Saat Piala Dunia Jadi Pusat Perhatian
Piala Dunia Rusia 2018 mulai memasuki babak hidup-mati, Sabtu (30/6/2018). Dua tim besar favorit juara, Argentina dan Perancis, bertemu. Demam Piala Dunia memang tengah terasa di berbagai kalangan masyarakat. Dari warung kaki lima yang biasa menyediakan kopi sasetan hingga kedai kopi dengan barista andal diserbu dan menjadi tempat nonton bareng atau nobar dadakan.
Di salah satu sudut di Jalan Pegambiran, Rawamangun, Jakarta Timur, misalnya, belasan pemuda memenuhi halaman warung kelontong untuk nobar pertandingan antara Belgia dan Panama pada Senin (18/6/2018). Dengan menggunakan televisi ukuran 17 inci dan duduk beralaskan tikar, mereka bersorak-sorai meskipun bukan pendukung kedua negara.
Fatah (19) menuturkan, dirinya berkumpul bersama teman-teman waktu masih duduk di sekolah menengah atas sambil menonton Piala Dunia. ”Menonton bersama lebih seru karena ada yang diajak ngobrol,” katanya.
Salah satu teman Fatah, Jaguar (20), menunjukkan keceriaan ketika Belgia membobol gawang Panama lewat tendangan Dries Mertens. Ia mengaku pada pertandingan tersebut mendukung Belgia karena kualitas pemainnya lebih baik daripada Panama. Meski demikian, ia mendukung Brasil menjuarai Piala Dunia 2018.
Jaguar sangat antusias dengan pergelaran Piala Dunia 2018. Ia pun menonton semua pertandingan sejak pertandingan pembukaan. Hampir semua pertandingan dilihat Jaguar bersama dengan teman-temannya. Salah satu alasannya, dia dapat beradu argumen dengan teman-temannya.
Ia juga lebih tertarik menonton bersama di warung kaki lima pinggir jalan daripada di kafe. ”Kami bisa bebas berteriak-teriak dan lompat-lompat ketika menonton di pinggir jalan,” ujar pemuda yang bekerja di salah satu perusahaan badan usaha milik negara tersebut.
Menonton bersama juga dilakukan di sekitar jalan Pramuka Jati, Jakarta Pusat. Sejumlah warga menonton bersama di pos siskamling dan tempat pangkalan ojek.
Suasana keceriaan juga tampak di pinggir Jalan Manggarai Utara 2, Jakarta Selatan. Belasan orang, dari profesi tentara, tukang ojek, sopir angkutan umum, hingga warga yang melintas dari Stasiun Manggarai, pun berhenti sejenak untuk melihat pertandingan antara Korea Selatan dan Swedia. Mereka bukan pendukung kedua negara tersebut, tetapi larut dalam suasana keceriaan Piala Dunia.
Keceriaan dan ketegangan juga terlihat pada raut wajah penonton di rumah makan Waroeng Scientist, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat. Penonton menyaksikan pertandingan Kolombia melawan Jepang bersama keluarga dan kerabat. Mereka duduk di bangku kayu sambil menikmati makanan dan minuman yang dijual oleh pemilik rumah makan.
Pemilik Waroeng Scientist, Andyka (34), menyediakan televisi ukuran 29 inci dan layar proyektor ukuran 1,8 meter x 1,5 meter serta pengeras suara. ”Saya sengaja membeli proyektor menjelang partai pembuka Piala Dunia untuk menghibur penonton yang sedang makan,” ujar Andyka.
Dugaan Andyka meleset. Sebagian besar pengunjung yang datang sekadar untuk menyaksikan pertandingan Piala Dunia. Andyka menuturkan, ketika ada pertandingan yang mempertemukan negara yang terkenal dengan prestasi di sepak bola, penonton yang datang hingga keluar dari area warung. Namun, mereka tidak membeli makanan yang dijual Andyka.
Beberapa sopir ojek daring terlihat menghentikan motornya untuk menyaksikan pertandingan sepak bola, salah satunya Mustafa (40), warga Matraman, Jakarta Timur. Ia mengaku sering berhenti di pinggir jalan ketika ada warung yang menyiarkan pertandingan Piala Dunia.
