Pengadilan AS Beri Waktu 30 Hari untuk Reunifikasi Anak Migran yang Terpisah
Oleh
Retno Bintarti
·3 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Pengadilan memerintahkan Pemerintah Amerika Serikat mempersatukan anak-anak yang terpisah dengan orangtua mereka agar dipersatukan kembali dalam waktu selambatnya 30 hari. Putusan pengadilan ini diharapkan bisa mengatasi kebingungan akibat ketidakjelasan keputusan presiden beberapa waktu lalu.
Hakim Dana Sabraw dalam putusannya, Selasa (26/6/2018) silam, di Pengadilan Distrik San Diego menyatakan, bagi anak-anak di bawah usia lima tahun, penyatuan wajib dilakukan dalam 14 hari, sedangkan bagi anak-anak di atas usia itu, penyatuan dilakukan sedikitnya dalam 30 hari. Putusan itu merupakan respons atas gugatan yang diajukan Uni Pembebasan Rakyat Amerika (ACLU) atas nama anak Kongo usia 7 tahun dan anak Brasil berumur 14 tahun yang terpisah dari orangtua mereka.
Sekitar 2.300 anak migran, yang masuk tanpa dokumen, saat ini harus tinggal terpisah dengan orangtua mereka yang sedang dalam proses pemeriksaan imigrasi. Kasus ini menimbulkan reaksi keras dari banyak pihak yang melihat kebijakan ”tanpa toleransi” yang dibuat Presiden Donald Trump tidak mempertimbangkan sisi kemanusiaan.
Sekitar 2.300 anak migran yang masuk tanpa dokumen saat ini harus tinggal terpisah dengan orangtua mereka yang sedang dalam proses pemeriksaan imigrasi.
Derasnya kecaman dan protes yang dilancarkan warga akhirnya melahirkan keputusan presiden yang menghapus praktik pemisahan anak dan orangtua mereka. Namun, keppres yang ditandatangani Rabu pekan lalu itu tidak bisa dijalankan karena tidak jelas. Keppres tidak menyebutkan secara spesifik bagaimana realisasi terhadap anak-anak yang sudah terpisah akibat kebijakan ”tanpa toleransi” tersebut.
ACLU berpendapat, pemerintah tidak mempunyai rencana jelas untuk mempersatukan keluarga. ”Setiap malam anak-anak kecil menangis saat mau tidur. Mereka bertanya-tanya kapan akan bisa kembali bertemu dengan orangtua mereka,” kata Lee Gelernt, pengacara ACLU.
Ramai-ramai menggugat
Kebijakan Presiden Trump soal keimigrasian terus dipersoalkan. Puluhan orang, Selasa, menggelar aksi protes di hotel Los Angeles, tempat Jaksa Agung Jeff Sessions memberikan sambutan dalam sebuah acara. ”Bebaskan anak-anak kami, penjarakan Sessions!” teriak mereka.
Sementara 18 negara bagian pada hari yang sama melayangkan gugatan terhadap kebijakan pemisahan keluarga. ”Membiarkan anak-anak terpisah dari orangtua merupakan tindakan tak berperikemanusiaan dan ilegal. Kami menggugatnya,” tulis Jaksa Agung New York Barbara Underwood. Selain New York, negara bagian lain yang ikut menggugat antara lain California dan Washington.
DPR AS, menurut rencana, melakukan voting RUU Keimigrasian yang lebih luas. Voting akan meliputi juga penyediaan dana 25 miliar dollar AS untuk membangun tembok di perbatasan Meksiko serta ketentuan nasib ”para pemimpi” (dreamer) yang sampai kini belum mendapatkan status kewarganegaraan AS. Meski demikian, voting belum bisa dipastikan pelaksanaannya.
Dalam sebuah pertemuan tertutup Republiken, kabarnya sejumlah anggota konservatif menyatakan kekecewaannya dengan RUU yang diperluas tersebut. Tanpa dukungan mereka, dikhawatirkan RUU akan gagal. Ketua DPR Paul Ryan mengatakan, keimigrasian harus fokus kepada sistem jasa, keamanan perbatasan, serta hukum. Dia membuka kemungkinan mempersempit RUU yang hanya menyangkut penahanan keluarga imigran.
Larangan masuk
Presiden Trump, Selasa, mendapat kabar gembira setelah Mahkamah Agung mengabulkan keputusannya yang melarang warga sejumlah negara berpenduduk mayoritas Muslim masuk ke Amerika. Trump menyambut gembira putusan terbaru ini dan menyebutnya sebagai keberhasilan luar biasa dan kemenangan untuk rakyat Amerika.
Sejak duduk di Gedung Putih, Presiden Trump membuat keputusan yang melarang warga asal Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman masuk AS. Trump dalam keputusannya menyebut alasan keamanan. Keputusan tersebut mendapatkan tentangan karena dianggap diskriminatif. Pengadilan sejumlah negara bagian pernah menolak keputusan presiden.
Gubernur New York Andrew Cuomo, Selasa, menawarkan jasa bantuan hukum bagi mereka yang ditahan di bandara New York karena masalah itu.
Sementara itu, Melania Trump dikabarkan akan kembali mengunjungi pusat penampungan migran. Juru bicara ibu negara ini tidak menyebut secara rinci kapan dan pusat penampungan mana yang akan dikunjungi. Melania, Kamis pekan lalu, sudah mengunjungi salah satu pusat penampungan anak migran di McAllen, Texas. (AFP/AP/REUTERS)