[caption id="attachment_6691526" align="alignnone" width="1024"]GM Sudarta [/caption]“Saya punya rumus yang absurd dan tidak mungkin; kartun itu harus membuat senyum untuk yang dikritik supaya tidak marah, sehingga kritik kita sampai. Karena kartun itu misinya adalah misi perbaikan. Jadi harus sampai. Dan juga bisa senyum untuk masyarakat, tanda bahwa terwakili aspirasinya.”
Kata-kata tersebut diucapkan oleh GM Sudarta, kartunis legendaris, pencipta “Oom Pasikom” yang sejak 1967 tampil di Harian Kompas. Setelah lebih dari 50 tahun berkarya menghasilkan lebih dari 4.000 kartun dan karikatur, kini ia telah berpulang.
GM Sudarta, atau yang akrab dipanggil Mas GM, telah berpulang pada pagi hari ini, Sabtu (30/6/2018) pada pukul 08.25 WIB di Bogor, Jawa Barat. Kritiknya yang humoris menjadi trademark dari GM Sudarta.
“Hidup di Indonesia itu seperti hidup di tengah pasar malam, ada sandiwara, ada sirkus, sirkus politik tentunya, dan dagelan segala macam. Meskipun dagelannya itu menyedihkan. Dulu ada bayi ajaib, kini ada penggandaan uang secara gaib dan kemudian ada koruptor yang bersumpah digantung di Monas, ini lucu sebetulnya. Itu yang bikin saya tertarik terus untuk bikin komentar selama 50 tahun lebih. Menyenangkan hidup di Indonesia itu,” ujar Mas GM saat diwawancara pada pembukaan pameran “50 Tahun Kesaksian Oom Pasikom” di Bentara Budaya Jakarta, pada Mei 2017.
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Rumah Duka Sinar Kasih, Bogor, Jawa Barat pada Sabtu (30/6/2018). Kartunis GM Sudarta, atau yang akrab dipanggil Mas GM, telah berpulang pada pagi hari ini, Sabtu (30/6/2018) pada pukul 08.25 WIB di Bogor, Jawa Barat.
Menurut Budiman Tanuredjo, Pemimpin Redaksi Harian Kompas, GM Sudarta memberikan komentar terhadap kondisi Indonesia sambil tersenyum, tanpa amarah. Tajam namun tidak kejam.
“Kartun Mas GM itu menertawakan diri sendiri, namun substansinya kritik. Karikaturis yang lain mungkin frontal dan penuh amarah. Sedangkan karya Mas GM itu ibaratnya berbisik di tengah kepengapan. Kritiknya mengena dan sesuai kultur masyarakat Indonesia,” kata Budiman.
Budiman mencontohkan bahwa pada tahun 1970-an, GM Sudarta pernah menggambarkan bahwa di masa depan mobil akan berknalpot di bagian atas bagaikan cerobong asap, agar dapat berjalan menghadapi banjir. "Satire yang dikeluarkan tajam namun tidak menyakiti," kata Budiman.
Satire yang dikeluarkan tajam namun tidak menyakiti,
Direktur Bentara Budaya Jakarta Frans Sartono yang merupakan teman dekat GM Sudarta melihat bahwa kartun yang dihasilkan oleh sahabatnya itu merupakan cerminan langsung dari kepribadiannya.
Kompas/Wawan H Prabowo
Karikatur karya GM Sudarta dipameran di "50 Tahun Kesaksian Oom Pasikom" di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Jakarta, Selasa (9/5).
“Apa yang terlihat di kartunnya itu ya seperti Mas GM sehari-harinya, humoris. Kartunnya tidak pernah marah-marah, memaki ataupun kasar. Orang yang kejam, di kartunnya bisa jadi lucu. Berefleksi, berinstrospeksi dengan cara yang lebih manusiawi, bukan dengan amarah atau khotbah,” kata Sartono.
Penulis Seno Gumira Ajidarma mengatakan, dengan berpulangnya GM Sudarta, Indonesia kehilangan sebuah pendekatan unik dalam menyampaikan komentar dan kritik melalui kartun. Ini tak lepas dari masa berkarya GM Sudarta dibawah rezim Orde Baru. "Dulu itu kritik harus halus dan tetap mengena. Yang mengalami Orde Baru mengalami masa-masa seperti itu," kata Seno.
Kompas/Wawan H Prabowo
Kartunis GM Sudarta dikelilingi para pengunjung yang meminta tanda tangannya dalam pembukaan pameran "50 Tahun Kesaksian Oom Pasikom" di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Jakarta, Selasa (9/5/2017).
“Kalau Indonesia sudah makmur dan aman sejahtera mungkin tidak perlu ada kritik segala macam, setelah itu mungkin pekerjaan lagi untuk kartunis,” kata GM Sudarta.
Melalui Oom Pasikom, GM Sudarta mengingatkan para penguasa, memberi masukan dan menyampaikan aspirasi masyarakat, sambil memberikan senyum. Semua demi Indonesia yang lebih baik. Simaklah bagaimana kritik GM Sudarta yang membuat senyum kecut lewat Oom Pasikom...
Selamat jalan Mas GM. Kritik dan senyuman Oom Pasikom akan menjadi keabadian bagi bangsa ini.