Berdasarkan hasil rekapitulasi yang diambil dari formulir C1, pasangan Ahmad Hidayat Mus dan Rivai Umar mengungguli perolehan suara dalam Pemilihan Gubernur Maluku Utara pada 27 Juni 2018. Padahal, tiga bulan sebelum pemilihan, Ahmad ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dengan dugaan korupsi pengadaan lahan bandara di Kabupaten Taliabu, Maluku Utara.
Ketua KPU Maluku Utara Syahrani Somadayo yang dihubungi Kompas dari Ambon, Maluku, Minggu (1/7/2018) siang, menuturkan, data dari fomulir C1 yang diunggah sudah mencapai 99,4 persen atau hanya tersisa 0,6 persen yang belum masuk. Data dalam formulir diambil hasil perhitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS).
Pada pemilihan Gubernur Maluku Utara kali itu, ada 763.765 pemilih menyalurkan hak politik mereka di 2.138 TPS. Semua data itu diunggah penyelenggara pemilu setelah perhitungan di TPS selesai. Seharusnya, data yang masuk sudah bisa mencapai 100 persen, tetapi sistem pengunggahan data diretas dua hari lalu. Data di situs web KPU Maluku Utara pun terhapus.
Berdasarkan rekapan C1, pasangan Ahmad-Rivai meraup dukungan 31,95 persen disusul calon petahana Abdul Gani Kasuba-Al Yasin Ali sebesar 30,37 persen. Kemudian Burhan Abdurahman-Ishak Jamaluddin sebesar 25,98 persen dan terakhir Muhammad Kasuba-Madjid Husen 11,69 persen. ”Ini hanya sebatas informasi saja. Hasil resmi melalui pleno (rekapitulasi manual),” ujar Syahrani.
Hasil perolehan suara Ahmad-Rivai yang signifikan itu memancing perhatian. Ahmad yang sudah menyandang status sebagai tersangka KPK masih bisa mendapatkan dukungan sebesar itu dengan lawan tandingnya salah satunya adalah calon petahana.
Apa saja faktor penyebab kemenangan mereka? Dosen Sosiologi FISIP Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Herman Usman, yang dihubungi secara terpisah, mengatakan, justru figur Ahmad menjadi faktor yang dominan dalam kemenangan tersebut.
Ahmad yang menjabat Bupati Kepulauan Sula dua periode itu pernah mencalonkan diri menjadi gubernur Maluku Utara 2013 dan berakhir pada urutan kedua. Ahmad kalah dari Abdul Gani Kasuba.
Selain itu, dukungan yang solid dari keluarga yang duduk dalam sejumlah posisi strategis. Adik kandung Ahmad, Alien Mus, kini memimpin Partai Golkar di Maluku Utara sekaligus Ketua DPRD Provinsi Maluku Utara.
Sementara itu, adiknya yang satu lagi, yakni Aliong Mus, kini menjabat Bupati Kepulauan Taliabu. Di kabupaten itu, perolehan suara Ahmad-Rivai mendekati 50 persen.
Ahmad-Rivai dianggap berhasil mengelola politik identitas. Ahmad yang berasal dari etnis Sulawesi Tenggara mendapat dukungan di basis-basis pemilih tersebut. Begitu pula Rivai yang juga mantan Rektor Universitas Khairun Ternate dan berasal dari etnis Makian Kayoa mendapat dukungan solid dari etnis mereka.
Lalu bagaimana dengan status tersangka Ahmad? Banyak kalangan masyarakat, kata Herman, menganggap Ahmad sebagai sosok dermawan. Mereka lalu menutup mata dengan status tersangka yang disematkan KPK kepada Ahmad.
Mereka juga mengabaikan rekam jejak KPK, di mana hampir semua tersangka yang dibawa di pengadilan akan divonis bersalah oleh hakim. ”Penetapan tersangka justru dianggap sebagai penzaliman terhadap figur tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, perolehan suara Abdul sebagai calon petahana yang berada di bawah Ahmad-Rivai dianggap sebagai bentuk ketidakpuasan publik terhadap kepemimpinan dia. Banyak janji yang tidak terealisasi. Belum lagi, dukungan dari keluarga pun tidak solid. Adik kadungnya, yakni Muhammad Kasuba, ikut bertarung melawan kakaknya.