Hadapi Gejolak Ekonomi, Pemerintah dan Pengusaha Perlu Bersinergi
JAKARTA, KOMPAS - Para pelaku usaha perlu menempatkan dirinya sebagai mitra pemerintah dan saling bersinergi dalam menghadapi gejolak ekonomi saat ini. Peran pelaku usaha sangat diperlukan untuk mendorong perekonomian.
“Pelaku usaha harus menjadi mitra pemerintah. Pelaku usaha jangan selalu wait and see dan juga jangan memanfaatkan situasi sulit ini untuk mencari keuntungan,” kata Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Suharso Monoarfa Selasa (3/7/2018).
Suharso menjelaskan, kondisi ekonomi Indonesia saat ini sedang tertekan, terutama akibat factor eksternal. Faktor-faktor itu antara lain tren kenaikan suku bunga Bank Sentral AS yang membuat dana investor di negara-negera berkembang termasuk Indonesia lari ke Amerika.
Selain itu, kebijakan pemerintah AS yang akan menaikkan tarif impor barang dari China, yang secara tidak langsung juga akan merugikan perekonomian Indonesia dari jalur perdagangan.
Kondisi tersebut membuat investor asing melepas asetnya dalam rupiah baik itu dalam bentuk saham maupun Surat Utang Negara (SUN) dan menukarnya dengan dollar AS. Dampaknya, selama periode Januari - Juni 2018, nilai tukar rupiah melemah 5,6 persen dan bertengger di level Rp 14.387 pada Kamis (5/7/2018). Dalam periode yang sama, imbal hasil (yield) SUN tenor 10 tahun naik 152,4 basis poin.
Nilai tukar makin terjepit karena sepanjang tahun ini, defisit transaksi berjalan Indonesia cenderung meningkat seiring maraknya pembangunan infrastruktur. Selama triwulan I 2018, Bank Indonesia sudah menghabiskan sekitar 4 miliar dollar AS untuk menstabilisasi nilai tukar.
Jika kondisi ini dibiarkan maka deficit transaksi berjalan Indonesia akan semakin besar dan rupiah bakal terus tertekan. Likuiditas dollar AS di dalam negeri semakin kering sehingga meningkatkan risiko dan membahayakan perekonomian.
Karena itulah, menurut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, BI memutuskan menaikkan suku bunga acuan 100 basis poin selama periode Mei - Juni 2018 untuk meningkatkan daya saing pasar keuangan. Kondisi ini diharapkan akan menarik kembali dana milik investor asing.
BI memutuskan menaikkan suku bunga acuan 100 basis poin selama periode Mei - Juni 2018 untuk meningkatkan daya saing pasar keuangan.
Namun, kata Suharso, pemerintah dan BI tidak bisa bekerja sendirian dalam menghadapi gejolak ekonomi saat ini. Peran para pelaku usaha diperlukan untuk bersama-sama menarik devisa guna memperbaiki neraca pembayaran Indonesia.
Para pelaku usaha diharapkan jangan hanya menunggu situasi membaik, tetapi secara proaktif melakukan ekspasi dengan meningkatkan ekspor dan mengembangkan usahanya dalam menarik devisa, terutama para pelaku usaha yang berbisnis pariwisata.
Di sisi lain, pemerintah perlu menaikkan tingkat kepercayaannya di mata para pelaku usaha. Ada sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai menciptakan ketidakpastian antara lain kebijakan pengampunan pajak yang tak sesuai harapan pengusaha, system pajak yang rumit dan memberatkan, serta kebijakan perdagangan yang tidak konsisten.
“Beberapa pengusaha menceritakan kepada saya soal sejumlah kebijakan pemerintah yang tidak fair untuk mereka,”kata mantan Menteri Perumahan Rakyat era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Menurut Suharso, pengusaha mengeluhkan soal kebijakan tax amnesti yang tak sesuai harapan mereka. Pasalnya, revisi UU perpajakan baru dilakukan setelah program tax amnesty. Mereka khawatir kebijakan pajak yang baru akan kembali mempermasalahkan pelanggaran-pelanggaran pajak di masa lalu.
Aturan pajak menurut Suharso juga sangat rumit dan memberatkan. “Pengusaha minta aturan pajak disederhanakan dan besaran diturunkan sehingga pelaku usaha akan bergairah berbisnis di Indonesia,”katanya.
Aturan impor yang diberlakukan Kementerian Perdagangan juga dianggap tidak konsisten karena kerap berubah-ubah dan hanya menguntungkan beberapa pihak.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyampaikan, pengusaha pasti akan mencoba untuk keluar dari situasi sulit ini.
Namun, menurut Hariyadi, kalangan pengusaha membutuhkan iklim yang kondusif untuk berekspansi. Iklim kondusif itu diciptakan dengan regulasi yang mendorong penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan daya saing perekonomian.
Kalangan pengusaha membutuhkan iklim yang kondusif untuk berekspansi
Hariyadi menambahkan, cara paling instan untuk menambah devisa adalah dari sektor pariwisata. Pria yang juga Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) ini mengatakan, kalangan pelaku usaha telah membuat paket-paket wisata yang menarik bagi wisatawan mancanegara.
Baca juga: Pariwisata, Ekspor, dan Seleksi Impor Jadi Fokus
Promo seperti menurunkan harga paket tur dan hotel pada akhir pekan telah dilaksanakan. Tantangannya pada promosi ke negara tujuan dan harga tiket pesawat yang masih relatif mahal.
Selain itu, dari sisi ekspor produk, Hariyadi mengutarakan, pemerintah dan pelaku usaha dapat mengandalkan ekspor komoditas unggulan, yaitu crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit.
Guna menjaga produktivitas dalam negeri, Hariyadi berharap pemerintah bisa menjaga harga energi dan menurunkan besaran bunga kredit bagi pengusaha. Ia mencontohkan, produsen apparel olahraga Nike memilih berproduksi di Vietnam karena tarif listrik dan bunga kredit bank di Vietnam jauh lebih murah dibandingkan Indonesia.
Baca juga: Lakukan Langkah Konkret
Industri
Lebih lanjut Suharso menjelaskan, dalam jangka panjang, pemerintah perlu memperbaiki struktur industri manufaktur di dalam negeri.
Sejak reformasi, kontribusi industri manufaktur terhadap produk domestik bruto cenderung menurun sehingga konsumsi masyarakat makin tergantung dari impor.
Baca juga: Sektor Manufaktur Nasional dan Masalah-masalah Latennya
Pemerintah, kata Suharso, harus terus mendorong pembangunan industri manufaktur sehingga kebutuhan bahan baku dan bahan penolong bisa dipenuhi dari dalam negeri.
Menurut Suharso, lemahnya sektor industri manufaktur dalam negeri membuat ketimpangan pendapatan antar masyarakat cenderung tinggi dan membuat Indonesia sulit lepas dari jebakan negara deterjebak dalam jebakan pendapatan menengah.
“Kalau hanya berdagang, fondasi ekonomi Indonesia menjadi tidak kuat. Kita harus menperkuat industri manufaktur,” kata Suharso.
(I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA)