Dengan tarian sihirnya, dia memenangi semua penghargaan individu sepak bola. Karena level keterampilannya, dia disebut bukan manusia, melainkan "separuh dewa" atau makhluk dari planet lain. Para pemuja meyakini dia sebagai "messiah", meski lebih lekat dengan julukan “La Pulga” atau Si Kutu.
Dia adalah Lionel Andres Messi (31), megabintang Barcelona dan kapten Argentina. Dia pula yang menanggung beban malu dan caci maki ketika Argentina gagal mengangkat piala di empat final turnamen besar: Copa America 2007, Piala Dunia 2014, Copa America 2015, dan Copa America Centenario 2016.
Catur gagal itu sempat membuatnya jera. Dia pun meminta pensiun. Mundur dari pengabdian kepada “La Albiceleste”, julukan Argentina, meski otot dan tendonnya jelas masih kencang dan mampu mengeluarkan jurus-jurus sihir.
Namun, berjuta-juta orang tidak terima. Mereka berdoa dan menuntut "langit" memberi restu kepada Si Kutu yang telah mencetak gol terbanyak bagi negerinya (65 gol) untuk bangkit kembali. Tiada yang mungkin bersedia kembali menanggung beban dan caci maki jika gagal kecuali orang yang punya kekuatan cinta.
Karena cinta dan hormat kepada bangsanya, dia bersedia mengabdi lagi. Martabat tim Putih Biru Langit (La Albiceleste) dipulihkan dan diselamatkan dengan diantarnya lolos ke Piala Dunia 2018.
Namun, Rusia bukan Brasil empat tahun lalu. Apalagi Kazan Arena, Kazan. Inilah gelanggang pembantaian para pemenang. Juara bertahan Jerman terkapar 0-2 oleh Korea Selatan di laga penyisihan Grup F tiga hari lalu. Argentina, sang finalis Piala Dunia 2014, menyusul setelah kalah 3-4 dari Perancis di babak 16 besar, Sabtu (30/6/2018) jelang tengah malam WIB.
Tiada air mata, tetapi tatapan itu seakan kosong. Messi mungkin berharap puluhan ribu penonton di stadion dan miliaran mata penonton laga lewat televisi menyadari dirinya adalah La Pulga, bukan "messiah".
Messi adalah Messi, lelaki yang lahir di Rosario, Argentina, 24 Juni 1987. Laga kontra Perancis seharusnya menjadi perayaan ulang tahunnya, tetapi tim gagal membantunya membuka jalan menuju podium juara.
Melawan “Les Bleus”, julukan Perancis, Messi tidak bermain buruk. Dia membuat 41 operan yang 36 di antaranya tepat (88 persen). Messi membuat tiga tembakan peluang atau sepertiga dari total sembilan peluang milik tim.
Dua dari tiga gol Argentina merupakan asisMessi. Gol kedua oleh Gabriel Mercado pada menit ke-48 dan gol ketiga oleh Sergio Aguero pada menit ke-93. Gol pertama Argentina dicetak oleh Angel Di Maria pada menit ke-41.
Seusai laga, publik menunggunya. Apa yang akan dia katakan?
Namun, bukan dia yang bicara. Justru gelandang Javier Mascherano yang menyampaikan perpisahan kepada publik. “Sekarang saatnya mengucapkan perpisahan. Mulai saat ini saya adalah pendukung Argentina. Sudah selesai dan semoga tim dapat mewujudkan impian di masa depan,” kata pemain dengan 147 penampilan dan 3 gol sehingga menjadi pengabdi terbanyak untuk Argentina itu.
Bagaimana Messi? Akankah dengan 128 penampilan dan 65 gol untuk Argentina membuatnya menyusul Mascherano, mantan rekan setimnya di Barcelona?
Pelatih Argentina Jorge Sampaoli mengatakan, kekalahan ini amat menyakitkan karena tim sudah sangat berusaha keras. "Laga ini amat sulit sehingga kami tidak bisa mewujudkan tujuan di sini. Saya sedih dan tertekan. Namun, saya belum memutuskan masa depan apakah bertahan atau tidak bersama tim," katanya.
“Kami telah mencoba banyak taktik, mendukungnya, membuka ruang untuknya, kami menggunakan banyak cara agar dia bisa melakukan yang terbaik karena dia pemain terbaik. Namun, terkadang kami bisa tetapi juga gagal,” ujar Sampaoli tentang dukungan tim terhadap Messi di setiap laga.
Sampaoli membawa Argentina bermain imbang 1-1 dengan Eslandia, kalah 0-3 dari Kroasia, dan menang 2-1 atas Nigeria di penyisihan Grup D. Di 16 besar, dominasi Argentina terhadap Perancis di Piala Dunia runtuh dengan kekalahan 3-4 itu. “Para pemain dan Messi berjuang sampai akhir. Kami nyaris menyamakan skor. Itu sangat berharga dan saya amat berterima kasih,” katanya. (AFP)