”Saya senang menonton pertandingan sepak bola bersama orang banyak. Kalau menonton sendiri sering ketiduran,” ujar lelaki asal Surabaya, Jawa Timur, yang sejak remaja aktif bermain sepak bola antarkampung tersebut.
Sementara itu, Mudi (32) bersama pamannya, Yulius (46), selalu meluangkan waktu untuk menyaksikan semua pertandingan Piala Dunia di Waroeng Scientist. Lelaki yang bekerja sebagai karyawan swasta tersebut mengaku menyaksikan pertandingan yang disiarkan dari sore hinggi pagi dini hari.
Ia suka menonton sepak bola bersama pamannya di rumah makan daripada hanya menonton sendirian di rumah. Mudi beralasan, di warung makan dapat menonton dengan nyaman sambil menikmati makanan dan minuman. Namun, ia mengaku lebih bebas menonton di kaki lima karena dapat berteriak dengan bebas ketika tim yang diidolakan dapat membobol tim lawan.
Penggemar dadakan
Semangat Piala Dunia juga dirasakan bagi masyarakat yang bukan pencinta sepak bola. Di warung rokok dan kopi milik Hardi (52) yang berlokasi di Rawasari, Jakarta Pusat, beberapa pemuda berkumpul sambil melihat siaran Piala Dunia.
Mereka mengaku lebih menyukai balap motor liar daripada bermain sepak bola. Salah satu penonton, Dido (22), yang bekerja sebagai office boy di salah satu maskapai penerbangan swasta, menuturkan, meskipun bukan pencinta sepak bola, Piala Dunia menjadi salah satu bahan perbincangan di antara teman-teman bermainnya.
Hal serupa juga dituturkan Onat (32), seorang penjual bakso. Ia mengaku bukan penggemar sepak bola. Namun, ketika ada siaran sepak bola Piala Dunia, Onat berkumpul bersama dengan teman-temannya untuk menonton bersama. ”Saya tidak memahami sepak bola, tetapi ketika ada gol, saya ikut berteriak,” ujarnya sambil tertawa.
Di kafe Kelly’s Coffee yang berlokasi di Jalan Tebet Timur Dalam, Jakarta Selatan, puluhan pemuda-pemudi tampak memadati ruangan dengan lampu temaram. Terdapat tiga televisi ukuran 32 inci menyiarkan pertandingan Polandia melawan Senegal. Namun, mereka tampak lebih tertarik untuk berbincang-bincang dengan kerabatnya daripada menonton pertandingan sepak bola.
Situasi tersebut berubah ketika Senegal mencetak skor melalui gol bunuh diri Thiago Cionek pada menit ke-37. Seluruh mata tertuju pada tiga televisi yang digantung di tembok, salah satunya James (35), warga Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan. Sejak awal kedatangannya, ia tampak serius membicarakan bisnis dengan sepupunya. Namun, ia menghentikan pembicaraannya sejenak untuk menyaksikan gol yang terjadi.
Ramai
Pergelaran Piala Dunia menjadi berkah bagi sejumlah orang. Hardi mengaku omzetnya meningkat karena pengunjung yang datang semakin banyak. Ia menuturkan, omzetnya meningkat dari Rp 500.000 per hari menjadi Rp 700.000 per hari.
Peningkatan jumlah pengunjung juga dirasakan oleh Andyka. Namun, ia mengaku tidak mendapatkan kenaikan omzet karena pengunjung yang datang hanya ingin menyaksikan pertandingan sepak bola.
Andyka juga tidak dapat mendapatkan pemasukan dari orang yang ingin menyaksikan Piala Dunia di rumah makannya. ”Saya tidak dapat menarik tiket nonton bareng karena sifatnya hanya untuk menghibur pengunjung yang ingin makan,” ucapnya.
Manajer Store Kelly’s Coffee Erick Simanjuntak (30) menuturkan, ketika ada pertandingan yang mempertemukan tim besar, maka akan dibuka hingga pukul 03.00 dini hari. Padahal, waktu operasional kafenya hanya pada pukul 11.00 hingga pukul 24.00.
Kemeriahan Piala Dunia seakan menghipnotis masyarakat. Seluruh pusat perhatian dan bahan pembicaraan telah tertuju pada kejuaraan yang digelar setiap empat tahun sekali tersebut.