JAKARTA, KOMPAS — Pendaftar penerimaan siswa baru di Jakarta dan sekitarnya menghadapi berbagai masalah teknis. Pendaftar harus meluangkan waktu dan energi lebih banyak selama proses penerimaan berlangsung. Ketidakpastian meliputi mereka karena kendala teknis itu belum teratasi menjelang masa pendaftaran berakhir.
Di Jakarta Barat, seorang orangtua murid terpaksa mendaftarkan anaknya pada hari terakhir penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur umum, Rabu (4/7/2018). Langkah ini dilakukan karena anaknya mendapati nomor induk kependudukan (NIK)-nya tidak bisa diverifikasi.
”NIK Riski Ramadhan (anaknya) ada masalah. Nomor NIK-nya tidak bisa diverifikasi. Terpaksa saya baru mendaftarkan hari ini,” kata Yani yang mendaftarkan anaknya ke SMPN 16, Jakarta Barat, Rabu.
Pada PPDB jalur lokal 25-27 Juni, Riski sebenarnya sudah didaftarkan. Lantaran belum terverifikasi, Yani mengurus NIK anaknya ke Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Selatan. Ternyata, ada orang lain yang sama-sama bernama Riski dengan NIK sama. Selama tiga hari mengurus dan bertemu banyak pihak, akhirnya permasalahan NIK Riski bisa selesai. Kini, NIK itu bisa digunakan untuk mendaftar ke sekolah tujuan.
PPDB di Jakarta tahun ini kembali dilaksanakan secara online (dalam jaringan / daring). Untuk bisa mengaktivasi akun pada laman PPDB, calon peserta didik baru harus menyerahkan sejumlah berkas untuk diverifikasi, yakni kartu peserta ujian nasional, surat keterangan hasil ujian nasional sementara, akta kelahiran, serta kartu keluarga. Adapun NIK terdapat pada kartu keluarga.
Kendala pada sistem daring
Di Jakarta Pusat, sejumlah orangtua murid kesulitan melakukan verifikasi pendaftaran. Keluarga Yovi Andriani (38) yang berdomisili di Kebagusan, Jakarta Selatan, mengeluhkan sulitnya mengakses laman PPDB karena kata sandi yang ia gunakan beberapa kali gagal saat digunakan. Kesulitan serupa dialami Shintadewi (47) yang berdomisili di Jakarta Timur saat mendaftarkan anaknya di wilayah Jakarta Pusat.
Menanggapi berbagai masalah itu, Ketua Panitia Pelayanan PPDB SMPN 1, Jakarta Pusat, Widi Soewandi mengakui adanya kendala pada sistem daring. ”Latar belakang orangtua murid berbeda-beda. Ada yang cukup memiliki literasi digital dan ada yang tidak mengerti sama sekali,” ujar Widi yang setuju bahwa sistem daring masih perlu diperbaiki.
Tahun ini PPDB di Jakarta memprioritaskan jalur lokal dibandingkan jalur umum. Didi mengatakan, hal ini mungkin membingungkan sejumlah orangtua karena dulu jalur umum digelar lebih dulu.
”Sekarang pendaftaran diprioritaskan di jalur lokal 55 persen bagi siswa di tiga kecamatan untuk di SMPN 1, yaitu Kecamatan Menteng, Senen, dan Gambir. Di luar itu masuk jalur umum yang meliputi seluruh wilayah Jakarta sejumlah 35 persen. Sisanya ditambah jalur prestasi dan siswa luar Jakarta masing-masing 5 persen,” tutur Widi.
Ahyar Adjid, orangtua murid, kecewa dengan pelayanan PPDB yang tidak solutif dalam memberikan informasi, khususnya mengenai data syarat-syarat pendaftaran lewat jalur afirmasi. Ahyar mengeluh, data Kartu Jakarta Pintar (KJP) anaknya belum terdaftar di basis data PPDB. Hal ini baru ia ketahui saat mengadu ke posko pelayanan PPDB online.
Gangguan serupa dihadapi pendaftar di wilayah sekitar Jakarta, seperti Kota Bekasi, Jawa Barat, dan Kota Tangerang, Banten. Di Bekasi, sejumlah siswa gagal mendaftar karena NIK tidak sinkron dengan nomor pendaftaran.
Orangtua murid kecewa dengan pelayanan PPDB yang tidak solutif dalam memberikan informasi, khususnya mengenai data syarat-syarat pendaftaran lewat jalur afirmasi.
Hingga Rabu, Sadiah (12), salah satu calon siswa, belum bisa mendaftar ke SMP tujuannya karena akunnya tidak bisa dipakai. Laporan terkait persoalan ini mencapai 70 persen dari semua laporan pengaduan ke posko PPDB setempat.
Tidak hanya itu, gangguan server mewarnai PPDB tingkat SMP di Kota Tangerang. Karena peristiwa ini, ratusan orangtua calon siswa mendatangi posko pengaduan PPDB setempat.
Lia Aprilianti (37), salah satu orangtua calon siswa yang mengadu, mengatakan, dirinya berkali-kali gagal mengakses laman PPDB. Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan Taryono menurunkan petugas untuk membantu warga masyarakat yang kesulitan mendaftar sendiri.
Diminati
Sementara itu, sekolah negeri di pinggiran Jakarta banyak diminati warga luar Ibu Kota. Mereka memilih pindah ke Ibu Kota supaya anaknya bisa mendaftar di sekolah unggulan di Jakarta, seperti yang terlihat di SMA Negeri 38 Jagakarsa, Jakarta Selatan. Di sekolah ini, 562 siswa berasal dari luar wilayah pinggiran, antara lain Kota Depok. Sesuai dengan aturan zonasi, seharusnya hanya 5 persen siswa dari luar Jakarta yang bisa diterima di sekolah tersebut.
Kepala SMA Negeri 38 Jakarta Sri Rahmina Utami mengatakan, animo masyarakat di luar Jakarta untuk mendaftar ke sekolah tersebut sangat besar. Hal ini salah satunya dipicu oleh biaya sekolah yang lebih murah dibandingkan sekolah swasta.
Pertimbangan lain, sekolah yang berada di wilayah Jakarta itu tergolong sekolah unggulan yang masuk 15 besar di tingkat provinsi. Prestasi sekolah ditunjukkan dengan banyaknya lulusan yang masuk ke sejumlah perguruan tinggi negeri, termasuk Universitas Indonesia.