Kesulitan Transportasi Laut, 325.000 Jiwa Dilayani Tiga Kapal Motor
KUPANG, KOMPAS - Masyarakat di daerah kepulauan di Nusa Tenggara Timur kesulitan mendapatkan transportasi laut untuk bepergian. Mereka selalu berebutan saat kapal motor tertentu bersandar untuk mengangkut penumpang dan barang ke pusat kabupaten.
NTT memiliki 1.192 pulau, 450 di antaranya berpenghuni dan 742 tidak berpenghuni. Masyarakat di pulau-pulau sangat tergantung pada transportasi laut, namun ketiadaan armada transportasi antarpulau semakin menyulitkan kehidupan penduduk yang telah berkubang kemiskinan.
Tokoh masyarakat Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur (NTT) Martias Lidan Sabon di Waiwerang, Pulau Adonara, 40 mil arah barat Larantuka, Senin (2/7/2018), mengatakan, Flotim memiliki tiga pulau berpenghuni, yakni Flores, Adonara, dan Pulau Solor.
“Masyarakat berdiam di Pulau Flores bagian timur sekitar 150.000 jiwa, Pulau Adonara sekitar 125.000 jiwa, dan di Pulau Solor sekitar 50.000 jiwa. Penduduk berjumlah sekitar 325.000 jiwa ini hanya dilayani tiga kapal motor masing-masing berbobot 30 GT, masing-masing kapal motor paling banyak mengangkut sekitar 100 penumpang, selain belasan sepeda motor dan barang penumpang,” kata Sabon.
Tiga kapal motor itu, yakni Sinar Mutiara II, Arcona, dan KM Semua Suka melayani masyarakat di tiga pulau. Selain itu, kapal -kapal ini juga melayani warga di Pulau Lembata.
Setiap trip (perjalanan) dipadati ratusan penumpang. Mereka saling berebutan naik ke dalam kapal untuk mendapatkan tempat duduk. Jika tidak, penumpang terpaksa berdiri sepanjang perjalanan, sekitar 2-4 jam perjalanan.
Berjubel, dan bergelantungan saat menaiki atau menuruni kapal motor, itu hal rutin di wilayah kepulauan di NTT. Paling memprihatinkan menjelang hari raya keagamaan. Pada saat ini banyak warga tidak terangkut sehingga harus menunggu sehari kemudian. Mereka ini kebanyakan orangtua dan ibu hamil, tidak mau berjuang dengan segala kemampuan untuk naik ke dalam kapal.
Di dalam kapal itu penumpang tampak sangat induvidual. Penumpang pria yang medapatkan tempat duduk, tidak memberi kesempatan kepada penumpang wanita yang tengah hamil besar, atau penumpang lain yang sedang sakit parah, yang dirujuk ke RSUD Larantuka.
Sementara itu, beberapa dermaga di NTT umumnya dan Flores Timur khususnya, tidak memiliki ruang tunggu seperti Dermaga Lewoleba di Kabupaten Lembata, dermaga Waiwerang di Pulau Adonara, Dermaga Pamakayo di Pulau Solor, dan Dermaga Tobilota di Pulau Adonara. Hanya dermaga Larantuka memiliki ruang tunggu, meski jumlah kursi pun hanya sekitar 50 unit.
Sementara penumpang menunggu kedatangan kapal dari pulau lain di Dermaga itu, sangat melelahkan. Mereka datang dari desa dan kecamatan dengan jarak 50 km - 100 km ke dermaga itu. Calon penumpang berjemur di terik matahari, atau kehujanan di dermaga.
Anggota DPRD Flores Timur Mikhael Kolin mengatakan, kapal motor yang melayani rute antarpulau di Flores Timur diadakan masyarakat. Kapal ini dibeli dari Kalimantan dengan harga antara Rp 300 juta – Rp 500 juta per unit.
Pemerintah melalui ASDP Kupang telah mengoperasikan satu unit Feri, melayani tiga pulau di Flores Timur dan Lembata, tetapi hanya pada hari tertentu saja. Jadi, andalan masyarakat saat ini kapal motor yang diadakan rakyat (Pelra), melayani masyarakat setiap hari, dua kali perjalanan (pergi-pulang). Harga tiket Larantuka-Lewoleba Rp 50.000 per penumpang, sementara Waiwerang (Adonara)-Larantuka Rp 25.000 per penumpang.
“Satu hari satu unit kapal mendapatkan pemasukan sekitar Rp 10 juta, belum dipotong bahan bakar minyak. Tetapi saat ini khusus di Pulau Adonara sudah ada penyeberangan ke Larantuka, butuhwaktu hanya 15 menit, dari Tobilota, Adonara menuju Dermaga Larantuka. Di situ, akan dibangun jembatan penyeberangan oleh pemerintah provinsi,” kata Kolin.
Ketua DPC Partai Hanura Flotim ini mengatakan, APBD Flotim berkisar Rp 300 miliar – Rp 500 miliar per tahun. Dana ini dibagi dalam dua bagian pemanfaatan, yakni belanja rutin (pegawai) dan belanja publik. Belanja rutin 60 persen, dan 40 persen belanja publik. Meski hanya 40 persen, bagian belanja publik ini masih terjadi kebocoran di semua sektor.
Ketua DPD Pelra NTT Emu Kiuk mengatakan, jumlah kapal motor yang dimiliki masyarakat NTT sekitar 700 unit, tersebar di 22 kabupaten/kota. Jumlah ini masih sedikit dibanding kebutuhan atau permintaan konsumen.
“Mereka yang mengadakan dan mengoperasikan kapal motor, rata-rata masyarakat biasa. Pengusaha terkenal di daerah itu, jarang terjun di bidang transportasi laut. Entah mengapa, tetapi mungkin karena mereka tidak memiliki pengetahuan di bidang itu,”kata Kiuk.
Jumlah pulau di NTT 1.192 unit, yang sudah ditempati sekitar 450 pulau, 742 unit tidak berpenghuni karena sebagian besar hanya berupa pulau kecil atau pulau karang.
Dengan jumlah 450 pulau, idealnya masyarakat dilayani sekitar 3.000 unit kapal motor berbobot di bawah 50 GT, tetapi yang tersedia oleh Pelra sebanyak 700 unit dengan bobot 20-30 GT. Jumlah 700 kapal motor ini melayani rute-rute antarpulau di NTT dengan jarak 4-50 mil.
Kepala Bidang Perhubungan Laut Dinas Perhubungan NTT Simon Nitbani mengatakan, sampai hari ini transportasi laut antarpulau di NTT masih diadakan oleh masyarakat secara perorangan.
Organisasi mereka, yakni Pelra pun baru dibentuk 2017 dan belum beroperasi secara baik. Pelra ini baru hadir di tingkat provinsi, kabupaten /kota belum terbentuk.
"Jika susunan kepengurusan Pelra sudah terbentuk sampai di tingkat kabupaten/kota, pemerintah agar menyusun agenda pembinaan atau pertemuan dengan mereka. Fokus Pemda, yakni pelayanan baik dan terutama keselamatan penumpang saat Pelra beroperasi," kata Nitbani.