Pemerintah Suriah dan Rusia meningkatkan serangan ke kubu pemberontak di Suriah selatan. Warga yang mengungsi tidak dapat masuk ke Jordania karena perbatasan ditutup.
KAIRO, KOMPAS -- Setelah berhasil menguasai kembali kota Aleppo pada akhir 2016 dan Ghouta Timur pada Maret 2018, Pemerintah Suriah yang dibantu Rusia bersikeras menyerang provinsi serta kota Daraa di Suriah selatan yang berbatasan dengan Jordania. Pesawat temput Suriah dan Rusia, Kamis (28/6/2018), seperti dilansir Lembaga Pengawas HAM Suriah (SOHR), kembali menggempur beberapa distrik di wilayah tersebut.
Mengutip kantor berita AFP, serangan pada Kamis menyasar kota Mashara, sebelah timur kota Daraa. Akibatnya, sedikitnya 22 orang tewas.
Ditambah dengan serbuan pada Rabu silam, total korban meninggal menjadi 46 orang. Serangan udara Rusia dan Suriah dalam 48 jam terakhir ini merupakan yang terdahsyat sejak serangan militer ke Provinsi Daraa dimulai pada 19 Juni lalu.
Jaringan media Sham yang pro oposisi mengklaim, pasukan oposisi berhasil membendung gerak maju tentara pemerintah dan milisi loyalis ke arah pangkalan sistem anti serangan udara di arah barat kota Daraa.
Provinsi dan kota Daraa dikenal sebagai titik tolak revolusi Suriah pada Maret 2011. Selain Daraa, Provinsi Idlib juga merupakan provinis yang belum sepenuhnya dikuasai pemerintah.
Provinsi dan kota Daraa dikenal sebagai titik tolak revolusi Suriah pada Maret 2011.
Pihak oposisi masih mengontrol 70 persen Provinsi Daraa serta Provinsi Quneitra yang meliputi Dataran Tinggi Golan dan berbatasan dengan Israel. Adapun pasukan pemerintah Suriah mengontrol penuh Provinsi Suwayda yang bertetangga dengan Daraa dan Quneitra.
Milisi NIIS
Deputi Menlu Rusia Sergey Vershinin telah menyatakan, kesepakatan pengurangan tingkat pertempuran (deeskalasi) di Suriah selatan dan barat daya sudah berakhir. Sebelum ini, Rusia, Amerika Serikat, dan Jordania menyepakati deeskalasi di Suriah selatan dan barat daya, pertengahan 2017.
Vershinin berdalih, eskalasi militer di Suriah selatan terjadi karena lebih dari 40 persen wilayah deeskalasi di Suriah selatan dikontrol milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dan Front al Nusra, cabang Al Qaeda di Suriah. Ia lalu mengkritik sikap AS terhadap perkembangan di Suriah selatan. Menurut dia, AS sejak setahun lalu menciptakan kawasan deeskalasi di Suriah selatan, tetapi dalam waktu yang sama tidak melakukan usaya yang memadai untuk memerangi teroris.
Di tengah eskalasi militer di Suriah selatan, Penasihat Kemanan Nasional AS John Bolton dan Menlu Jordania Ayman Safadi mengunjungi Moskwa untuk bertemu Menlu Rusia Sergei Lavrov. Mereka akan membahas perkembangan Suriah selatan.
Dijadwalkan, Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin juga akan menggelar pertemuan puncak di Helsinki, Finlandia, 14 Juli nanti.
Seiring dengan semakin gencarnya gempuran Rusia dan Suriah atas Provinsi Daraa, arus pengungsi dari wilayah ini terus mengalir ke perbatasan Jordania.
Namun, Jordania menutup perbatasaan untuk mencegah pengungsi baru.
Saat ini, Jordania menampung 1,6 juta pengungsi Suriah. Kehadiran mereka menjadi menjadi beban pemerintah secara politik, keamanan, dan ekonomi.
Jordania menampung 1,6 juta pengungsi Suriah. Kehadiran mereka menjadi menjadi beban pemerintah secara politik, keamanan, dan ekonomi.
PM Jordania Omar Razzaz menegaskan, Jordania tidak akan menerima pengungsi baru dari Suriah, apapun keadaannya. Sumber PBB mengungkapkan, sedikitnya 45.000 pengungsi Suriah menuju perbatasan dengan Jordania sejak eskalasi militer di propinsi Daraa.
Media Jordania melansir, pemerintah Jordania cenderung akan membangun kamp-kamp pengungsi baru di dalam wilayah Suriah yang dekat dengan perbatasan Jordania dengan jaminan keamanan dari Rusia, sebagai jalan tengah agar para pengungsi baru tidak menyeberang ke wilayah Jordania.
Menlu Jordania Ayman Safadi yang kini berada di Moskwa akan meminta jaminan keamanan Rusia terhadap kamp-kamp pengungsi baru yang akan dibangun di wilayah Suriah selatan dekat perbatasan Jordania.