MATARAM, KOMPAS — Tingkat hunian kamar hotel berbintang di Lombok, Nusa Tenggara Barat, cenderung naik dalam dua bulan terakhir atau selama bulan Puasa.
Wisatawan yang berkunjung ke Lombok, baik dari dalam negeri maupun asing, cenderung tak mengenal waktu untuk berkunjung ke Lombok. Meski di sejumlah daerah lain ada penurunan kunjungan wisatawan selama bulan Puasa, hal yang berbeda terjadi di Lombok.
Selain itu, kenaikan tingkat hunian hotel di Lombok didongkrak oleh adanya libur panjang. Pihak hotel, restoran, hingga pemangku kepentingan pariwisata lainnya di Lombok memberlakukan tarif spesial selama Ramadhan kemarin.
Kepala Badan Pusat Statistik NTB Endang Tri Wahyunigsih, merilis pantauan inflasi, nilai tukar petani, dan tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang, Senin (2/7/2018), di Mataram, Lombok, mengatakan, TPK hotel bintang pada Mei 2018 sebesar 54,06 persen atau naik 1,75 poin dari 52,49 persen dibandingkan April 2018.
Kenaikan TPK itu juga diikuti oleh rata-rata lama menginap (RLM) tamu hotel bintang pada Mei selama 2,52 hari atau naik 0,52 hari dibandingkan sebulan sebelumnya sebesar 2,24 hari. Jumlah tamu yang menginap di hotel bintang pada bulan Mei 2018 tercatat 73.155 orang meliputi 53.485 orang tamu wisatawan mancanegara (73,11 persen) dan 19.670 mancanegara (26,89 persen).
Dalam periode sama, TPK untuk hotel nonbintang cenderung turun 0,27 point dari 29,44 persen menjadi 29,17 persen. Namun, RLM tamu hotel nonbintang selama 2,18 hari atau naik 0,35 hari dibandingkan sebulan sebelumnya 1,83 hari, kata Endang.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia Wilayah NTB Hadi Faesal mengatakan, kenaikan keterisian kamar itu didorong oleh adanya libur panjang minus 10 Lebaran, kemudian hotel-restoran menggelar progam Bulan Belanja Murah atau memberikan paket buka puasa dan sahur dengan harga lebih rendah dibandingkan hari-hari sebelum bulan Puasa, selain Program Khazanah Ramadhan di antaranya dengan mendatangkan imam shalat Mesir dan Jordania selama bulan Puasa.
”Boleh kami bangga, okupansi hotel di Lombok jauh di atas rata-rata nasional sekitar 30 persen. Bahkan, saya komunikasi dengan teman-teman hotel di Makassar (Sulsel) di bawah 25 persen,” ujar Hadi Faesal, Ketua Persatuan Hotel dan Restoran NTB.
Hadi Faesal mengatakan, tipikal wisatawan biasanya tidak mengenal waktu, seperti halnya pada Ramadhan lalu. Periode 16 Mei-10 Juni, hotel di obyek wisata Gili Terawangan, Lombok Utara, dan Senggigi, Lombok Barat, okupansinya 87-92 persen.
Namun, Hadi Faesal mengaku tidak cepat puas dengan kenaikan tingkat hunian hotel berbintang. Oleh sebab itu, para pelaku pariwisata di NTB harus ”jemput bola” dengan melakukan promosi (direct promotion), menjaga penerbangan langsung di dalam dan luar negeri saat ini, serta membangun connecting flight baru ke depan.
”Untuk midle east, Korea dan China harus ada direct flight. Bahkan, Royal Brunei Darussalam sudah menambah dua pesawat dan berjanji melakukan direct flight akhir tahun ini. Baru AirAsia dan Silk Air yang direct flight Kuala Lumpur-Lombok dan Singapura-Lombok,” tutur Hadi Faesal.