliharaan ikan berbahaya dan perusakan lingkungan Sungai Brantas.
Ikan arapaima merupakan jenis spesies ikan invasif. Jenis ikan ini berasal dari Sungai Amazon yang kemudian didatangkan ke sejumlah negara, termasuk Indonesia, dan menjadi ikan hias. Keberadaan ikan pemangsa ini di perairan membahayakan keberadaan ikan-ikan lokal.
Seperti diberitakan, BKIPM Surabaya tengah menyelidiki dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 41/2014 tentang Larangan Pemasukan Jenis Ikan Berbahaya dari Luar Negeri ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
Penyelidikan berawal dari kemunculan ikan berukuran 1,5-2 meter di Sungai Brantas, Kabupaten Mojokerto. Terungkap, ikan berasal dari kolam Pursetyo yang sengaja dilepasliarkan di sungai, Senin (25/6/2018).
Pemilik mengaku melepaskan 12 ikan dan memberikan beberapa ikan lainnya kepada teman-temannya. Sisanya, 30 ikan, masih dipelihara di teras rumahnya. Namun, hingga kini, total ikan yang ditangkap dari Sungai Brantas mencapai 18 ikan.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim Nandang Pribadi mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan apakah masih ada ikan sejenis di Sungai Brantas. Jumlah ikan yang dilepas belum diketahui.
”Namun, perburuan menangkap kembali ikan predator sudah dihentikan meski belum bisa dipastikan apakah sudah tak ada lagi di Brantas,” kata Nandang.
Sebelumnya, BKSDA Jatim membantu menangani laporan warga yang melihat kemunculan ikan araipama di sepanjang daerah aliran sungai. ”BKSDA punya sumber daya manusia lebih banyak dibandingkan BKIPM. Mereka juga tersebar di lapangan sehingga memudahkan koordinasi dan penanganan evakuasi,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga membantu penyelidikan kasus pelepasliaran ikan berbahaya di sungai. Adapun proses penyelidikan sepenuhnya kewenangan BKIPM karena dasar hukumnya UU tentang perikanan.
Menurut penyidik BKIPM Surabaya 1, Hendri Gustrifandi, proses penyelidikan masih berlangsung dan sampai tahap pengumpulan bahan dan keterangan sejumlah saksi. Selain memeriksa pemilik ikan, pihaknya juga sudah memeriksa lima orang.
Adapun untuk mencegah terulangnya kasus pelepasliaran ikan berbahaya ke sungai ataupun habitat perairan darat lain, BKIPM Surabaya membuka posko pelaporan. Para pemilik ikan berbahaya diimbau melapor dan diberi batas hingga 31 Juli.
Hingga Kamis (5/7/2018), belum ada warga melapor ke posko.