JAKARTA, KOMPAS Di era banjir informasi, media massa hendaknya menghadirkan peliputan berbasis jurnalisme. Produk liputan berorientasi pemaknaan yang rasional, bukan sekadar menyuguhkan informasi kepada khalayak.
Hal tersebut dikemukakan tokoh pers Ashadi Siregar ketika menerima Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi 2018 dari harian Kompas, Kamis (28/6/2018), di Jakarta. Penghargaan itu merupakan rangkaian perayaan Ulang Tahun Ke-53 Kompas.
Ashadi memaparkan, jurnalistik hanya merupakan teknik menulis teks. Isinya bisa berupa hiburan, propaganda, dan informasi. Tujuan jurnalistik umumnya bersifat subyektif, misalnya untuk mencari sensasi serta memancing emosi, senang, sedih, ataupun marah dari pembaca dan pemirsanya.
”Itu berbeda dengan jurnalisme. Jurnalisme memiliki epistemologi yang dipelajari secara khusus. Di dalamnya ada ideologi, etika, dan estetika,” katanya.
Ia mengatakan, jurnalisme bermuara pada pemahaman yang rasional, bukan sekadar memberikan informasi dan menggugah perasaan. Jurnalisme terikat nilai kebajikan dalam kehidupan bermasyarakat.
”Kewajiban media massa ialah memberikan kesempatan dan kemampuan bagi khalayak untuk membandingkan berbagai hal secara obyektif,” tuturnya.
Minim pemaknaan
Ashadi menilai, pesatnya perkembangan teknologi informasi belum sepenuhnya dimanfaatkan secara positif oleh publik. Teknologi lebih banyak dipakai untuk menyebarluaskan informasi subyektif dan ekspresi pribadi yang minim pemaknaan, terutama pada media sosial. Di dalam media sosial, fakta dan rekayasa mendapat tempat.
”Parahnya, media massa justru terseret arus menjadi serupa dengan media sosial,” ujarnya.
Rubrik-rubrik di media massa kini hampir didominasi tulisan jurnalistik. Penggunaan etika jurnalisme, refleksi makna peristiwa terhadap kepentingan publik, dan penyajian materi secara obyektif kian langka. Praktis, fungsi media massa sebagai salah satu wahana pencerdas masyarakat semakin memudar.
Penentu arah
Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi sudah diberikan harian Kompas sejak 2008. Penghargaan diberikan kepada cendekiawan yang menunjukkan dedikasinya, antara lain dengan menulis artikel di Kompas sebagai bentuk penyaluran pemikirannya kepada publik.
Wakil Pemimpin Umum Kompas Rikard Bagun menyatakan, cendekiawan merupakan penunjuk arah di masyarakat, terutama di zaman penuh kegaduhan seperti kini.
Pada 2018 ada dua cendekiawan yang terpilih. Pertama, Ashadi Siregar, tokoh pers sekaligus akademisi, cerpenis, dan novelis. Kedua, Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Anita Lie. Anita dinilai kritis mencermati perkembangan dunia pendidikan nasional. Ia menekankan pentingnya pendidikan nasional berubah mengikuti perkembangan zaman tanpa meninggalkan pembentukan karakter. (DNE)