Warisan PK Ojong adalah Kerja Keras, Peduli, dan Rendah Hati
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI/ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
Pada Kamis (28/6/2018), Harian Kompas berulang tahun yang ke-53. Untuk mencapai usia ini dan selanjutnya, dibutuhkan keteguhan dalam memegang nilai-nilai luhur, seperti yang telah diwariskan oleh salah satu pendiri Kompas, Petrus Kanisius Ojong.
Walaupun PK Ojong telah meninggal lebih dari 38 tahun yang lalu pada tahun 1980. Namun, sikap yang telah ia tunjukkan sejak di masa-masa awal Kompas, masih terus dipegang teguh dari generasi ke generasi. Karakter tersebut adalah kerja keras, peduli, dan rendah hati.
Karakter yang telah ditunjukkan Pak Ojong sejak masa-masa awal Kompas, masih terus dipegang teguh dari generasi ke generasi. Karakter tersebut adalah kerja keras, peduli, dan rendah hati.
Mantan wartawan Kompas dan salah satu pendiri surat kabar Warta Kota Dedy Pristiwanto, di sela-sela perayaan ulang tahun ke-53 Harian Kompas di Jakarta, Kamis, menyatakan, etos kerja yang tinggi selalu ditekankan kepada mereka yang sempat menjadi anak buah Pak Ojong, panggilan PK Ojong.
“Pak Ojong setiap hari sudah berdiri di depan pintu masuk sebelum pukul tujuh pagi dan datang lebih awal dibandingkan para karyawan. Kalau ada pimpinan yang datang telat, Pak Ojong akan langsung menyindirnya dengan ucapan ‘selamat siang’,” kata Dedy, yang mulai bekerja di Kompas pada 1978 sebelum pensiun pada 2012.
Putru bungsu dari PK Ojong, Mariani Ojong menambahkan, ayahnya yang lahir pada 25 Juli 1920 tersebut sangat peduli dengan sesama, apalagi dengan karyawannya. Ia pernah mendengar, salah satu karyawan ayahnya sering terlambat karena tidak memiliki jam. Ayahnya kemudian memutuskan untuk memberi jam kepada karyawan itu.
Mariani Ojong hadir dalam acara ziarah ke makam ayahnya di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Kamis pagi. Hadir CEO Kompas Gramedia Lilik Oetama, Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas dan Direktur Utama Kompas TV Rikard Bagun, Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo dan segenap karyawan.
Sosok Pak Ojong sebagai seorang yang rendah juga dirasakan oleh August Parengkuan, mantan Pemimpin Redaksi Harian Kompas yang juga pernah menjadi Duta Besar RI untuk Italia.
PK Ojong, lanjutnya, merupakan sosok yang sederhana hidupnya. Dalam berbagai kegiatan, ia tidak pernah memperkenalkan diri sebagai pemimpin ataupun pendiri Harian Kompas.
PK Ojong merupakan sosok yang sederhana hidupnya. Dalam berbagai kegiatan, ia tidak pernah memperkenalkan diri sebagai pemimpin ataupun pendiri Harian Kompas.
“Saya masuk Kompas pada tahun 1965. Pada tahun 1966, beliau mengajak saya mengikuti acara resepsi di mana delegasi dari Rusia hadir di situ. Dia memperkenalkan saya sebagai kolegenya, bukan anak buah," kata August.
Tiga karakter yang dimiliki oleh PK Ojong tersebut, terus ia pegang teguh hingga melampaui masa hidupnya. Kini nilai-nilai luhur terus diperjuangkan agar tetap dipegang oleh generasi penerus.
Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo sangat memahami hal tersebut. Kompas akan terus memegang prinsip bahwa jurnalisme yang dipegangnya adalah berdasarkan substansi berita, bukan sensasi belaka.
Selain itu, Kompas juga akan terus menyalurkan suara masyarakat, bukan justru membuat gaduh. Budiman mengakui, hal tersebut tidaklah mudah untuk diterapkan pada masa kini, dimana sedang terjadi disrupsi digital di berbagai bidang kehidupan.
Kompas akan terus memegang prinsip bahwa jurnalisme yang dipegangnya adalah berdasarkan substansi berita, bukan sensasi belaka.
“Namun, Kompas akan terus berintrospeksi diri dan meneguhkan diri,” katanya. Usia 53 tahun yang dicapai menunjukkan, surat kabar harian nasional ini telah dan akan terus menjadi penunjuk arah bangsa.
Keteguhan itu kini dibutuhkan oleh Kompas untuk mengarungi dunia masa kini yang tenggelam dalam banjir informasi, baik yang membawa kebenaran maupun kebohongan. Pegangan ini semakin penting di masa disrupsi digital. Sebab, kini semua orang dapat bersuara dan membalutnya sebagai produk jurnalistik.
Pengamat media dari Universitas Gadjah Mada Ashadi Siregar mengatakan, Kompas harus tetap mempertahankan nilai jurnalisme yang dimiliki; memberi makna, menyuarakan kepentingan publik, dan berdasarkan fakta.
Kompas harus tetap mempertahankan nilai jurnalisme yang dimiliki; memberi makna, menyuarakan kepentingan publik, dan berdasarkan fakta.
“Hal-hal seperti ini yang barangkali membuat kita merasa perlu Kompas untuk dijaga terus menerus. Apa yang menjadi legacy dari para pendiri, salah satunya, PK Ojong, seorang guru dan sarjana hukum yang sedemikian ketat dalam menjaga nilai kebajikan,” ujarnya.